Sebagai jurnalis, saya merawat lingkaran nasionalis yang bisa membantu memberikan beragam pemikiran. Hanya saja mereka menghindari publisitas karena dianggap tidak penting dan prinsip tersebut saya hargai. Berikut dialog Rokimdakas bersama "kaum orong-orong" dalam membaca fenomena aktual.
Tanya : Mengapa banyak negara yang memilih demokrasi sebagai sistem pemerintahan?
Jawab : Karena demokrasi memberikan ruang partisipasi rakyat dalam menentukan arah negara. Demokrasi menjanjikan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Secara teori, ini adalah sistem paling adil karena memberi hak suara kepada semua warga negara, bukan hanya segelintir elit penguasa.
Tanya : Apa yang menarik dari sistem demokrasi?
Jawab : Kebebasan berpendapat, pemilihan umum yang terbuka, perlindungan terhadap hak asasi manusia dan mekanisme check and balance yang memungkinkan adanya koreksi terhadap kekuasaan yang menyimpang. Demokrasi mengajak rakyat menjadi bagian dari solusi, bukan sekadar objek kekuasaan.
Tanya : Tolak ukur keberhasilan sistem demokrasi adalah meningkatnya kesejahteraan rakyat. Kenapa begitu?
Jawab : Karena tujuan akhir dari semua bentuk pemerintahan adalah menciptakan keadilan sosial dan kemakmuran bagi seluruh rakyat. Demokrasi yang sehat akan menghasilkan kebijakan publik yang berpihak pada rakyat banyak, bukan kepentingan segelintir orang. Jika rakyat tetap miskin, terpinggirkan dan menderita maka demokrasi itu mandul, hanya prosedural tanpa substansi.
Tanya : Berarti pemerintahan demokrasi suatu negara bisa dianggap gagal jika belum bisa mensejahterakan rakyatnya?
Jawab : Benar. Demokrasi tanpa kesejahteraan hanyalah retorika. Bila kemiskinan merajalela, kesenjangan makin lebar dan pelayanan publik amburadul maka demokrasi itu cacat. Pemilu lima tahunan bukan jaminan keberhasilan bila hasilnya tidak berbanding lurus dengan kualitas hidup rakyat.
Tanya : Warga bangsa yang belum dewasa berdemokrasi cenderung bersikap liar dan tidak beradab karena menganggap kebebasan adalah ruang aktualisasi yang diberikan oleh sistem demokrasi. Padahal tidak ada kebebasan mutlak.
Jawab : Ini masalah klasik demokrasi di negara berkembang dimana kebebasan sering disalahartikan. Demokrasi bukan berarti bebas semaunya. Kebebasan dalam demokrasi selalu dibatasi oleh tanggung jawab dan hukum. Ketika warga menyalahgunakan kebebasan untuk menyebar hoaks, menebar kebencian atau memprovokasi konflik, itu bukan demokrasi, itu anarki yang berkedok demokrasi.
Tanya : Dalam negara demokrasi selalu diwarnai oleh adanya pengkhianat bangsa yang umumnya terdiri dari orang-orang yang dianggap intelektual. Malah ada ekstremis agama yang ikut bergabung dengan kelompok pengkhianat yang bikin gaduh.
Misal polemik ijazah mantan presiden juga isu melengserkan wakil presiden. Komentarnya.
Jawab : Benar. Demokrasi memberi ruang, tetapi sayangnya juga bisa dimanfaatkan oleh mereka yang punya agenda tersembunyi. Intelektual yang kehilangan kompas moral bisa menjadi agen destruksi. Ekstremis agama yang mempolitisasi keyakinan untuk menolak konsensus nasional juga sama bahayanya. Mereka bukan kritikus sehat, tapi parasit demokrasi yang menggerogoti dari dalam.
Tanya : Kita semua tau bahwa tidak ada aksi tanpa biaya, dan para pengkhianat dimanfaatkan oleh kapitalis multinasional secara proxy untuk menggoyang stabilitas sehingga sektor ekonomi terganggu, terutama mengganggu arus investasi. Bila ekonomi terguncang, pemerintahan bisa ditumbangkan. Apa para pengkhianat itu wajib ditangkap?
Jawab : Jika bukti kuat menunjukkan bahwa seseorang melakukan sabotase, makar atau menjadi bagian dari proxy asing untuk menghancurkan stabilitas nasional maka negara wajib bertindak tegas. Demokrasi bukan tempat untuk menjual negara sendiri demi ambisi kekuasaan atau bayaran kapitalis global. Penegakan hukum terhadap pengkhianat bukanlah represi tapi bentuk perlindungan terhadap kedaulatan dan integritas bangsa.
Tanya : Pesan moralnya bagaimana?
Jawab : Saatnya rakyat waras menjaga rumah bersama
Dalam pusaran demokrasi yang terbuka, ancaman terhadap bangsa tidak selalu datang dari luar. Justru yang paling berbahaya adalah mereka yang menyamar dari dalam., berwajah intelektual, berbicara atas nama moral namun sejatinya menjual negeri pada kepentingan asing.
Kita tidak bisa terus-menerus berharap pada negara dan aparat tanpa ikut menjaga. Demokrasi yang sehat menuntut kewaspadaan kolektif. Rakyat harus cerdas membedakan kritik yang membangun dengan hasutan yang merusak. Jangan gampang terprovokasi. Jangan mudah percaya pada narasi yang sengaja dirancang untuk memecah belah.
Pengkhianat tidak akan berhenti. Mereka hanya berganti topeng. Tugas kita bukan sekadar menonton tapi memastikan bahwa mereka tidak mendapat panggung. Karena jika negeri ini runtuh yang pertama menderita adalah rakyat kecil, bukan para elite yang sudah punya tempat pelarian.
Maka, siapa pun kita warga biasa, jurnalis, akademisi, aktivis, pelajar, tokoh agama, atau pejabat harus kembali ke satu titik, menjaga Indonesia dengan akal sehat, nurani jernih, dan keberanian moral.
Negara ini bukan milik segelintir orang. Negara ini milik kita semua. Dan kita semua punya tanggung jawab menjaga dari para pengkhianat, dengan cara yang bermartabat
Penulis : Rokimdakas
Wartawan & Penulis
Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas
Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut
Editor : Redaksi