Menyelamatkan nyawa warga negara adalah kewajiban konstitusional. Tapi keadilan juga menuntut perlakuan tegas terhadap kejahatan luar biasa yang terjadi di dalam negeri, terutama korupsi. Kini, Indonesia berada di persimpangan jalan keadilan.
Kalau hukum tumpul ke atas, kita tajamkan lewat pena, kamera dan suara rakyat!
Isu hukuman mati kembali menjadi sorotan tajam. Di satu sisi, sebanyak 157 warga negara Indonesia (WNI) sedang terancam eksekusi di berbagai negara, mayoritas di Malaysia, akibat kasus narkotika dan pembunuhan. Di sisi lain, sebanyak 300 terpidana mati, mayoritas Warga Negara Asing (WNA), justru belum dieksekusi di Indonesia karena pertimbangan diplomatik dan politik luar negeri.
Kontradiksi ini menimbulkan pertanyaan besar dan kegelisahan publik. Mengapa nyawa para WNI dipertaruhkan di negeri orang sementara pelaku kejahatan berat di Indonesia, termasuk koruptor, terkesan diberi ruang hidup lebih lapang?
Dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR pada Senin (30/6/2025), Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Judha Nugraha, mengungkap fakta mencengangkan. Saat ini, sebanyak 157 WNI tengah menghadapi ancaman hukuman mati di luar negeri.
"Mayoritas kasus berada di Malaysia, mencapai 147 orang. Sisanya tersebar di Uni Emirat Arab (3 orang), Arab Saudi (2), Laos (4), dan Vietnam (1)," jelas Judha.
Data tersebut menunjukkan bahwa 111 kasus terkait peredaran narkotika dan 46 kasus berkaitan dengan pembunuhan. Ironisnya, sebagian besar dari mereka adalah pekerja migran Indonesia (PMI) yang terjebak dalam modus asmara. Pelaku membangun hubungan palsu dan meminta korban membawa “titipan” yang ternyata berisi narkoba.
Keluar - Masuk
Kemlu mengklaim telah memiliki pedoman perlindungan hukum bagi WNI terancam hukuman mati. Pendampingan hukum dan advokasi diplomatik dilakukan lewat perwakilan RI di negara tujuan.
Hanya saja tantangan besar tetap ada. Judha mengungkapkan bahwa setiap kali berhasil membebaskan WNI dari ancaman hukuman mati, kasus baru justru bermunculan. Tahun 2023, misalnya, 19 WNI berhasil diselamatkan, tetapi 25 kasus baru muncul.
"Ini membuat upaya pencegahan menjadi kunci. Kami bekerja sama dengan kementerian dan lembaga lain untuk edukasi masyarakat dan PMI," ujarnya.
Kemlu juga mencatat dalam periode 2020–2024 terdapat 6.771 kasus online scam di Asia Tenggara yang sebagian besar menjebak PMI serta 183 kasus perdagangan orang dengan modus serupa.
Sementara itu, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dan Menko Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyampaikan bahwa, 300 terpidana mati di Indonesia belum dieksekusi, mayoritas adalah WNA kasus narkotika asal Eropa, Amerika dan Afrika.
Menurut Yusril, pelaksanaan hukuman mati kerap terhambat oleh pertimbangan diplomatik, kemanusiaan, hingga politik luar negeri. Bahkan, keputusan akhir seringkali harus menunggu arahan dari Presiden.
"Orang mengajukan grasi dan lain-lain kepada presiden. Akibatnya, banyak sekali hukuman mati yang tertunda," kata Yusril yang menyebut pemulangan narapidana seperti Mary Jane Veloso (Filipina) dan Serge Atlaoui (Prancis) sebagai contoh dari pendekatan diplomatik tersebut.
Ruupa Mandeg
Ironi berikutnya muncul dari fakta bahwa hingga kini koruptor belum pernah dijatuhi hukuman mati, padahal kerugian yang ditimbulkan terhadap negara sangat besar. Bahkan, Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUUPA) tak kunjung disahkan.
Publik menilai DPR sengaja mengulur pengesahan UU ini menimbulkan kesan bahwa parlemen sedang "mengamankan dirinya sendiri". Sementara itu koruptor tetap menikmati hasil kejahatannya setelah menjalani hukuman ringan.
Kondisi ini melahirkan paradoks hukum, WNI miskin dan kurang terdidik dijebloskan ke jeruji mati di luar negeri karena menjadi korban jaringan narkotika, sementara WNA pelaku kejahatan berat justru dirawat oleh diplomasi. Di saat bersamaan, para koruptor yang hidup mewah malah diperlakukan lunak dan bahkan tetap hidup nyaman usai bebas.
Jika hukum masih pilih-pilih, maka jangan heran bila ketimpangan, keputusasaan dan kemarahan sosial makin menguat.
Penulis : Rokimdakas
Wartawan & Penulis
Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas.
Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut
Editor : Redaksi