x
x

Perang Dunia Ke III Diambang Pintu

Serangan militer Amerika Serikat terhadap tiga fasilitas nuklir Iran pada 21 Juni 2025 menjadi eskalasi baru dalam konflik Timur Tengah yang telah lama memanas.

Tindakan ini menempatkan AS secara langsung dalam konfrontasi dengan Iran, yang sebelumnya telah diguncang oleh serangan Israel pada 13 Juni.

Keterlibatan AS bukan sekadar simbol dukungan terhadap Israel, melainkan sebuah langkah agresif yang berpotensi mengubah dinamika geopolitik dunia secara drastis.

Pakar Hubungan Internasional dari Universitas Indonesia, Prof. Hikmahanto Juwana, menyatakan bahwa langkah AS ini sangat membahayakan. Menurutnya, AS seolah memaksa Iran untuk memilih antara menyerah dan berdamai, atau menghadapi serangan yang lebih besar.

Ultimatum seperti ini bukan hanya mencerminkan arogansi kekuasaan, tapi juga menciptakan tekanan yang tak seharusnya diterima oleh negara mana pun yang memiliki kedaulatan.

Dalam situasi seperti ini, pilihan Iran untuk menyerah sangat kecil. Negara tersebut memiliki sejarah panjang dalam menghadapi tekanan internasional, dan balasan terhadap serangan AS kemungkinan besar akan menjadi respons yang lebih agresif, termasuk kemungkinan serangan ke kapal induk AS di wilayah Teluk atau eskalasi lanjutan terhadap Israel.

Tak kalah penting adalah respons dunia internasional terhadap perkembangan ini. Jika dukungan terhadap Iran meningkat di kalangan negara-negara Timur Tengah, Asia Tengah, bahkan negara-negara Global South, maka situasi akan menjadi jauh lebih rumit.

Dukungan itu bisa muncul sebagai bentuk solidaritas terhadap pelanggaran kedaulatan Iran, yang menurut Prof. Teuku Rezasyah dari Universitas Padjadjaran, secara sah sedang membela diri sesuai Pasal 51 Piagam PBB.

AS dinilai telah melangkahi batas hukum internasional dan melanggar prinsip dasar kedaulatan negara lain. Dengan bertindak seperti ini, AS tidak hanya memperburuk citranya di mata dunia Islam, tapi juga di hadapan komunitas internasional yang selama ini mengupayakan penyelesaian damai berdasarkan hukum.

Apa yang terjadi saat ini sangat mungkin membuka jalan ke arah konflik global yang lebih besar. Lembaga riset Global Challenges Foundation menyebut bahwa eskalasi konflik di Timur Tengah, jika melibatkan lima kekuatan besar dunia, memiliki peluang sebesar 6% untuk berkembang menjadi perang berskala global dalam satu dekade ke depan.

Statistik ini terlihat kecil di atas kertas, namun dalam konteks militer dan diplomasi internasional, angka sekecil itu sudah cukup untuk menyalakan alarm dunia.

Sejarawan dan ahli strategi internasional asal Inggris, Prof. Lawrence Freedman, pernah menyatakan bahwa "Perang dunia tidak dimulai dari konflik besar, melainkan dari akumulasi konflik kecil yang diabaikan, hingga satu ledakan besar memaksa semua negara untuk memilih pihak."

Kutipan ini menjadi sangat relevan hari ini. Ketika AS dan Iran saling mengancam, dan Israel terus melanjutkan operasi militernya, maka negara-negara lain yang memiliki afiliasi politik, ekonomi, dan ideologis akan secara perlahan tertarik dalam pusaran konflik ini.

Rusia, meskipun saat ini masih menahan diri, bisa sewaktu-waktu mengambil langkah berbeda apabila kepentingan strategisnya di kawasan merasa terancam.

Begitu pula dengan Tiongkok yang memiliki kepentingan besar di jalur minyak Teluk dan kawasan Indo-Pasifik.

Dalam jangka pendek, serangan AS ini telah menghancurkan harapan diplomasi yang telah dibangun dalam beberapa tahun terakhir, baik melalui saluran resmi seperti PBB maupun jalur diplomasi bilateral.

Dunia kini berdiri di ambang pilihan sulit: terus membiarkan konflik ini membara atau mengambil sikap aktif untuk mendorong perdamaian. Sayangnya, suara negara-negara besar seperti Jerman, Prancis, atau bahkan Uni Eropa sejauh ini masih cenderung pasif.

Ketidakmampuan mereka untuk bersikap tegas terhadap pelanggaran hukum internasional oleh AS justru memperlihatkan bahwa tatanan dunia pasca Perang Dunia II kini berada di ujung tanduk.

Sikap Indonesia dalam hal ini menjadi krusial. Sebagaimana disampaikan oleh Prof. Hikmahanto, Indonesia harus memposisikan diri di sisi perdamaian.

Dalam hal ini, bukan sekadar menjadi penonton atau pengutuk pasif, tetapi menjadi motor penggerak negara-negara yang menjunjung prinsip non-blok dan hukum internasional.

Indonesia, dengan reputasinya sebagai negara demokrasi terbesar di dunia Muslim dan pengalaman panjang dalam diplomasi internasional, harus menjadi suara moral di tengah hiruk-pikuk senjata.

AS, dalam usahanya mempertahankan dominasi geopolitik global, justru terlihat mulai kehilangan pijakan etis. Tindakan membombardir fasilitas nuklir Iran—tanpa otorisasi PBB dan dengan alasan sepihak—dapat dianggap sebagai bentuk intervensi ilegal yang hanya akan menambah panjang daftar kegagalan moral dan hukum dalam sejarah kebijakan luar negerinya.

Dalam konteks inilah, tudingan dari Teuku Rezasyah bahwa AS telah menjelma menjadi "Shaitanul Akbar" tidaklah berlebihan.

AS tidak hanya membela Israel, negara yang telah lama dituding melanggar hak asasi manusia di Palestina, tetapi juga menjadikan dirinya simbol hegemoni yang merusak perdamaian global.

Jika dunia tidak segera bersatu untuk menghentikan eskalasi ini, maka risiko pecahnya Perang Dunia Ketiga bukanlah fiksi.

Dunia telah menyaksikan bagaimana Perang Dunia Pertama dimulai karena aliansi buta, dan Perang Dunia Kedua pecah karena arogansi dan diamnya kekuatan besar terhadap agresor. Hari ini, sejarah tampaknya ingin mengulang dirinya.

Di tengah kegelapan itu, hanya diplomasi, ketegasan hukum internasional, dan solidaritas global yang berpihak pada kemanusiaan yang bisa menjadi terang penuntun.

Jika suara perdamaian tidak diperkuat, maka deru mesin perang akan menjadi simfoni baru peradaban manusia yang gagal belajar dari masa lalu.

Ditulis : Bambang Eko Mei
Pemerhati Sosial

Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas.

Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut

Berita Terbaru
Selasa, 08 Jul 2025 18:06 WIB

Problem Pendidikan, SDN Sepi Peminat

Di tengah mimpi besar menuju Indonesia Emas 2045, negeri ini justru dihantui fenomena penuh tanda tanya, mengapa Sekolah Dasar Negeri makin ditinggalkan
Selasa, 08 Jul 2025 16:21 WIB

PLN Elektrifikasi 21 Ribu Petani Buah Naga di Banyuwangi, Dorong Ekonomi Kerakyatan

PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi (UID) Jawa Timur terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung sektor pertanian berkelanjutan melalui program electrifyin
Selasa, 08 Jul 2025 15:37 WIB

Frank & co., Hadirkan Kemewahan Intim di Tengah Kota Surabaya

Frank & co., membuka gerai kelima di Surabaya, yang mengusung berlian dengan konsep perpaduan keintiman dan kemewahan menyatu.
Selasa, 08 Jul 2025 14:35 WIB

Pelatihan SDM Jadi Kunci TPS Tingkatkan Kinerja Terminal

TPS menjawab tantangan tata kelola pelabuhan melalui pelatihan SDM guna mendorong transformasi terminal bertaraf internasional.
Selasa, 08 Jul 2025 13:17 WIB

Kelompok Mahasiswa 96 UPN Veteran Dampingi RW 5 Pilang Makmur. Tujuaannya Ini

Guna menyiapkan kegiatan Lomba Kelurahan Berseri tingkat Kota Surabaya kelompok mahasiwa KKN 96 Universitas Pembanguna Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur
Senin, 07 Jul 2025 19:34 WIB

Pamer Lukisan Abstrak di Galeri Merah Putih

Seni lukis abstrak tampil dengan kesunyian yang menantang.