x
x

Teknologi Pedang Bermata Dua

Rabu, 26 Feb 2025 10:51 WIB

Reporter : Redaksi

Shaykh Nazim al-Haqqani, seorang sufi besar yang dikenal dengan kebijaksanaan dan kelembutannya, pernah berpesan bahwa teknologi adalah pedang bermata dua. Ibarat kuda , ia kendaraan yang bisa membawa kita menuju pengenalan kepada Allah, tetapi juga dapat menjadi rantai yang membelenggu hati dari mengingat-Nya.

Shaykh Nazim al-Haqqani lahir pada tahun 1922 di Larnaca, Siprus. Beliau berasal dari keturunan garis Sayyid Abdul Qadir al-Jilani di pihak ayah dan dari Jalaluddin Rumi di pihak ibu. Sejak kecil, Shaykh Nazim telah menunjukkan ketertarikan mendalam terhadap ilmu agama. Beliau belajar fiqih, hadis, dan tasawuf dari berbagai ulama terkemuka di Timur Tengah, termasuk di Turki dan Suriah.

Salah satu gurunya yang paling berpengaruh adalah Shaykh Abdullah ad-Daghestani, yang membimbingnya dalam tarekat Naqshbandi. Sebagai pemimpin Tarekat Naqshbandi-Haqqani, Shaykh Nazim dikenal sebagai penyebar ajaran tasawuf di berbagai belahan dunia, termasuk Eropa, Amerika, dan Asia Tenggara.

Shaykh Nazim wafat pada 7 Mei 2014 di Lefke, Siprus, meninggalkan warisan spiritual yang mendalam bagi para pencari jalan kebenaran. Ajaran Shayk Nazim  adalah ditengah gelombang pasang dunia modern, manusia sering kali terombang-ambing di antara keajaiban teknologi dan kegalauan jiwa.

Disaat itulah beliau sering menekankan pentingnya zikir, muraqabah, dan akhlak mulia dalam kehidupan seorang Muslim. Di tengah kehidupan zaman di mana dunia seolah berada di genggaman. Dengan satu sentuhan jari, kita begitu mudah bisa mengetahui kejadian di belahan dunia lain, mendengar suara para ulama, dan menyelami lautan ilmu tanpa harus beranjak dari tempat duduk.

Padahal zaman dulu Seorang murid harus menempuh perjalanan berhari-hari untuk mencari ilmu, kini cukup membuka layar  alat komunikasi dan bisa mendengarkan wejangan para guru.

Bukankah ini suatu kemudahan yang luar biasa ?

 Inilah wajah terang dari teknologi, di mana cahaya ilmu dapat menyebar dengan kecepatan yang tak terbayangkan oleh generasi terdahulu. Namun, di balik terang selalu ada bayang-bayang. Teknologi, jika tidak dikendalikan dengan hikmah, dapat menjadi lautan luas yang menenggelamkan jiwa.

Seperti seorang musafir yang tersesat di padang pasir karena terlalu terpukau oleh fatamorgana, manusia modern kerap terseret dalam pusaran informasi, hiburan, dan kesibukan digital hingga lupa akan hakikat perjalanan hidupnya.

Ponsel atau alat lainya seharusnya menjadi alat komunikasi , tapi bisa berubah menjadi rantai yang mengikat jiwa. Media sosial yang bisa menjadi sarana dakwah dan silaturahmi justru sering kali menjadi tempat lahirnya kesombongan, debat kusir, dan fitnah yang menggerogoti hati.

Menjaga Hati Era Digital

Shaykh Nazim mengajarkan bahwa hati manusia adalah cermin yang harus selalu dijaga kejernihannya agar dapat memantulkan cahaya Ilahi. Namun, jika cermin itu tertutupi oleh debu kesibukan dunia, bagaimana ia dapat menangkap sinar hidayah?

Seorang pencari Tuhan harus selalu waspada terhadap segala hal yang mengalihkan perhatiannya dari Allah.

Teknologi bukanlah musuh, tetapi ia adalah ujian.

Apakah kita menjadikannya sebagai sarana untuk lebih dekat kepada Allah atau justru sebagai penghalang yang membuat kita semakin lalai? Dalam tasawuf, kehidupan ini dianalogikan seperti perjalanan menuju lautan Ilahi. Setiap musafir di jalan ini harus pandai mengendalikan bahteranya.

Teknologi adalah layar yang dapat mempercepat perjalanan, tetapi jika angin yang meniup layar itu tidak dikendalikan dengan bijak, kapal bisa berbelok ke arah yang salah atau bahkan tenggelam dalam gelombang.

Seorang sufi sejati tidak akan menolak teknologi, tetapi ia akan menjadikannya sebagai kendaraan yang membawanya lebih dekat kepada Sang Maha Besar

Menyikapi Teknologi

Shaykh Nazim menekankan pentingnya muraqabah, kesadaran bahwa Allah senantiasa melihat dan mengawasi. Sebelum menggunakan teknologi, tanyakan pada diri sendiri, Apakah ini akan membawaku lebih dekat kepada-Nya atau justru menjauhkan?

Jika sesuatu menambah kecintaan kita kepada dunia dan melalaikan kita dari zikir, maka sudah saatnya kita menata kembali langkah. Gunakan teknologi untuk mendengarkan nasihat para wali, menyebarkan kebaikan, dan mempererat ukhuwah.

Jadikan ia sebagai alat untuk memperluas pemahaman tentang Islam, bukan sebagai tirai yang menutupi cahaya keimanan. Seperti pedang yang tajam, teknologi harus digunakan dengan kearifan, agar tidak melukai diri sendiri.

Dunia modern menawarkan banyak godaan, tetapi hati yang selalu berzikir tidak akan mudah terjerat. Ingatlah bahwa dunia ini hanyalah tempat persinggahan, dan segala sesuatu yang ada padanya akan lenyap kecuali amal yang dilakukan karena Allah.

Shaykh Nazim mengajarkan bahwa seorang pencari Tuhan harus senantiasa menjaga hatinya dari kecanduan duniawi. Jika teknologi menjadi sarana untuk mengingat Allah, maka ia adalah berkah. Jika ia menjadi penghalang, maka jauhilah sejauh mungkin.

Dalam riwayat sufi, diceritakan bahwa ada seorang murid yang datang kepada gurunya dan berkata, "Wahai Guru, aku ingin mencari Allah, tetapi aku selalu terganggu oleh urusan dunia."

Sang Guru tersenyum dan memberikan sebuah cangkir yang sudah penuh dengan air. "Bawalah cangkir ini mengelilingi kota tanpa menumpahkan setetes pun," kata sang Guru.

Murid itu pun berjalan dengan hati-hati, fokus menjaga keseimbangan air dalam cangkirnya. Setelah selesai, ia kembali dan berkata, "Aku berhasil, Guru!" Sang Guru bertanya, "Apa yang kau lihat di sepanjang perjalanan?" Murid itu menggeleng, "Aku terlalu fokus pada cangkir ini, sehingga tidak memperhatikan yang lain."

Sang Guru tersenyum, "Begitulah seorang pencari Tuhan harus bersikap. Fokuslah pada tujuanmu, maka dunia tidak akan mengganggumu." Teknologi dalam kehidupan seorang sufi. bukan untuk ditolak, tetapi untuk dikendalikan.

Jadikan ia sebagai cangkir yang kau jaga dengan hati-hati, agar perjalananmu menuju Allah tetap lurus dan tidak terganggu oleh fatamorgana dunia. Wallahu a’lam.

Penulis : Bambang Eko Mei
Pemerhati Sosial

Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas.

Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut

 

Editor : Redaksi

LAINNYA