x
x

Songkok. Simbol Nasionalisme, Bukan Keagamaan

Kamis, 03 Okt 2024 10:25 WIB

Reporter : Redaksi

Songkok memiliki akar sejarah panjang sejak era Majapahit, mengalami modifikasi hingga menjadi lambang nasionalisme. Hanya saja songkok sering dianggap sebagai simbol keagamaan.

Pada mulanya, songkok dikenal sebagai "ketopong", topi mahkota beludru yang dihiasi ornamen emas dikenakan oleh raja Majapahit. Penggunaan songkok ini kemudian diteruskan oleh raja-raja Jawa, yang dikenal dengan sebutan "teng kuluk Jawa", bentuknya lebih minimalis.

Bentuk ini bertahan hingga era Kesultanan Demak, Kesultanan Mataram Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, dan daerah-daerah lain di Jawa. Selama masa kolonial Belanda, topi ini juga dipakai oleh bupati dan bangsawan Jawa, Madura, serta Sunda.

Perubahan besar pada songkok terjadi ketika HOS Tjokroaminoto, seorang bangsawan dari Ponorogo yang mengambil keputusan untuk melepas gelar bangsawannya dan menjadi pemimpin Sarekat Islam. Bersama istrinya, Soeharsikin, tinggal di Kampung Peneleh Surabaya.

Tjokroaminoto melihat bahwa Indonesia harus bebas dari penjajahan dan feodalisme. Ia kemudian memodifikasi teng kuluk Jawa menjadi lebih pendek tanpa hiasan emas sehingga bisa digunakan oleh masyarakat umum, khususnya anggota Sarekat Islam yang tersebar di seluruh Nusantara.

Modifikasi ini dikenal sebagai "kupluk". Aras perannya mempopulerkan penggunaan kupluk, Tjokroaminoto dijuluki "De Ongekroonde Van Java" atau Raja Jawa Tanpa Mahkota oleh kolonial Belanda.

Untuk memenuhi permintaan songkok bagi anggota Sarekat Islam, Tjokroaminoto menginstruksikan cabang Sarekat Islam di Gresik untuk memproduksi. Sejak saat itu, Gresik menjadi pusat industri songkok.

Perjuangan nasionalisme yang diusung oleh Tjokroaminoto diteruskan oleh muridnya, Soekarno. Soekarno mengenakan songkok sebagai simbol perjuangan nasionalis Indonesia. Karena itu, songkok kemudian dikenal dengan sebutan "Songkok Nasional", melambangkan semangat kebangsaan daripada sekadar simbol keagamaan.

Penulis : Rokimdakas

Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas.

Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut

Editor : Redaksi

LAINNYA