x
x

Petani Gembira, Harga Beras Meroket Dongkrak Harga Gabah

Jumat, 29 Des 2023 15:20 WIB

Reporter : Rokimdakas

JATIMKINI.COM, Ada yang aneh pada pola pikir masyarakat yang merasa kasihan terhadap nasib petani karena jarang menikmati keuntungan atas jerih payahnya. Ketika gabahnya memperoleh harga bagus dampak kenaikan harga beras justru yang melontarkan opini akan pentingnya memperbaiki kondisi petani malah mengeluh.

Sejak awal Nopember 2023 konsumen beras sambat karena harga di pasaran meroket, termurah Rp 12.000 yang paling bagus mencapai Rp 16.000 atau naik tiga ribu rupiah dibanding bulan Oktober. Namun lonjakan harga tersebut justru disambut gembira oleh kalangan petani karena bisa mendongkrak harga gabah di kisaran Rp 7.000 per kilogram. Naik dua ribu rupiah dibanding masa panen sebelumnya.

Baru sekarang petani menikmati keuntungan dari menanam padi karena harga gabah menyentuh angka tertinggi, Rp 7 ribu per kilogram. Biasanya hanya di kisaran Rp 4 ribu hingga Rp 5 ribu.

Jika harga gabah di kisaran Rp 5 ribuan petani tidak memperoleh keuntungan.

"Bisakah balik modal saja sudah untung," kata Mubin, warga Desa Termas, Baron, Nganjuk. Menanam padi bagi petani sangat spekulatif karena selain anomali cuaca juga menghadapi predator seperti weteng, burung terutama tikus yang sampai sekarang belum ada yang mampu mengatasi. Jika terserang tikus bisa dipastikan puso, sawahnya ludes.

Tahun 2023, di tengah kondisi cuaca kemarau yang begitu panjang akibat badai topan Elnino, petani masih bisa mengail keuntungan dari menaman jagung. Musim tanam jagung memang dilakukan pada musim kemarau, pengairannya menggunakan pompa diesel dengan bahan bakar gas elpiji. Karenanya pada setiap musim jagung, pasaran elpiji melin 3 Kg di lingkungan pedesaan menjadi langka.

Dibanding gabah, harga jagung tetap tinggi. Saat ini jagung rontok basah dihargai pengepul senilai Rp 7.200 per kilogram. Ini nilai tertinggi selama petani menanam jagung. Biasanya sekitar Rp 5.500. Pendeknya, saat ini petani baru bisa tertawa," kata Yanto, petani Desa Kedung Maling, Kabupaten Mojokerto.

Sukardi menyatakan senada, dia memiliki sawah seluas 10 "bagian", setiap bagian seluas 300 M2. "Panen kemarin jagung saya dibeli secara borongan, per bagian dihargai Rp 8 juta karena ukuran jagungnya tergolong bagus, bentuknya panjang, kondisi bijinya rapat," tuturnya petani di kawasan yang sama saat ditemui di sebuah warung dekat sawahnya.

Bagaimana dengan ketersediaan pupuk? tanya *jatimkini*. "Dari dulu pupuk dipermainkan. Pabriknya terus produksi tapi di pasaran dibikin sulit. Jatah pupuk non subsidi hanya diberi seperempat dari kebutuhan sehingga petani harus membeli pupuk non subsidi. Dari sisi harga memang lebih mahal namun mutunya lebih baik dibanding yang subsidi.

Pupuk Urea per glansing dengan bobot 50 Kg yang subsidi harganya Rp 160 ribu sedang non subsidi dibandrol Rp 300 ribu. Merek Ponska per 25 Kg seharga Rp 290 ribu.

Kalkulasi beaya penggunaan pupuk subsidi dan non subsidi sebenarnya tidak terpaut jauh. "Dari sisi kualitas material maupun pertumbuhan tanaman, penggunaan pupuk non subsidi lebih bagus. Hanya saja buruh pemupukan masih belum memahami ketika menabur, lantaran terbiasa menggunakan pupuk non subsidi, yang terjadi volume jimpitannya disamakan padahal cukup sedikit saja karena pengaruhnya dua kali lipat," terang Yanto yang mengaku tidak pernah membeli pupuk subsidi.

Petani mengetaui bahwa kelangkaan pupuk akibat kongkalong antara pabrik pupuk dengan industri besa lalu mengesampingkan petani yan kebutuhannya jauh lebih kecil.

Misal, pabrik Ajinomoto atau Miwon, untuk sekali pembelian bisa menggunakan puluhan tronton. Jika pemangku kepentingan tidak mengatur secara tegas sistem pasar bebas seperti selama ini, petani akan terus kesulitan pupukk. Kerja petani itu sangat berat, pemerintah jangan membuatnya tambah sengsara.

Editor : Ali Topan

Kopilot
LAINNYA