x
x

Melibatkan Profesional, Rerata Petani Belanda Kaya. Bagian 2

Jumat, 11 Okt 2024 16:46 WIB

Reporter : Ali Topan

JATIMKINI.COM, Dialog tentang pertanian dilanjutkan oleh Rokimdakas dari Jatimkini.com dengan Novianto, profesional agribisnis di kawasan Asia. Tema yang diusung tentang petani Belanda. Perlu diketahui bahwa Novi bekerja pada perusahaan multinasional berpusat di Belanda tang memproduksi varitas unggulan. Berikut memoar yang disampaikan di selah pameran anggrek di Kota Batu, Minggu, 6 Oktober 2024.

Kim : Bagaimana kondisi petani di Belanda?

Novi : Petani di saba rata-rata makmur, kaya-kaya. Mereka bisa membaca tren, menganalisa kebutuhan pasar lalu mencari solusi bersama-sama?

Kim : Lewat organisasi?

Novi : Di Belanda, para petani bersatu dalam sebuah koperasi supaya 'bergaining position'-nya kuat. Salah satu andalan petani di sana adalah budaya korporasinya kuat, mereka bersatu. Misal, petani tomat, yang mereka kelola hanya tomat dsn hanya l ditangani satu pintu.

Kim : Siapa yang menangani menejemen?

Novi : Untuk menjalankan bisnis koperasi, petani membayar profesional. Murni bisnis, mereka digaji juga mendapat komisi. Jadi yang menangani administrasi koperasi, full profesional.

Misal, ada yang butuh tomat sebanyak  lima ton sehari disertai spesifikasi. Itu  dibicarakan bersama para petani dan dikerjakan secara kompak.

Kim : Setelah melihat petani Belanda lalu beralih ke petani Indonesia, apa yang Anda pikirkan?

Novi : Sayang, petani kita suka sikut-sikutan, sikut sana, sikut sini. Pihak yang diuntungkan dari situasi ini adalah bandar. Kemudian bandar melayani pasar atau bandar yang lain.

Seperti pada karut marutnya cabe merah, bandar yang meraup keuntungan besar. Cara 'devide et impera', politik belah bambu dihayati benar oleh bandar untuk memecah belah petani. "Di sana harganya dua puluh, disini kok tiga puluh?". Menghadapi tekanan seperti itu petani berpikir, mereka menjual produk segar jika tidak segera dilepas bisa layu, malah bisa membusuk dan harganya pasti hancur. Situasi tersebut dimainkan oleh bandar untuk meraup keuntungan besar.

Kim : Yang namanya bandar memang nggak punya hati ...

Novi : Petani kita mengertinya cuma sebatas itu. Beda dengan Belanda, mereka dikoperasikan lalu ada profesional, petani hanya fokus menanam sehingga lebih efisien.  Masalah penjualan sudah ada menejemen yang ditangani profesional.

Kim : Di sini kan ada Gapoktan, gabungan kelompok tani?

Novi : Memang banyak kelompok tani tapi dibentuk oleh pemerintah, sifatnya top down bukan bottom up. Karena top down, petani berharap mendapat bantuan.

Tujuan dibentuknya kelompok tani di sini supaya dapat bantuan. Biasanya dengan mengumpulkan foto copy Kartu Keluarga, KTP. Sehingga yang dilakukan  setiap tahun adalah membuat proposal,  bukan bisnis plan atau marketing plan.

Kalau ada bantuan turun, ribut. Jika bantuan traktornya rusak, uncal-uncalan, saling tuduh. "Traktor ini rusak setelah dipakai Pak ini ... bla bla bla..." Karena tidak dikelolah dengan baik akhirnya nggelethak, rusak  Itu masalah klasik. Dari dulu sampai sekarang terus begitu.

Pokoknya masalah petani di Indonesia seru thok .. Hahahaha ....

(Bersambung)

Editor : Ali Topan

LAINNYA