Reporter : Bagus Suryo
JATIMKINI.COM, Sentot merasakan betapa sulitnya mendapatkan elpiji 3 kg. Perajin keripik tempe itu sempat kelabakan lantaran elpiji bersubsidi langka.
"Tetangga saya, perajin keripik tempe, sampai berhenti produksi," tegas Sentot, perajin keripik tempe di sentra industri tempe dan keripik Sanan, Kota Malang, Jawa Timur, Selasa (25/7).
Dapur milik sejumlah perajin pun tak mengepul. Mereka terpaksa berhenti atau menunda produksi gara-gara kelangkaan elpiji 3 kg. Memang ada elpiji 12 kg, tapi harganya di atas Rp200 ribu per tabung. Bagi perajin, menggunakan elpiji 12 kg akan mempercepat bangkrut. Cara satu-satunya ialah menunggu sampai pasokan elpiji 3 kg normal.
Di sentra industri tempe Sanan ada sekitar 530 perajin. Saban hari, setidaknya membutuhkan 3.500 tabung elpiji 3 kg. Gas murah dibutuhkan untuk memasak kedelai bahan tempe dan menggoreng keripik.
"Saya membutuhkan 7 tabung elpiji bersubsidi untuk menggoreng keripik," ungkapnya.
Sentot mengaku sempat kelimpungan saat elpiji subsidi mulai langka sejak Rabu (19/7) yang bertepatan dengan bulan Suro. Kelangkaan paling parah dua hari terakhir. Elpiji subsidi benar-benar kosong di toko-toko pinggir jalan.
"Saya sempat mencari elpiji 3 kg di warung-warung pinggir jalan, harganya Rp20 ribu sampai Rp22 ribu per tabung," katanya.
Kini, pangkalan elpiji di sentra industri tempe Sanan hanya melayani pelanggan. Yang bukan pelanggan tak dilayani sekalipun ia perajin tempe. Hal itu membuat sejumlah perajin tempe dan keripik memutuskan menunda produksi.
"Saya masih produksi keripik karena sebagai pelanggan elpiji di pangkalan," ujarnya.
Perajin keripik tempe lainnya, Trinil Sri Wahyuni menyatakan pembelian elpiji 3 kg dibatasi. Semula bisa membeli sampai 7 tabung, sekarang ia hanya dijatah 3-4 tabung elpiji 3 kg per hari.
Menurut Trinil, gas elpiji subsidi diperlukan untuk perajin tempe dan keripik yang kebanyakan usaha mikro kecil. Apalagi, sekarang masih proses pemulihan ekonomi pascapandemi.
Sekitar 100 kepala keluarga di RT 5 RW 15 tak terpengaruh kelangkaan elpiji karena memanfaatkan biogas dari kotoran sapi. Perajin lainnya masih menggunakan gas elpiji dan kayu bakar untuk produksi.
"Gas elpiji diperlukan untuk proses memasak kedelai bahan tempe selama 7 jam," tutur Trinil Sri Wahyuni yang menjabat Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kampung Sanan.
Adapun proses produksi menggoreng keripik bisa 10 jam mulai pukul 06.00 WIB sampai 16.00 WIB. Kapasitas produksi keripik tempe di Usaha Dagang Mirah Rezeki milik Trinil mencapai 300-400 kg per hari.
Sementara itu, Kepala Bidang Perdagangan Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kota Malang Mochamad Baihaqie menyatakan sudah berkoordinasi dengan Ketua Hiswana Higas, Yusuf. Penyebab kekosongan elpiji 3 kg di beberapa lokasi karena kuota tahun ini berkurang dari tahun lalu. Di sisi lain, permintaan meningkat kendati pendistribusian dari Pertamina tidak ada kendala.
"Distribusi elpiji 3 kg harus tepat sasaran karena elpiji bersubsidi. Sasaran (elpiji 3 kg) sekarang harus usaha mikro seperti pedagang makanan," pungkasnya.
Editor : Redaksi