Reporter : Rochman Arief
JATIMKINI.COM, Di tengah tuntutan global untuk menekan emisi karbon, pelabuhan-pelabuhan di Indonesia mulai bergerak menuju sistem yang lebih ramah lingkungan. Upaya tersebut tampak dalam kunjungan yang dilakukan Pusat Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan (PPTB) Kementerian Perhubungan RI.
Mereka tengah berkunjung ke tiga pelabuhan strategis di Pelabuhan Tanjung Perak, yang meliputi PT Terminal Teluk Lamong (TTL), Terminal Petikemas Nilam (TPK Nilam), dan PT Berlian Jasa Terminal Indonesia (BJTI), pada 25 Juni lalu.
Kunjungan ini tak sekadar seremonial. Bagi PPTB, kegiatan ini menjadi langkah konkret memperkuat sinergi antara pemerintah dan BUMN kepelabuhanan dalam mewujudkan pelabuhan dengan pengelolaan green port—pelabuhan yang tidak hanya fokus pada efisiensi logistik, tetapi juga keberlanjutan lingkungan.
Tim Kemenhub yang terdiri atas Rachmat Budi Setiawan, Linda Evans, Dina Kartika, serta Danawirya Silaksanti meninjau penerapan manajemen energi dan konservasi di lapangan. Mereka berharap praktik baik ini tak berhenti di Teluk Lamong atau Tanjung Perak saja, melainkan dapat direplikasi di pelabuhan sungai, danau, dan penyeberangan yang tersebar di seluruh Indonesia.
PT Terminal Teluk Lamong menjadi salah satu pionir dalam penerapan pengelolaan green port di Indonesia. Senior Manager Quality, Health, Safety, Security, and Environment TTL, Anang Januriandoko, menyebut kunjungan ini sebagai ruang berbagi sekaligus validasi atas langkah-langkah keberlanjutan yang telah mereka jalankan.
“Selama ini kami berupaya konsisten menerapkan pengelolaan energi yang efisien dan berkelanjutan. Kami sangat mengapresiasi perhatian dari Kementerian Perhubungan RI,” ujar Anang.
Di TTL, penggunaan energi bersih bukan jargon. Peralatan bongkar muat seperti automatic stacking crane (ASC), ship to shore crane (STS), dan grab ship unloader (GSU) telah sepenuhnya menggunakan energi listrik. Teknologi ini secara signifikan mengurangi konsumsi energi dan emisi karbon.
TTL juga mengelola konsumsi energi melalui komite energi dan telah menerapkan sistem manajemen energi berbasis ISO 50001:2018. Di sisi infrastruktur, penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan lampu-lampu berbasis tenaga surya menjadi bagian dari transformasi menuju pelabuhan hijau yang berkelanjutan.
Komitmen serupa juga dijalankan oleh Terminal Petikemas Nilam. Di sana, konservasi energi ditempuh melalui penggunaan biosolar B40, konversi lampu Son-T ke LED, serta pemanfaatan shore connection, teknologi yang memungkinkan kapal mendapatkan pasokan listrik dari darat sehingga mesin kapal dapat dimatikan saat sandar. Mereka juga merencanakan pengoperasian electric rubber tired gantry (ERTG) pada awal 2026.
Sementara itu, PT Berlian Jasa Terminal Indonesia (BJTI) tengah mengakselerasi konversi alat operasionalnya. Harbour mobile crane (HMC) dan RTG konvensional mereka mulai beralih ke versi listrik dan baterai. Langkah ini diyakini memberikan dampak signifikan.
“Konversi HMC dan RTG ini tak hanya mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak, tapi juga menekan emisi gas buang dan memberi efisiensi besar bagi perusahaan,” jelas Adi Sugiri, Direktur Komersial dan Teknik PT BJTI.
Danawirya Silaksanti, Pengendali Dampak Lingkungan Ahli Muda Kemenhub RI, mengapresiasi komitmen ketiga pelabuhan tersebut. Baginya, konsistensi dalam menerapkan konservasi energi harus terus dijaga dan disebarluaskan ke seluruh ekosistem pelabuhan Pelindo dan subholdingnya.
PPTB juga mendorong agar pelabuhan-pelabuhan aktif melaporkan manajemen energi mereka melalui sistem daring yang terhubung dengan Kementerian ESDM. Langkah ini menjadi bagian dari amanat Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2023 tentang Konservasi Energi. PPTB siap memfasilitasi pembukaan akun Pelaporan Online Manajemen Energi (POME) untuk memastikan pelaksanaan kebijakan ini berjalan.
Transformasi menuju pengelolaan green port tidak hanya soal investasi teknologi, tapi juga perubahan pola pikir dan konsistensi dalam menjaga keberlanjutan. Upaya ini menjadi langkah penting agar pelabuhan-pelabuhan di Indonesia tak hanya menjadi simpul logistik, tapi juga bagian dari solusi krisis iklim.
Editor : Rochman Arief