x
x

Gagal Jadi Seniman. Why?

"Banyak yang ingin populer tapi tak sanggup berpeluh. Dikiranya alam bisa diakali tanpa diketaui orang lain. Dan, di ujung perjalanan memburu mimpi, mereka tersesat dalam labirin."

Di zaman ketika satu video viral bisa melambungkan popularitas seseorang,  obsesi menjadi seniman menjelma seperti membeli mi instan. Tinggal seduh, aduk lalu makan lalu berharap publik memberi standing ovation.

Hari ini, menjadi seniman bukan lagi perkara bernapas dalam sunyi sambil merenungi makna hidup tetapi tentang branding, apresian dan konten yang menawan. Tak sedikit orang berpikir  cukup tampil eksentrik, bicara ngelantur sok puitis, unggah karya seadanya maka dunia akan mengangkatnya ke panggung apresiasi. Sayangnya, panggung yang kokoh tidak dibangun dengan gaya-gayaan melainkan karya  impresif.

Kegagalan menjadi seniman sejatinya bukan kutukan melainkan hasil dari kekeliruan yang berlangsung panjang.  Lemahnya dedikasi dan intensitas, dangkalnya intelektualitas serta spiritualitas kering.

Banyak yang ingin naik ke langit tapi tak mau memanjat tangga pengetauan dan pengalaman yang memerah keringat, bahkan darah dan air mata.

Menjadi seniman itu tak ubahnya bercocok tanam, harus tau kapan menyemai, merawat dan menanti panen. Tapi generasi hari ini ingin hasil tanpa menabur, ingin panen tanpa berkeringat. Mereka cinta seni seperti cinta satu malam, gairahnya sesaat, tapi tanpa komitmen serius.

Ironisnya, banyak dari mereka yang terobsesi jadi seniman justru lebih sibuk mengubah penampilan agar terlihat berjiwa seni daripada mempertajam isi kepala. Berpakaian nyentrik, bicara setengah absurd, selfie di studio sambil merokok dalam pose kontemplatif namun karya yang dihasilkan tak lebih dari tiruan setrngah matang, bantat.

Mereka lebih sibuk membuat biodata profil seniman daripada berkarya. Lebih sibuk tampil di forum-forum diskusi seni daripada membaca buku seni. Lebih bangga dipanggil “seniman” oleh teman-temannya daripada diam-diam menulis puisi, melukis atau berlatih peran berjam-jam saat yang lain tidur.

SYARAT SENIMAN

Adagium berkata, “Seniman sejati adalah yang sanggup bersemedi dalam luka lalu melahirkan makna.”

Untuk menjadi seniman ada sejumlah syarat yang tak bisa ditawar, antara lain dedikasi, bukan hanya semangat sesaat  tapi pengabdian jangka panjang. Kedisiplinan: Waktu 24 jam sudah cukup, asal tidak dihabiskan untuk berwacana kosong.

Pengetauan: Seni tanpa wawasan hanyalah kerajinan tangan yang tersesat. Keterampilan: Mengasah teknik ibarat menajamkan pisau, harus dilakukan setiap hari.

Spiritualitas: Agar karya tidak hanya memanjakan mata tapi juga menggugah jiwa. Karya yang diolah dengan hati maka kekuatannya akan menyentuh hati siapa pun. Sebaliknya, karya yang diolah dengan merekayasa pikiran kurang  menarik perhatian.

Lihatlah perjalanan Affandi, pelukis legendaris yang hidup dalam kesederhanaan, rela mengayuh becak  namun tetap melukis di sela peluh dan lapar. WS Rendra yang membangun Bengkel Teater dari nol, membaca ratusan buku besar dan menghidupi panggung dengan kedalaman spiritual. Atau Sapardi Djoko Damono yang menulis puisi dengan bahasa sesederhana hujan namun sedalam samudra pengetauan.

Seniman besar tersebut tidak lahir dari kontes popularitas namun dari lorong-lorong sunyi. Dari meja kerja yang tak pernah bersih dari coretan ide.  Dari kesetiaan pada proses yang menyiksa  namun sarat nilai.

GILA PUJIAN

Fenomena tragis hari ini adalah lahirnya seniman-seniman dadakan yang menggilai pujian daripada proses. Mereka merasa sukses hanya karena mendapat seribu like padahal substansi karyanya melompong. Ketika pujian datang terlalu cepat, kritik menjadi musuh. Mereka tidak bergairah belajar tapi hanya menunggu disanjung.

Mereka lupa bahwa panggung bukan tempat bermain-main melainkan medan spiritual, intelektual dan emosional. Panggung akan mempermalukan bagi yang belum matang. Dan seringkali yang tampil bukan menjadi bintang tapi badut.

Jangan ingin menjadi seniman hanya karena ingin hidup enak. Seni bukan profesi pelarian dari kerja keras tapi  justru bentuk kerja keras yang tak kelihatan. Jika hanya ingin tepuk tangan, masuklah ke dunia hiburan. Tapi jika ingin membekas dalam sejarah peradaban, siapkan tubuh dan jiwa untuk luka yang panjang.

Karena seniman sejati bukan mereka yang dipuja dalam semalam tapi  yang tetap berkarya meski tak ada yang menonton. Mereka yang memahami bahwa jalan seni bukan karpet merah tapi jalan setapak penuh onak yang mengantar manusia mendekati kemanusiaannya sendiri. Sebab menjadi manusia, persoalan bagi manusianya  sendiri.

Penulis : Rokimdakas

Wartawan & Penulis

Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas.

Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut

Berita Terbaru
Selasa, 08 Jul 2025 19:58 WIB

Kadin Jatim Sebut Tarif Impor AS 32% Justru Bikin Peluang Besar Ekspor Tekstil

JATIMKINI.COM, Kebijakan tarif impor sebesar 32% yang diterapkan pemerintahan Presiden Donald Trump terhadap produk dari berbagai negara Asia menciptakan
Selasa, 08 Jul 2025 18:06 WIB

Problem Pendidikan, SDN Sepi Peminat

Di tengah mimpi besar menuju Indonesia Emas 2045, negeri ini justru dihantui fenomena penuh tanda tanya, mengapa Sekolah Dasar Negeri makin ditinggalkan
Selasa, 08 Jul 2025 16:21 WIB

PLN Elektrifikasi 21 Ribu Petani Buah Naga di Banyuwangi, Dorong Ekonomi Kerakyatan

PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi (UID) Jawa Timur terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung sektor pertanian berkelanjutan melalui program electrifyin
Selasa, 08 Jul 2025 15:37 WIB

Frank & co., Hadirkan Kemewahan Intim di Tengah Kota Surabaya

Frank & co., membuka gerai kelima di Surabaya, yang mengusung berlian dengan konsep perpaduan keintiman dan kemewahan menyatu.
Selasa, 08 Jul 2025 14:35 WIB

Pelatihan SDM Jadi Kunci TPS Tingkatkan Kinerja Terminal

TPS menjawab tantangan tata kelola pelabuhan melalui pelatihan SDM guna mendorong transformasi terminal bertaraf internasional.
Selasa, 08 Jul 2025 13:17 WIB

Kelompok Mahasiswa 96 UPN Veteran Dampingi RW 5 Pilang Makmur. Tujuaannya Ini

Guna menyiapkan kegiatan Lomba Kelurahan Berseri tingkat Kota Surabaya kelompok mahasiwa KKN 96 Universitas Pembanguna Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur