Reporter : Rochman Arief
JATIMKINI.COM, Pelaku usaha ritel harap-harap cemas selama bulan Ramadan hingga Hari Raya Idulfitri 2025. Masalahnya pertumbuhan gerai ritel dan basket size atau keterisian keranjang belanja makin mengecil.
Hantu pengurangan pegawai memperburuk nafas penyewa ruang maupun pelaku ritel. Tidak tertutup kemungkinan bila daya beli masyarakat turun berdampak pada revenue.
Ketua Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Jawa Timur, April Wahyu Widati tidak menampik turunnya daya beli masyarakat berpengaruh pada sektor ritel.
“Apa yang disampaikan BPS (Badan Pusat Statistik), itu betul. Daya beli masyarakat benar-benar turun saat ini,” kata April, di sela Ngobrol Biznis dengan Apindo Jatim dan CIMB Niaga di Samator Hotel, Surabaya, Senin (24/3/2025).
Persoalan yang tidak kalah pelik adalah fenomena jasa titip barang dari luar negeri dan downtrading. Menurut April, jasa titip kelihatannya sepele dengan nilai kecil tapi bisa memangkas minat belanja.
“Penyedia jastip bisa mendapat cuan gede dari tingginya nilai tukar dolar Amerika Serikat,” tegas April.
Begitu juga dengan downtrading yang sudah terlihat sejak kuartal ketiga 2024. Di mana banyak konsumen lebih memilih produk harga ekonomis dengan ukuran lebih besar.
“Tahun 2024 lalu spending money untuk belanja second brand masih tinggi. Sekarang, hingga awal 2025, justru downtrading yang lebih dominan,” imbuh April.
Second brand adalah merk alternatif produk, yang biasanya dari merk premium beralih ke merk alternatif yang terjangkau harganya. Menurut April, belanja konsumsi second brand pada 2024 sudah melambat dibandingkan dengan 2023.
“Tahun ini tantangannya jauh lebih berat, karena konsumen lebih memilih downtrading. Ditambah dengan masyarakat lebih menahan duitnya,” ungkap wanita kelahiran Ponorogo, Jawa Timur ini.
Prospek bisnis ritel dan penyewa ruang ritel tahun ini diperkirakan tak sebagus tahun sebelumnya. Meski tidak menyebut angka penurunan, April mengaku banyak parameter yang bisa dijadikan acuan.
Bulan puasa Ramadan tahun ini kenaikannya tidak lebih dari double digit. Padahal tahun-tahun sebelumnya, pertumbuhan konsumsi pada Ramadan bisa mencapai 20-25 persen. Sementara belanja Ramadan dan Lebaran berkontribusi pada pertumbuhan ritel tahunan hingga 40 persen.
Hippindo khawatir bila kondisi perekonomian tidak kunjung membaik bisa memukul penyewa maupun pelaku usaha ritel. “Dampak terburuknya tutup usaha,“ ia memungkasi.
Sejalan dengan itu, ia berharap pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tidak kontraproduktif dengan kebutuhan pelaku usaha. Sebut saja kemudahan berinvestasi, kenaikan pajak, dan kenaikan UMK yang bisa menghambat konsumsi belanja.
Editor : Rochman Arief