x
x

Puasa Transformasi Kesempurnaan Batin

Rabu, 05 Mar 2025 12:44 WIB

Reporter : Redaksi

Puasa dalam tradisi Islam bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, melainkan sebuah laku spiritual yang bertujuan membersihkan jiwa dan memperbaiki akhlak manusia.

Konsep ini telah menjadi bagian penting dalam tradisi tasawuf, di mana puasa dipandang sebagai sarana penyucian diri yang melibatkan aspek lahiriah sekaligus batiniah.

Dalam hadis Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda:

"Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak manusia agar menjadi lebih mulia." (HR. Ahmad)

Hadis ini menegaskan bahwa tujuan utama risalah kenabian adalah pembentukan akhlak yang mulia. Puasa menjadi salah satu jalan penting dalam menempuh kesempurnaan akhlak tersebut.

Dalam tradisi tasawuf, puasa tidak hanya dipandang sebagai kewajiban syariat, melainkan sebagai jalan penyucian batin (tazkiyah al-nafs).

Para sufi meyakini bahwa manusia memiliki dua dimensi dalam dirinya: jasmani dan ruhani.

Puasa menjadi sarana untuk menyeimbangkan kedua aspek tersebut, di mana pengendalian hawa nafsu lahiriah akan berpengaruh pada kebersihan batiniah.

Imam Al-Ghazali, salah satu pemikir besar dalam dunia Islam, menekankan bahwa puasa yang sempurna adalah puasa yang melibatkan hati dan pikiran, bukan sekadar menahan lapar.

Dalam karyanya Ihya' Ulumuddin, Al-Ghazali menyatakan:

"Hakikat puasa adalah menahan hawa nafsu dari segala keinginan yang merusak, baik yang tampak maupun yang tersembunyi."

Menurut Al-Ghazali, puasa yang hanya menahan lapar dan dahaga tanpa mengendalikan hawa nafsu seperti amarah, iri, dan perkataan sia-sia, hanyalah puasa jasmani yang belum menyentuh makna hakiki.

Pendapat ini sejalan dengan pemikiran Ibn Qayyim al-Jauziyah, seorang ulama besar lainnya, yang menekankan bahwa puasa merupakan latihan spiritual yang bertujuan membersihkan jiwa dari sifat-sifat buruk.

Dalam bukunya Madarij al-Salikin, Ibn Qayyim menyatakan bahwa puasa yang benar akan menumbuhkan sifat sabar, tawadhu', dan kasih sayang kepada sesama.

Transformasi Akhlak

Puasa memiliki dampak besar dalam membentuk karakter manusia. Ketika seseorang menahan lapar, ia tidak hanya merasakan penderitaan fisik, tetapi juga belajar memahami penderitaan orang lain yang kekurangan.

Perasaan empati inilah yang menjadi salah satu inti dari ajaran tasawuf.

Selain itu, puasa juga melatih kesabaran dan pengendalian diri.

Imam Al-Ghazali menekankan bahwa puasa adalah latihan untuk menahan nafsu yang menjadi akar dari segala dosa. Dengan menahan nafsu, manusia mampu menumbuhkan sifat-sifat terpuji seperti rendah hati, ikhlas, dan kasih sayang.

Dalam kehidupan modern, puasa menjadi semakin relevan di tengah gaya hidup serba konsumtif.

Dengan berpuasa, manusia diajak untuk merenungkan makna hidup, menahan diri dari nafsu duniawi, dan memperkuat hubungan spiritual dengan Allah.

Dimensi Sosial Puasa

Selain berdampak pada individu, puasa juga memiliki dimensi sosial yang kuat. Puasa melatih solidaritas sosial dan kepedulian terhadap sesama.

Melalui puasa, manusia diajak untuk merasakan penderitaan orang-orang yang kurang beruntung, sehingga mendorong munculnya sifat dermawan dan kasih sayang.

Ibn Arabi, seorang sufi besar, menyatakan bahwa puasa adalah bentuk penyelarasan diri dengan kehendak Tuhan dan sarana untuk memperkuat hubungan sosial. Ia menulis:

"Puasa adalah cara untuk merasakan kelaparan mereka yang lemah, agar hati menjadi lembut dan penuh kasih sayang."

Dalam konteks ini, puasa bukan hanya ibadah pribadi, tetapi juga bentuk kontribusi sosial yang memperkuat solidaritas antarumat manusia.

Dengan semua dimensi tersebut, puasa menjadi jalan menuju kesempurnaan akhlak yang diinginkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Puasa mengajarkan manusia untuk menahan amarah, memaafkan kesalahan orang lain, dan memperbanyak ibadah.

Dalam perspektif tasawuf, puasa adalah laku spiritual yang mengantarkan manusia pada maqam (tingkatan) yang lebih tinggi dalam perjalanan menuju Allah.

Al-Ghazali menyebut maqam ini sebagai maqam ridha, yakni keadaan di mana manusia merasa puas dengan segala ketetapan Allah dan tidak lagi terikat pada hawa nafsu duniawi.

Puasa bukan hanya ritual ibadah, melainkan proses transformasi akhlak yang mendalam.

Dalam tradisi tasawuf, puasa adalah laku spiritual yang bertujuan menyucikan hati, memperkuat hubungan dengan Allah, dan menumbuhkan sifat-sifat terpuji dalam diri manusia.

Pendapat para pemikir seperti Imam Al-Ghazali dan Ibn Qayyim al-Jauziyah menegaskan bahwa puasa yang sempurna adalah puasa yang melibatkan hati, pikiran, dan perbuatan.

Dalam dunia yang semakin materialistik, puasa menjadi pengingat bahwa kebahagiaan sejati terletak pada pengendalian diri dan kasih sayang kepada sesama.

Dengan demikian, puasa bukan sekadar kewajiban syariat, tetapi jalan menuju kesempurnaan akhlak yang menjadi tujuan utama kehidupan manusia.

Seperti sabda Nabi Muhammad SAW, tujuan akhir dari semua ibadah adalah menyempurnakan akhlak agar manusia menjadi lebih mulia di hadapan Allah dan sesama manusia.

Penulis : Bambang Eko Mei
Pemerhati Sosial

Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas.

Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut

 

            

Editor : Redaksi

LAINNYA