Indonesia semakin ruwet. Bukan hanya korupsi yang sudah mendarah daging dari tukang parkir hingga pejabat BUMN tetapi juga premanisme, geng motor, dan kelompok intoleran yang semakin merajalela. Dunia usaha pun tak lepas dari ancaman dari organisasi masyarakat yang meminta jatah proyek, pungutan liar berkedok "uang keamanan" hingga pungutan di perizinan yang membebani pengusaha.
Di negeri ini berusaha jujur sama sulitnya dengan berjalan di ladang ranjau. Setiap langkah dihadang oleh preman berseragam atau tidak yang semua mengatasnamakan kepentingan.
Seorang pengusaha pernah mengeluh, "Enak jadi pejabat, tinggal duduk, uangnya tambah terus. Sedangkan kami sebagai pengusaha harus pontang-panting memastikan pegawai tetap digaji, cicilan bank dibayar dan usaha tetap berjalan."
Situasi ini jelas tidak sehat. Negara seakan tunduk kepada para pemalak sementara rakyat yang taat hukum malah jadi korban. Jika dibiarkan, premanisme yang menunggangi birokrasi ini akan semakin memperburuk iklim investasi.
SAATNYA TEGAS
Presiden Prabowo dengan latar belakang militernya diharapkan tidak hanya keras terhadap koruptor tetapi juga terhadap para perusuh keamanan. Sudah waktunya TNI dan Polri diberi mandat untuk menindak tegas para penjahat yang menghambat ekonomi bangsa. Kita butuh ketegasan seperti di era Orde Baru saat operasi penumpasan preman dilakukan secara sistematis dan efektif.
Mereka yang merampas hak rakyat atas rasa aman tak bisa hanya ditindak dengan pendekatan normatif. Negara tak boleh kalah oleh segelintir penjahat yang bertopeng ormas atau berkedok agama. Jika negara-negara lain bisa memberantas premanisme mengapa Indonesia harus terus tunduk?
NEGARA LAIN
Dalam menjaga keamanan lingkungan perlu melihat China. Negara ini terkenal dengan kebijakan tangan besinya dalam menangani kejahatan. Geng kriminal dan korupsi diberantas tanpa kompromi dengan hukuman mati sebagai ancaman nyata bagi pelaku kejahatan besar.
Filipina. Presiden Rodrigo Duterte pernah menjalankan perang terhadap kejahatan jalanan dan narkoba dengan pendekatan ekstrem. Meski kontroversial, kebijakannya berhasil menurunkan tingkat kriminalitas secara signifikan.
Singapura. Negara ini memiliki sistem hukum yang sangat tegas terhadap premanisme dan kejahatan ekonomi. Pungutan liar dan pemalakan nyaris tidak ditemukan karena hukuman yang berat dan penegakan hukum yang konsisten.
Indonesia harus meniru ketegasan ini. Kita tidak perlu berdebat panjang soal HAM jika yang kita hadapi adalah pelanggar HAM itu sendiri. Keselamatan rakyat jauh lebih penting dibandingkan retorika hukum yang kerap kali hanya melindungi pelaku kejahatan.
Pelabuhan Tanjung Priok adalah contoh nyata di mana premanisme masih merajalela. Sopir truk dipalak, ditodong celurit, dipaksa membayar agar bisa bekerja. Ini baru satu titik. Jika ditelusuri, praktik serupa terjadi di berbagai sektor. Dunia usaha dihantui ketidakpastian, dan investor mulai enggan menanamkan modal di Indonesia.
Ketua Apindo, Shinta Widjaja Kamdani sudah memperingatkan bahwa situasi ini membahayakan ekonomi nasional. "Jika dibiarkan, kondisi ini berpotensi menurunkan daya saing Indonesia sebagai tujuan investasi," tegasnya.
Sampai kapan kita akan membiarkan preman berkuasa? Jika negara terus ragu-ragu, maka jangan salahkan rakyat jika suatu hari mereka memilih untuk menegakkan keadilan dengan caranya sendiri.
Sudah waktunya Indonesia bebas preman!
Penulis : Rokimdakas
Wartawan & Penulis
Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas.
Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut
Editor : Redaksi