x
x

Tentang Pajak Zaman Dulu di Eropa

Senin, 17 Feb 2025 10:14 WIB

Reporter : Redaksi

Di Eropa pada zaman dahulu, kesenjangan sosial sangat mencolok. Rakyat jelata hidup dalam kemiskinan, sementara raja dan para bangsawan menikmati kekayaan berlimpah. Struktur masyarakat yang feodal membuat sebagian besar kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir orang yang dekat dengan kekuasaan.

Pajak yang diberlakukan pun semakin membebani rakyat kecil, sementara kaum bangsawan sering kali terbebas dari kewajiban membayar pajak. Dalam sistem ini, ketika seorang raja membutuhkan dana tambahan untuk perang, pembangunan istana, atau sekadar memenuhi gaya hidup mewahnya, solusinya sederhana: menaikkan pajak.

Namun, yang dikenakan pajak bukanlah orang-orang kaya atau para bangsawan, melainkan rakyat jelata yang sudah hidup dalam kesulitan. Pajak dikenakan pada barang dan kebutuhan dasar, seperti pajak topi, pajak jendela, pajak tungku perapian, dan pajak garam.

Salah satu contoh paling terkenal dari sistem pajak yang tidak adil ini terjadi di Prancis pada abad ke-18. Saat itu, Raja Louis XVI berkuasa, tetapi negara mengalami krisis keuangan yang parah akibat perang yang mahal, termasuk keterlibatan dalam Perang Kemerdekaan Amerika. Untuk menutupi defisit, pemerintah terus menaikkan pajak rakyat tanpa menuntut kontribusi dari para bangsawan dan rohaniwan, yang termasuk dalam golongan kelas istimewa.

Pajak Gabelle

Salah satu pajak yang paling dibenci adalah Gabelle, atau pajak garam. Garam adalah komoditas yang sangat penting pada masa itu karena digunakan tidak hanya untuk memasak, tetapi juga untuk mengawetkan makanan di masa sebelum kulkas ditemukan.

Pemerintah Prancis memonopoli perdagangan garam, dan setiap orang diwajibkan membeli garam dalam jumlah tertentu dengan harga yang sangat tinggi. Sistem ini sangat tidak adil karena rakyat miskin yang membutuhkan garam dalam kehidupan sehari-hari harus membayar mahal, sementara kaum bangsawan memiliki akses bebas terhadap garam tanpa dikenakan pajak. Ketidakadilan ini menjadi salah satu pemicu utama kemarahan rakyat.

Seorang filsuf Prancis, Voltaire, pernah menulis kritik tajam terhadap pajak ini, mengatakan bahwa sistem pajak yang membebani rakyat kecil sambil membebaskan kaum elite adalah bentuk ketidakadilan yang mencerminkan pemerintahan yang korup.

Revolusi Prancis

Ketika krisis ekonomi semakin memburuk dan rakyat tidak mampu lagi menanggung pajak yang berat, pemberontakan mulai terjadi. Pada tahun 1789, rakyat Prancis melancarkan Revolusi Prancis, yang menjadi salah satu peristiwa paling bersejarah dalam dunia modern.

Revolusi ini diawali dengan Pengambilan Bastille pada 14 Juli 1789, di mana rakyat menyerbu penjara Bastille di Paris sebagai simbol perlawanan terhadap rezim yang menindas. Dari sana, revolusi semakin meluas, dan sistem monarki mulai runtuh.

Pada 1793, puncak kemarahan rakyat mencapai titik akhir ketika Raja Louis XVI ditangkap dan dihukum mati dengan guillotine. Eksekusi tersebut disaksikan oleh ribuan orang di alun-alun kota, dan kepala sang raja dipertontonkan sebagai bukti bahwa kekuasaan absolut raja telah berakhir.

Setelah itu, Perancis memasuki era baru dengan berbagai perubahan besar, termasuk penghapusan sistem feodal, reformasi hukum, dan penghapusan pajak-pajak yang menindas rakyat kecil. Kisah pajak zaman old di Eropa, terutama di Prancis, memberikan pelajaran berharga bahwa ketidakadilan dalam sistem pajak bisa menjadi pemicu perlawanan rakyat.

Ketika pajak hanya membebani rakyat kecil sementara kaum kaya dan berkuasa justru diuntungkan, ketimpangan sosial semakin dalam dan dapat menyebabkan gejolak besar. Revolusi Prancis membuktikan bahwa ketika rakyat sudah terlalu muak dengan sistem yang tidak adil, mereka tidak akan segan untuk menggulingkan penguasa, bahkan dengan cara yang paling brutal sekalipun.

Kejadian ini menjadi pengingat bagi setiap pemerintahan di dunia bahwa kebijakan pajak yang tidak adil bisa menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja.

Penulis : Bambang Eko Mei
Pemerhati Sosial

Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas.

Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut

 

Editor : Redaksi

LAINNYA