Reporter : Rochman Arif
JATIMKINI.COM, Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tahun 2024 yang mencapai 4,93 persen mencerminkan lesunya daya beli. Selain itu, masalah eksternal juga memberi dampak terhadap terhadap kekuatan ekonomi dalam negeri.
Pengamat ekonomi dari Universitas Brawijaya, Prof Candra Fajri Ananda menilai pertumbuhan ekonomi Jatim 2024 masih di bawah target. Namun demikian, ia menilai angka tersebut masih berada dalam koridor pemerintah.
“Harus diakui bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang konsumsi masyarakat. Nah yang terjadi pada 2024, daya beli menurun yang berpengaruh pada permintaan,” katanya melalui sambungan telepon, Kamis (6/2/2025).
Pada dasarnya pertumbuhan ekonomi masih mencerminkan kekuatan daya beli. Hanya saja volume dan angka yang dibelanjakan tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.
Ia kemudian mencontohkan pusat perbelanjaan masih ramai. Ini menandakan daya beli masih terjaga dengan baik. Tetapi porsi untuk berbelanja di dalam pusat perbelanjaan, seperti pakaian dan secondary life, cenderung ditahan.
“Ini bisa dilihat dari turunnya dana pihak ketiga (DPK) perbankan, yang salah satunya mencerminkan penurunan daya beli. Mayoritas adalah masyarakat menengah yang memilih menahan belanja,” lanjutnya.
Pengajar mata kulih Kebijakan dan Perekonomian Indonesia ini tidak menampik fenomena healthy life berpengaruh pada DPK. Pekerja di kota-kota besar memilih berolahraga setelah office hour.
“Saat ini masyarakat lebih memikirkan kesehatan setelah Covid-19 berlalu. Uangnya tidak ditabung, tapi mulai memprioritaskan kesehatan,” ia menjelaskan.
Kebijakan Donald Trump setelah dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) tidak memberi pengaruh positif pada ekonomi global. Sebaliknya, kondisi Paman Sam kini seperti panik dengan menebar ancaman menggunakan kekuatan militer.
AS saat ini berupaya menerapkan praktik merkantilisme, yakni berusaha mengoptimalkan perdagangan dalam rangka mendapatkan keuntungan yang melimpah. Praktik ini pernah diterapkan VOC, yakni mengambil bahan baku sebanyak mungkin, diolah menjadi bahan produksi, kemudian dijual dengan harga tinggi.
“Praktik yang dilakukan AS guna mencegah negara-negara lain bergabung dengan BRICS, dan salah satunya Indonesia. AS khawatir kiblat ekonomi berpindah ke Rusia dan China,” ia memungkasi.
Persoalan yang tidak bisa diabaikan adalah ekonomi China juga melambat. China merupakan negara pengolah bahan baku terganjal dengan masuknya bahan baku untuk dijual kembali.
Belum lama ini Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Jatim pada 2024 mencapai 4,93 persen. Sedangkan pada triwulan keempat tumbuh 5,03 persen (y-o-y), namun melambat 0,77 persen jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya atau q to q.
Editor : Rochman Arif