Reporter : Redaksi
Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi tujuan utama investasi asing di kawasan ASEAN. Tetapi tanpa stabilitas politik, sosial, ekonomi beragam upaya untuk menarik investor akan sulit tercapai. Apalagi korupsi sudah membudaya di segala lapisan, dari pejabat hingga juru parkir, ini sangat membahayakan.
Korupsi adalah tantangan besar yang harus diatasi untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif di Indonesia. Tanpa penegakan hukum yang tegas, reformasi birokrasi dan komitmen kolektif untuk memberantas korupsi secara tegas, potensi besar Indonesia sebagai pusat investasi di ASEAN hanya akan menjadi mimpi kering.
Menurut laporan United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) tahun 2023, Indonesia hanya menerima USD 21,63 miliar atau 10% dari total Foreign Direct Investment (FDI) di kawasan ASEAN. Sebaliknya, Singapura yang memiliki birokrasi transparan berhasil menarik USD 159,67 miliar, setara dengan 71% dari total FDI di ASEAN.
Begitu bahayanya korupsi bagi kelangsungan negara maka bagi pelakunya harus dianggap sebagai pengkhianat negara, dengan demikian harus dihukum mati!
Dengan langkah-langkah strategis, Indonesia tidak hanya dapat menarik lebih banyak investor asing tetapi juga menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya.
Korupsi adalah salah satu masalah mendasar yang menghantui Indonesia. Di tengah upaya untuk menarik investasi asing, praktik korupsi di kalangan birokrat menjadi hambatan signifikan yang sulit diatasi. Meskipun pemerintah telah membentuk lembaga antikorupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasilnya belum optimal. Hukuman ringan untuk koruptor sering kali menciptakan persepsi bahwa tindakan korupsi di Indonesia tidak memiliki5 konsekuensi serius, sulit memberantasnya secara tuntas.
MENTALITAS
Praktik korupsi di Indonesia bukan hanya masalah hukum tetapi merupakan cerminan dari mentalitas birokrasi yang lemah. Investor asing sering mengeluhkan proses perizinan yang lamban dan penuh dengan biaya tambahan tak resmi. Situasi ini memperburuk iklim investasi di Indonesia, menciptakan ketidakpastian dan mengurangi daya tarik Indonesia dibandingkan negara-negara tetangga seperti Singapura dan Vietnam yang memiliki tata kelola pemerintahan lebih transparan.
Riset menunjukkan bahwa negara dengan tingkat korupsi tinggi cenderung mengalami stagnasi ekonomi. Menurut Transparency International, peringkat Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index) Indonesia pada tahun-tahun terakhir masih berada di level merah, jauh di bawah negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Malaysia, dan Vietnam. Hal ini mempertegas bahwa korupsi adalah ancaman serius bagi pembangunan nasional.
Salah satu alasan korupsi terus mengakar adalah lemahnya penegakan hukum. Banyak kasus korupsi besar dengan kerugian negara mencapai triliunan rupiah berakhir dengan hukuman ringan. Sebagai contoh, seorang koruptor yang merugikan negara hingga Rp 270 triliun hanya divonis 6,5 tahun penjara sementara seorang ibu miskin yang mengambil sebatang kayu untuk bertahan hidup dijatuhi hukuman 4 tahun penjara. Ketimpangan ini menciptakan persepsi publik bahwa hukum di Indonesia tajam ke bawah tumpul ke atas.
LIHATLAH CHINA
China adalah salah satu negara yang berhasil menekan tingkat korupsi secara signifikan dengan menerapkan hukuman berat bagi koruptor termasuk hukuman mati. Kebijakan pemiskinan koruptor juga dilakukan dengan cara menyita seluruh aset yang diperoleh secara ilegal. Pendekatan ini memberikan efek jera dan menciptakan budaya takut korupsi di kalangan pejabat.
Indonesia dapat mengambil pelajaran dari China. Tanpa hukuman tegas dan komitmen kuat untuk menindak pelaku korupsi, upaya memberantas korupsi akan menjadi omong kosong. Bahkan dengan seribu KPK sekalipun, korupsi akan tetap sulit diberantas jika tidak diiringi dengan reformasi hukum yang menyeluruh.
Memberantas korupsi di Indonesia memerlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan. Perlu melakukan reformasi hukum dan digitalisasi birokrasi. Penguatan lembaga antikorupsi serta edukasi anti korupsi. Dan, yang paling utama, hukum mati koruptor.
Penulis : Rokimdakas
Wartawan & Penulis
Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas.
Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut
Editor : Redaksi