Reporter : Rochman Arief
JATIMKINI.COM, Kadin Jawa Timur memprediksi industri hasil tembaku (IHT) di Indonesia semakin muram. Pemicunya adalah, pemerintah telah menerbitkan PP 28/2024, sebagai pelaksana Undang-undang No 17/2023.
Menurut Ketua Kadin Jawa Timur, Adik Dwi Putranto menyebut di dalam PP 28/2024 sangat memberatkan IHT. Ada tiga poin yang menjadi sorotan publik saat ini seperti keseragaman kemasan, penjualan rokok di dekat lingkungan sekolah, dan promosi atau iklan.
“Saat ini muncul kekhawatiran terkait wacana melakukan standarisasi kemasan rokok. Kebijakan ini berpotensi merugikan pelaku usaha kecil dan menengah,” kata Adik, di sela Kadin Jatim Business Forum, Mingggu (27/10/2024) malam.
Menurutnya, aturan ini seolah-olah mereplikasi kebijakan yang diterapkan Australia. Di mana semua IHT di negara Kanguru wajib mengemas rokok tanpa identitas merek. Kebijakan ini dikhawatirkan berdampak buruk bagi industri rokok nasional.
"Australia bisa menerapkan karena tidak memiliki industri tembakau besar dan tidak punya petani tembakau. Berbeda dengan Indonesia, (terutama) rokok kretek sudah menjadi bagian dari warisan budaya," ia menambahkan.
Dampak lain dari kebijakan ini berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal di pasar. Ditambah dengan fenomena downtrading, yani pola konsumsi masyarakat yang mbbeli rokok lebih murah.
Ini tercermin dari pernyataan Sri Mulyani saat menjabat sebagai Menteri Keuangan di era Presiden Joko Widodo. Ia mengakui fenomena downtrading menyebabkan produksi rokok sepanjang 2023 turun 1,8 persen.
"Jika kemasan diseragamkan, mesin-mesin yang digunakan di industri ini harus diubah. Jelas, masalah ini memberatkan pengusaha kecil dan menengah. Selain itu, potensi peredaran rokok ilegal semakin tinggi," Adik memungkasi.
Sejauh ini industri rokok di Jatim merupakan sektor strategis yang berkontribusi terhadap penerimaan negara. Ia menyebut sektor ini menyumbang sekitar 65 persen dari total penerimaan cukai nasional, mencapai Rp155 triliun, dari total penerimaan negara Rp218 triliun.
Realisasi ini menempatkan Jatim sebagai penyumbang terbesar, dengan kontribusi sekitar 60 persen dari total penerimaan cukai rokok nasional.
Editor : Rochman Arief