JATIMKINI.COM, Program kesejahteraan nelayan di Indonesia saat ini menghadapi tantangan serius terkait sosialisasi kebijakan dan komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat. Berdasarkan pengamatan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), banyak keluhan muncul dari komunitas nelayan di seluruh Nusantara mengenai aturan penangkapan ikan terukur, syarat pelayaran kapal, dan subsidi BBM. Terlebih lagi, adanya tumpang tindih ketentuan antara pemerintah pusat dan daerah semakin memperumit situasi.
Keluhan tersebut, yang sering kali hanya diekspresikan di media sosial dan grup diskusi seperti WhatsApp, mencerminkan kegelisahan dan ketidakpuasan nelayan. Salah satu contoh yang mencolok adalah penolakan terhadap kebijakan Pengelolaan Ikan Terukur (PIT), yang menimbulkan keprihatinan mendalam dan menunjukkan kegagalan komunikasi antara pemerintah dan nelayan. Kebijakan ini dianggap mengancam mata pencaharian para nelayan, terutama nelayan kecil dan menengah.
Menurut Ketua Umum HNSI, Laksamana TNI (Purn) Sumardjono, kegagalan komunikasi ini memperburuk keresahan nelayan karena kebijakan yang ada dianggap mengancam mata pencaharian mereka. Misalnya, batasan penangkapan dan zonasi laut yang diberlakukan melalui peraturan daerah atau gubernur secara signifikan mengurangi luas area yang bisa digunakan untuk menangkap ikan, berdampak langsung pada pendapatan nelayan.
Selain itu, nelayan menghadapi ancaman dari faktor-faktor lain seperti pendangkalan muara dan sungai akibat proyek reklamasi, limbah industri, atau kurangnya pengerukan. Hal ini mengganggu lalu lintas perahu nelayan, merusak ekosistem laut dan pesisir, serta mengurangi populasi ikan. Dalam jangka panjang, kondisi ini akan berdampak negatif pada sumber daya laut dan lingkungan sekitar.
Salah satu penyebab utama permasalahan ini adalah proses sosialisasi kebijakan yang dinilai tidak tepat sasaran, kurang merata, atau bahkan tidak ada sama sekali. Banyak nelayan merasa tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan dan tidak diminta pendapatnya. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan yang mendalam dan semakin memperburuk situasi.
Kebijakan Tidak Komprehensif
Kebijakan pemerintah yang tidak komprehensif ini juga membawa dampak negatif lainnya, seperti peningkatan risiko banjir, pencemaran lingkungan, dan konflik sosial yang muncul dari perbedaan kepentingan antara pemerintah pusat dan daerah, serta antar nelayan itu sendiri.
Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah ini, diperlukan solusi yang melibatkan berbagai pihak, seperti TNI AL, Bakamla, Polisi Air dan Udara (Pol.Airud), KPLP, Pemda, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KP), dan organisasi terkait seperti HNSI.
Editor : Ali Topan