Reporter : Alvian Yoananta
JATIMKINI.COM, Kementerian Keuangan Provinsi Jawa Timur tahun ini akan mengoptimalkan potensi pendapatan negara (APBN) dari 5 sektor prioritas di Jawa Timur yang telah ditetapkan.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jatim I, Sigit Danang Joyo mengatakan 5 sektor prioritas tersebut di antaranya seperti sektor Industri Hasil Tembakau (IHT), sektor perikanan, peternakan, industri dan tambang emas, serta sektor perdagangan.
“Sebanyak 5 sektor prioritas itu merupakan galangan potensi di Jatim. Salah satu acuannya kan target pajak kita naik 8% dari tahun lalu, tetapi pertumbuhan ekonomi Jatim tidak sampai 8%, akhirnya kita harus punya effort untuk menggali potensi tersebut, apalagi banyak usaha di wilayah timur Indonesia yang mendaftarkan dirinya atau berkantor di Surabaya, misalnya perikanan, dan tambang emas,” jelasnya dalam Konferensi Pers APBN KiTA Regional Jatim, Rabu (20/3/2024).
Dia memaparkan, pendapatan negara dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) di Jatim 2024 ditargetkan bisa terealisasi sebesar Rp277,86triliun.
Sampai Februari 2024, pendapatan negara di Jatim sudah tercapai Rp43,06 triliun atau setara 15,50% dari target. Capaian itu terkontraksi -3,34% dibandingkan periode sama tahun lalu.
Tercatat dari sisi penerimaan pajak sampai Februari 2024 mencapai Rp18,22 triliun atau setara 15,12% dari target Rp120,52 triliun. Sedangkan penerimaan Kepabeanan dan Cukai terelasisasi Rp23,59 triliun atau 15,52% dari target Rp150 triliun. Sementara realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tercatat Rp1,25 triliun atau 23,36% dari target Rp5,34 triliun.
“Kalau dari penerimaan pajak saja di DJP Jatim I, II dan III sampai Februari naik 8,43%. Ini menunjukkan tren positif sebagai pemulihan ekonomi dan berlakunya tarif PPN 11%. jadi kami optimitis target sampai akhir tahun bisa tercapai dengan adanya potensi sektor penting tadi, termasuk ada kegiatan lelang bersama, lalu penyitaan yang jadwalnya akan dilakukan setelah Lebaran,” ujarnya.
Sigit menjelaskan, penerimaan PPN dan PPnBM (barang mewah) di Jatim telah menyumbang 60,89% dan PPh non migas 38,48%. Pada 2025, juga direncanakan tarif PPN akan naik menjadi 12% dan diharapkan akan menumbuhkan penerimaan PPN dari 5 sektor prioritas.
Kepala Kanwil Bea Cukai Jatim I Untung Basuki menambahkan, dari sektor IHT, untuk penerimaan cukai memang mengalami kontraksi -18,39%. Hal ini merupakan dampak penurunan pemesanan pita cukai pada periode Desmeber 2023 (fasilitas penundaan bayar 60 hari).
“Produksi rokok sendiri sampai Februari ini tumbuh 1,59 miliar batang atau setara 6,4% (yoy). Pertumbuhan produksi ini akan berdampak pada realisasi Penerimaan cukai pada April nanti karena ada fasilitas penunan bayar cukai 60 hari,” jelasnya.
Namun begitu, tambah Untung, penerimaan bea masuk sampai Februari secara nominal tumbuh 12,43% (yoy), tetapi secara capaian Penerimaan bea masuk terkontraksi -3,39% (yoy). Pertumbuhan penerimaan bea masuk dibebakan tumbuhnya devisa impor 21,05%.
“Sedangkan bea keluar, baik nominal maupun capian terkontraksi -32,92% (yoy) dan 68,65% (yoy). Ini sebabkan turunnya harga referensi CPO dibandingkan 2023, dan netto/volume ekspor komoditas yang dikenai Bea keluar,” imbuhnya.
Pakar Ekonomi Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Trunojoyo Madura, Mohtar Rasyid menambahkan, untuk mencapai target penerimaan negara khususnya dari cukai, pemerintah didorong untuk mengimplementasikan pengenaan cukai produk minuman plastik dan minuman berpemanis.
“Saya berpikir bahwa kita perlu secara kreatif bagaimana memperluas obyek cukai, karena selama ini ada 3 yang kena cukai yakni rokok, etil alkohol (EA) dan minuman mengandung etil alkohol (MMEA). Untuk itu kita perlu mulai mengenalkan/wacana adanya cukai minuman berpemanis,” ujarnya.
Editor : Peni Widarti