x
x

Gapasdap Desak Pemerintah Bikin Regulasi Pengangkutan Kendaraan Listrik

Jumat, 08 Mar 2024 21:58 WIB

Reporter : Alvian Yoananta

JATIMKINI.COM, Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) mendesak pemerintah untuk segera membuat regulasi atau aturan yang jelas terkait prosedur pengangkutan kendaraan listrik mengingat risikonya sangat tinggi dibandingkan kendaraan konvensional (berbahan bakar minyak).

Ketua Bidang Usaha dan Tarif Gapasdap, Rakhmatika Ardianto menjelaskan meski di Indonesia kondisi kapal ferry zero accident, tetapi pengusaha kapal penyebrangan harus tetap waspada mengingat akhir-akhir ini banyak produksi kendaraan listrik yang harus di angkut oleh kapal dan memiliki risiko yang tinggi.

“Seperti yang terjadi kebakaran baru-baru ini, di penyebrangan Merak - Bakauheni telah terjadi 2 kali kebakaran yang disebabkan oleh truk yang mengangkut kendaraan listrik,” ungkapnya kepada media, Jumat (8/3/2024).

Menurutnya, kendaraan listrik yang mengalami kebakaran harus ditangani dengan optimal yakni membutuhkan banyak air dibandingkan kendaraan konvensional yang terbakar. 

Ia mencontohkan, perusahaan manufaktur Tesla menyebut bahwa kendaraan listrik yang terbakar harus dimasukkan/ dicelupkan ke dalam air tawar sebanyak 45 ton, sebab jika kendaraan listrik terbakar akan terjadi ledakan yang cukup besar.

“Nah jika itu terjadi kebakaran di kapal maka penanganannya tidak mungkin dilakukan, karena didalam kapal hanya terdapat hidran untuk penyemprotan air, dan itupun menggunakan air laut. Kita tidak tahu apakah dengan penyemprotan air laut ini bisa memadamkan api karena air laut mengandung garam. Seharusnya ini menjadi tugas pemerintah untuk melakukan kajian yang mendalam terkait hal tersebut,” jelasnya.

Selain itu, untuk memadamkan api pada kendaraan listrik di darat menurut Tesla, dibutuhkan 36.000 galon air. Sedangkan untuk kendaraan berbahan bakar minyak hanya butuh 300 - 1.000 galon. Artinya, kebutuhan air untuk pemadaman bisa 36 kali lipat.

“Nah dengan effort yang seperti itu apabila terjadi di kapal ini akan kesulitan. Seperti yang terjadi di Eropa, kapal pengangkut kendaraan (car carrier) terbakar saat mengangkut kendaraan listrik seperti yang terjadi pada MV Felicity Ace dari Jerman menuju USA yang mengangkut 4.000 kendaraan (281 EV) yang kemudian tenggelam, MV Fremantale di Amsterdam membawa 2.857 (25 EV) juga terbakar. Padahal pabrikan kendaraan tersebut adalah pabrikan untuk mobil mewah seperti Porche,” ungkapnya.

Rakhmatika menambahkan, tidak hanya truk mengangkut kendaraan listrik, saat ini juga banyak orang menggunakan mobil listrik dan sepeda motor listrik. Hal ini pun menjadi kekhawatiran bagi pengusaha kapal penyebrangan. Apalagi kendaraan listrik ini tidak memiliki tanda yang menempel di kendaraan yang menerangkan bahwa kendaraan tersebut merupakan kendaraan listrik. Begitu juga jika kendaraan listrik diangkut di truk, juga tidak ada tanda yg secara khusus menandakan bahwa yang diangkut adalah kendaraan listrik.

“Kami tidak bisa mengidentifikasi dan memberikan perlakuan yang berbeda. Jika kendaraan listrik ada tanda atau pembedanya, maka kita bisa menempatkan kendaraan listrik untuk ditempatkan di tempat yang aman dan tidak membahayakan kendaraan ataupun penumpang lainnya,” imbuhnya.

Tanda ini, menurutnya, harus dikeluarkan oleh pemerintah supaya petugas kapal maupun pihak kepelabuhanan kapal tau informasi tersebut guna memfilter kendaraan berbahaya yang akan di angkut oleh kapal ferry, seperti halnya yang ada di angkutan udara di bandaranya ada X-Ray untuk mengetahui barang barang berbahaya. 

Ia menambahkan, bila ini tidak segera ditertibkan atau disosialisasikan kemasyarakat bahwa mobil listrik bisa terbakar dan meledak, maka akan membahayakan transportasi pengangkutnya, baik melalui kapal, kereta api maupun pesawat udara. 

Ketua KNKT Suryanto menambahkan, perlu persiapan mitigasi risiko dalam implementasi muatan kendaraan listrik termasuk perhitungan klaim asuransi. Manufaktur kendaraan listrik memang melewati pengujian pengendapan di air tawar. Namun, kondisi air tawar berbeda dengan air laut yang sangat konduktif dan berpotensi menimbulkan terjadinya arus pendek pada baterai mobil listrik. Setelah terjadi thermal runway, akan diikuti ledakan.

"Setiap kendaraan harus memiliki product liability insurance, ini juga harus didiskusikan dengan perusahaan kendaraan, dan pemerintah juga seharusnya melakukan mitigasi-mitigasi," kata Suryanto.

Koordinator Kesyahbandaran dan Patroli Direktorat Transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan Wahyudi menambahkan, operator transportasi penyeberangan menginginkan aturan secara rigid. Sebab selama ini dalam mengangkut muatan kendaraan listrik, berdasarkan beberapa kejadian, pengguna tidak melaporkan kepada operator kapal.

"Sehingga penanganan di atas kapal, penempatan kendaraan listrik ini tidak sesuai SOP di atas kapal. Ini yang sebenarnya kami tekankan dalam forum sehingga semua stakeholder yang terlibat mulai dari ekspedisi sampai operator pelabuhan bisa menjalankan fungsinya secara maksimal," kata Wahyudi.

Kemenhub siap memfasilitasi dan memastikan segera menyusun SOP berdasarkan karakteristik kapal maupun pelabuhan penyeberangan sebagaimana yang dirancang oleh Gapasdap.

 

 

 

 

Editor : Peni Widarti

LAINNYA