x
x

Awal Tahun, Pendapatan Negara di Jatim Terkontraksi -6,97%. Hajat Politik Jadi Tantangan!

Senin, 26 Feb 2024 18:08 WIB

Reporter : Peni Widarti

JATIMKINI.COM, Tahun ini pemerintah menargetkan pendapatan negara dalam APBN regional Jawa Timur mencapai Rp279,95 triliun, dan belanja negara dianggarkan mencapai Rp128,36 triliun.

Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan Provinsi Jatim mencatat pada bulan pertama tahun ini atau hingga 31 Januari 2024, realisasi pendapatan negara di Jatim telah mencapai Rp21,65 triliun atau setara 7,73% dari target.

Secara nominal, capaian pendapatan negara tersebut turun -6,97% dibandingkan periode sama tahun lalu. Dari sisi penerimaan pajak telah tercapai Rp10,36 triliun atau 8,45% dari target Rp122,36 triliun.

Sedangkan penerimaan Kepabeanan dan Cukai mencapai Rp10,84 triliun atau setara 7,13% dari target sebesar Rp152 triliun. Sementara, capaian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp0,45 triliun atau 8,38% dari target sebesar Rp5,33 triliun.

Kepala Kanwil DJPb Kemekeu Jatim Taukhid mengatakan, pendapatan APBN di Jatim hingga Januari memang menujukkan progres, meskipun ada kontraksi dibandingkan periode sama tahun lalu.

“Pendapatan negara, terutama di Jatim ini memang ada kontraksi yang disebabkan oleh adanya kebijakan kenaikan tarif cukai yang tentunya hal ini menjadi tantangan bagi Jatim untuk mencapai target penerimaan negara tahun ini. Namun tentunya kebijakan ini dimaksudkan untuk membatasi konsumsi rokok yang termasuk membahayakan bagi kesehatan,” ujarnya dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (26/2/2024).

Tercatat, penerimaan cukai di Jatim pada Januari 2024 mengalami kontraksi sbeesar -15%. Penyebab utama dikarenakan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang membuat produksi rokok sampai November 2023 menurun 3,7% (Yoy). 

Produksi rokok Januari 2024 tumbuh sebanyak 2,1 miliar batang atau setara 21,7% dibanding Januari 2023. Pertumbuhan produksi ini baru dapat dirasakan dampaknya dari sisi peneriman CHT pada Maret 2024, dampak dari pemberiaan fasilitas penundaan pembayaran CHT 60 hari.

Dari sisi perpajakan, lanjut Taukhid, perolehan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) juga mengalami kontraksi di awal tahun. Hal ini disebabkan adanya penurunan harga komoditas. Di samping itu, ada sikap wait and see dari para pengusaha akibat hajat politik atau pelaksanaan pemilu sehingga ada kecenderungan menahan investasi pasca pemilu.

“Penerapan PMK 168 yang akan memindahkan penerimaan PPh 21 masa Desember 2023 ke Januari 2024 juga menjadi tantangan, serta ada potensial loss akibat pemusatan pembayaran Wajib Pajak (WP) Cabang,” terangnya.

Meski begitu, kata Taukhid, pihaknya masih cukup optimistis negara bisa mencapai target APBN tahun ini melalui berbagai startegi dan stimulus fiskal yang telah disiapkan pemerintah, termasuk mengoptimalkan belanja negara agar perekonomian dapat bergerak.

“Belanja negara harus bisa dimanfaatkan sehingga pergerakan ekonomi masyarakat dan multiplier effect-nya besar, dan mendorong ekonomi lebih signifikan, di samping itu stabilitas domestik kita terkait hajat politik pemilu, sebab masih cukup panjang dari pilpres, pileg lalu nanti ada pilkada. Tantangan ini perlu dimitigasi, jangan sampai terjadi konflik horisontal,” imbuh Taukhid.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Airlangga, Rudi Purwono mengatakan hajat politik memang menjadi tantangan paling besar. Saat ini proses pemilu presiden dan legislatif juga masih dalam proses KPU sehingga membuat pengusaha wait and see untuk menunggu kebijakan 5 tahun ke depan.

“Jadi 2024 ini dari sisi investasi agak terganggu, tetapi mudah-mudahan tidak, dengan segala potensi yang besar di Jatim, investor pasti punya pandangan lain. Kondisi ini juga bersamaan dengan krisis di negara raksasa ekonomi seperti Jepang dan UK, sakitnya sudah lama, tapi berkepanjangan tentunya berdampak pada kita, salah satunya soal ekspor,” ungkapnya.

 

 

Editor : Peni Widarti

LAINNYA