JatimKini
Petani tembakau mulai ada kekuatiran dengan rencana pemerintah menaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) . Selain kekuatiran itu, petani tembakau dibayangi kegagalan panen karena kondisi iklim di wilayah Indonesia yang tidak menantu. Ibarat kata, nasib petani tembakau saat ini sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Pasalnya, tahun depan, pemerintah sendiri berancana kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) serta menargetkan pertumbuhan 9.5 persen dan proyeksi raihan Rp 245,45 triliun.
Ketua Pakta Konsumen Andi Kartala dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk " Konsumen & Dampak Efek Domino Kenaikan Cukai Hasil Tembakau " yang digelar di Surabaya kemarin mengatakan, pemerintah selama ini memposisikan tembakau sebagai komditas yang bisa diperah untuk menambah anggaran belanja negara . Sementara komditas lainnya seperti, kopi, teh, gula dan beberapa komditas lainnya tidak memiliki beban dalam hal cukai.
"Kenyataannya, produk tembakau seolah produk yang ilegal dan haram, padahal Pemerintah tiap tahunnya menerima lebih dari Rp 190 triliun dari cukai hasil tembakau ini yang merupakan kontribusi konsumen. Konsumen sebagai end-user seringkali tidak dianggap, atau dipandang sebelah mata. Pelibatan konsumen dalam perumusan kebijakan sebagai pembayar pajak cukai, minim bahkan hampir tidak ada. Termasuk tidak adanya hak partisipatif konsumen dalam penghitungan besaran nilai cukai," tegas Andi Kartala
Andi Kartala menuturkan, saat ini banyak konsumen yang mispersepsi terhadap kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau. Tak sedikit konsumen yang salah paham, bahwa kenaikan cukai adalah upaya pabrikan.
"Untuk itulah Pakta Konsumen hadir sejak 2012 untuk mengadvokasi dan mengawal kekuatan kolektif 90 juta suara konsumen produk tembakau agar punya bargaining position dalam setiap pengambilan dan implementasi regulasi pertembakauan," ujar
Ketua DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Soeseno mengatakan, pemerintah sedari awal tidak memikirkan masa depan petani tembakau dan cengkeh yang akan terpukul berat dengan opsi kenaikan CHT 2023 nanti.
"Petani yang akan merasakan dampak langsung dari rencana kenaikan cukai tembakau. Untuk diketahui, pemerintah lah yang merasakan 70 persen dari manfaat kenaikan CHT . Pengembalian manfaat ke petani melalui Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tidak sebanding dengan dampak dari kenaikan CHT itu sendiri," ujar Soeseno.
Soeseno menambahkan pula, di sentra-sentra tembakau, seperti kawasan Jatim, panen banyak yang tidak maksimal. Utamanya karena perubahan kondisi cuaca, ditambah lagi subsidi pupuk ZA yang telah dicabut. Belum lagi petani akan berhadapan dengan kuota serapan oleh gudang/pabrikan, pemerintah justru ingin membunuh petani dengan sinyal kenaikan cukai.
"Kondisi ini justru akan meningkatkan spekulasi ketidakpastian harga dan jumlah serapan tembakau petani. Pemerintah tidak hadir untuk melindungi petani," kata Soeseno.
Lebih lanjutSoeseno mengatakan, ada 2.5 juta petani tembakau dan 1.5 juta petani cengkeh yang sedang berada dalam ketidakpastian akibat sinyalemen opsi kenaikan CHT 2023.
Ironisnya sebut dia, rencana pengumuman kenaikan CHT selalu berdekatan dengan momentum panen tembakau. Sehingga pada akhirnya akan membuat spekulasi harga di market tembakau.
"Target kenaikan CHT 2023 jelas akan memukul industri. Pada akhirnya, petani akan terkena efek domino. Opsi kenaikan cukai ini tidak adil. Saat petani bersiap menjual tembakaunya, spekulan akan memainkan harga begitu ada rencana kenaikan cukai. Sehingga petani dipaksa untuk menjual tembakau dengan harga murah,"sebut Soeseno.
Anggota Komisi B DPRD Provinsi Jatim, Agus Dono Wibawanto, memandang penting bahwa sudah saatnya konsumen melegalisasi gerakan kolektif yang telah berjalan selama ini.
Agus menegaskan , pihaknya siap memperjuangkan hak partisipatif dan suara elemen ekosistem pertembakauan.
"Tembakau itu bukan sekedar komoditas atau produk. Tembakau itu adalah histori, warisan sejarah, dan budaya yang telah mendarah daging. Tembakau pun punya manfaat luar biasa yang banyak tidak diketahui masyarakat. Oleh karena itu, mari kita perjuangkan keberlangsungan tembakau dan tolak kenaikan cukai hasil tembakau," ungkap Agus legislatif fraksi Partai Demokrat ini
Akademisi Universitas Airlangga Surabaya, Suko Widodo menilai regulasi tembakau di Indonesia dianggap kacau balau sehingga, yang menjadi korban adalah petani tembakau dan industri
"Makanya, dampak regulasi pertembakauan ini semrawut dan memakan banyak korban," singkat Suko
Sekjen Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) Iskohar mengatakan, upaya pemerintah menaikkan cukai hasil tembakau tidak serta merta menurunkan jumlah konsumsi tembakau. Justru sebaliknya, rencana kenaikan cukai hasil tembakau membuat konsumen cepat beralih ke produk dengan kualitas di bawahnya (downgrade).
"Kami menilai, dengan menaikkan cukai, pemerintah justru memuluskan menjamurnya rokok ilegal. Sehingga kerugiannya semakin besar," ucap Iskohar.
Editor : Redaksi