x
x

Siapakah Mawar, Korban Rudakpaksa di Mojokerto Yang Dibela Tim Indigo Dan Roh-Roh Leluhur Majapahit?

Minggu, 07 Jan 2024 15:44 WIB

Reporter : Rokimdakas

JATIMKINI.COM, Secara bersambung JatimKini.com mengungkap kasus kemanusiaan yang menimpa Mawar, korban rudapaksa di Mojokerto. Pelaku yang mengerahkan cenayang, orang yang bisa mengendalikan roh gentayangan, memasukkan roh-roh jahat ke dalam  Mawar hingga kesurupan sepanjang hari sejak peristiwa nahas terjadi pada Sabtu, 23 Desember 2023, malam. Tim indigo yang menolong korban didasari niatan untuk menyelamatkan Mawar sekaligus melawan kejahatan. Mereka dibimbing serta dibantu oleh roh-roh leluhur era Kerajaan Majapahit, Kediri, dan Kahuripan. Yang menjadi pertanyaan, siapakah Mawar yang memperoleh kepedulian begitu besar atas bencana yang menimpa dirinya?

Untuk megetahui sosok Mawar, perlu mengilas balik kehidupan masa kecil wanita kelahiran Mojokerto, tahun 1987 itu.

Terpaan matahari yang begitu menyengat tak menyurutkan langkah Mawar saat masih remaja berjalan menuju Sungai Brantas di Mlirip, Kecamatan Jetis,  Mojokerto.

Di bibir sungai, gadis itu sering merenung seorang diri sembari menyampaikan ratapannya pada Sang Pengatur Kehidupan atas beban hidupnya yang teramat  susah.

Dikarenakan "weton" kelahirannya sama dengan kakaknya, berdampak pada nuansa panas emosional sehingga acapkali bertengkar.

Menurut kepercayaan masyarakat Jawa, si anak tidak diperbolehkan serumah maka hak  pengasuhannya dilimpahkan  pada kakak dari ibunya atau budhe. Oleh sebab itu Mawar menyapa budhe dan pakdhenya dengan sebutan ibu dan bapak, sedangkan ibu kandungnya dipanggil emak.

Orang tuanya petani gurem jelas kondisi ekonominya tak mampu menghidupi anak anaknya. Mawar merupakan anak nomer delapan dari 10 bersaudara.

Meski hidup dalam kondisi pas-pasan namun tidak menyurutkan semangatnya selama sekolah. Prestasi Mawar tergolong cemerlang. Sejak kelas 4 sekolah dasar hingga lulus SMP,  dia memperoleh bea siswa atas kecerdasannya. Hanya saja jatah bea siswa yang diperoleh digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Mawar hanya dijatah terbatas untuk beli jajan di sekolah.

 

Setamat SMP tahun 2000, dia bekerja sebagai buruh pabrik dengan upah Rp 85 ribu per minggu. Hasil keringat itu pun diberikan kepada ibu dan emaknya. Apalagi ayah kandungnya meninggal ketika Mawar masih duduk di bangku SD, sehingga peran ayah digantikan Pakdenya yang amat menyayangi Mawar.

Tiga bulan bekerja sebagai buruh pabrik dia pikir tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dengan jumlah jiwa yang begitu banyak. 

"Saya punya dua orang adik masih kecil. Nantinya, dia harus bisa sekolah agar hidupnya tidak sengsara seperti saya," katanya mengenang, air matanya melinang.

Beban itulah yang menghimpit dirinya. Saat di tepi Sungai Brantas, bathinnya merasa ada yang membisiki, "Kowe kudu budal ngulon."  Kamu harus berangkat ke barat. Pikirannya mencoba menafsir kata "barat" yang dimaksud adalah Jakarta.

Tekadnya tergugah. "Modal saya hanya mulut jujur dan tangan jujur saja," tutur  Mawar. Tanpa pamit pada keluarganya maupun juragan tempatnya bekerja, dia minggat ke ibu kota dengan satu tujuan mencari pekerjaan dengan penghasilan yang lebih baik.

Sebagai anak desa, Mawar sama sekali tidak tau seluk beluk kota megapolitan yang dituju. Dia hanya membawa uang sejumlah Rp 24 ribu hasil dia menabung. Itu dia gunakan  untuk membeli tiket kereta ekonomi Rp 7 ribu.  Pakaian yang dibawa dibungkus dengan tas kresek dan mengenakan sepatu butut.

Di dalam kereta,  dia duduk satu bangku dengan tiga penumpang. Di sisi tempat duduknya seorang pria muda.

"Turun mana dik, " tanya pemuda itu.

"Jakarta... " jawab Mawar

"Tujuannya kemana,"

"Nggak tau..." Mawar menjawab polos

Pemuda itupun bingung saat mengamati Mawar yang masih remaja ingusan berumur 13 tahun berwajah polos, tampilannya udik banget.

 

Sesampai di stasiun Jakarta,  pemuda itu menawari singgah di rumahnya,  yang ternyata dia adalah urban yang mendiami kamar kos berukuran sempit di kawasan Jalan Pramuka,  Jakarta Pusat.

Setelah rehat sekitar dua jam,  Mawar diajak ke rumah saudara pemuda tadi untuk dipekerjakan membantu berjualan mie. Tak lama bekerja di situ,  Mawar dipertemukan dengan agensi tenaga kerja wanita (TKW) Malaysia.

Setelah menjalani pelatihan,  Mawar diberangkatkan ke Malaysia. Dia bekerja di resto vegetarian. Bos resto juga memiliki salon kecantikan  sehingga Mawar memiliki ketrampilan masak serta  perawatan kecantikan.

Gaji yang diterima dikirim ke ibu dan emaknya. Adik-adiknya pun bisa bersekolah dengan layak. Seketika terjadi perubahan kondisi ekonomi  keluarganya.

Genap dua tahun bekerja di Malaysia, sesuai kontrak kerja,  Mawar kembali lagi ke Jakarta tahun 2002. Dengan ketrampilan yang dia miliki serta sejumlah tabungan, Mawar merasa akan bisa berdaya.

Dia melamar kerja di sebuah toko mebel di kawasan Glodok,  milik pengusaha asal Hong Kong. Pengusaha itu memiliki enam anak,  dua diantaranya perempuan, dan empat laki yang kesemuanya belum menikah. 

Bos itu merasa puas dengan etos kerja Mawar yang jujur, sopan, pandai memasak, mahir memijat, mampu melakukan perawatan kecantikan serta tekun beribadah.

Suatu hari Mawar ditawari,  apakah bersedia berjodoh dengan salah seorang anaknya. 

Tawaran itu tidak begitu saja diterima, Mawar mengajukan beberapa syarat. Anak bosnya harus menganut Islam, sanggup  memenuhi kebutuhan hidup bulanan keluarga di Mojokerto juga bersedia menyekolahkan dua adiknya.

Tawaran Mawar disanggupi juga dengan syarat,  dalam dua tahun harus memiliki keturunan. Bila tidak, Mawar diminta berpisah dan meninggalkan rumah. Persyaratan itu disepakati oleh kedua belah pihak. Sebagai tanda kesepakatan, Mawar diberi uang sebesar seratus juta, itupun diberikan pada emak dan ibunya untuk dikelola serta membeayai kebutuhan sekolah adiknya .

 

Jenjang usia kedua mempelai terpaut jauh ketika akad pernikahan dilangsungkan tahun 2003. Mawar masih belum "sweet seventeen" sedang suaminya sudah setengah abad.

Tepat dua tahun perkawinan, Mawar dianugerahi momongan. Keluarga Mawar hidup bahagia, menempati rumah besar berlantai tiga setengah, mobil mewah, dan furniture berkelas. Anak Mawar tumbuh cerdas dengan prestasi gemilang di sekolah favorit di Jakarta,  berkemampuan main piano dan biola, serta pelajaran matematika selalu mendapat nilai sembilan.

Takdir tak dapat dihindar. Usia perkawinan Mawar hanya  berlangsung 15 tahun.  Suaminya meninggal mendadak akibat serangan jantung di tahun 2018, dalam usia 65 tahun. Jenazahnya dikebumikan di Mojokerto, bersisihan dengan makam bapak kandungnya. Mertua Mawar meninggal lebih dulu sebelum suaminya.

Karena diusir, Mawar dan anaknya meninggalkan rumah mewahnya, tinggal di apartemen, karena rumah suaminya dikuasai oleh saudara suami.

Bahkan dokumen asli kematian suaminya juga ditahan  keluarga suami. Mawar tak memiliki apa pun dari almarhum suami untuk mengurus aset suami. Termasuk toko di Glodok dikuasai keluarga suami.

Namun Mawar masih memiliki aset tanah pembelian suami di Mojokerto dan sejumlah tabungan yang digunakan untuk menyambung hidup. Jiwa Mawar tetap tegar menjalani kehidupan getir. Anaknya pun menerima kenyataan pahit,  tapi Tuhan membimbingnya hingga tumbuh sebagai pelajar berprestasi.

Sehari-hari Mawar membuat kue yang disukai warga sekitar huniannya, dan memiliki banyak langganan pijat dari kalangan pramugari maupun masyarakat berkelas.

Ujian untuk Mawar ternyata berlanjut. Keluarga almarhum suami melakukan teror "black magic" dengan target Mawar harus mati. Serangan santet terus mendera,  hingga Mawar bertemu dengan sahabatnya indigo bernama Melati. Kemudian Melati membangun jaringan dengan sesama indigo untuk melawan santet dari Sampit,  Kalimantan Tengah. Beberapa jurnalis juga dilibatkan untuk mengawal pendampingan itu.

Adanya kejahatan bukan karena orang jahat tak bisa dikalahkan, namun karena orang-orang baik berdiam diri.

Dan, kebenaran selalu hadir di belakang. Mawar dan Melati, serta tim indigonya berhasil menembus dimensi leluhur trah Kerajaan Airlangga hingga leluhur Kerajaan Majapahit yang berhasil menumbangkan santet asal Kalimantan.

Kini,  Mawar telah kembali pada kehidupan normal,  membuat kue, melayani  pemijatan khusus kaum hawa, dan anak semata wayangnya bersiap meneruskan kuliah ke luar negeri.

Semoga Tuhan melindungi  Mawar dan anaknya serta teman-temannya yang tegar melawan kejahatan.

( Tamat )

Laporan Khusus : Rokimdakas 

Editor : Ali Topan

LAINNYA