Dalam kesemestaan ini semua elemen yang dihadirkan mengandung energi, baik positif maupun negatif, tidak terkecuali huruf, suara, tulisan bahkan yang visual. Perlu kewaspadaan dalam mengekspresikan diri karena sifat energi yang mewarnai tindakan bisa mempengaruhi kondisi jiwa dan raga. Bila yang disampaikan bersifat negatif, menyiratkan nilai keburukan, tanpa disadari dampaknya bisa merusak karakter. Why?
Dengan menajamkan kepekaan, menghayati perenungan atas getaran jiwa dari pengaruh pikiran, jika ekspresinya bersifat kebaikan akan bisa dirasakan adanya sesuatu yang berubah dalam diri. Terasa gerakan sel tubuh bergerak, jaringan saraf mengembang. Perasaan hati dan pikiran terasa ringan oleh pengaruh rasa kebahagiaan. Kadang saking bahagianya, bulu roma meremang, air mata mengambang di pelupuk mata, menetes, saking terharunya.
Ada suatu anjuran dalam membangun kesehatan tubuh agar sesering mungkin menangis bahagia. Karena di saat seperti itu jaringan syaraf menjadi lebih lentur oleh getaran rasa. Kelenturan tersebut akan meluruhkan ketegangan sehingga tubuh berubah sehat. Dari penghayatan terhadap proses seperti itulah melahirkan ungkapan populer, dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat.
Jika saja semakin kerap melakukan kebaikan maka perkembangan kondisi seseorang akan semakin membaik. Dari intensitas suasana kejiwaan seperti itulah yang membentuk karakteristik seseorang menjadi orang baik.
MERUSAK
Akan menjadi sebaliknya bilamana yang diekspresikan bersifat negatif, tersirat muatan negatif bersifat keburukan. Bisa berupa prasangka buruk, provokatif, fitnah maupun narasi tendensius. Tanpa disadari menimbulkan kontraksi pada jaringan saraf tubuh dan pergerakan sel tubuh berubah lebih agresif.
Perubahan kondisi seperti itu memantik emosi, tensi darah melonjak serta degup jantung semakin rapat. Dan satu hal yang bisa dirasakan dengan penghayatan mendalam adalah temperatur badan terasa lebih panas. Lambat tapi pasti proses tersebut berpotensi merusak kondisi tubuh. Saat tubuh bermasalah, bibit penyakit menemukan momentum untuk tampil.
Berdasar pandangan spiritual menyangkut ether - sifat energi yang lebih halus dibanding pancaran tanah, air, api atau angin - diterangkan, bahwa untuk mengenali kondisi diri seseorang apakah sedang bersama Tuhan atau setan, perlu menghayati ether yang merambati dirinya. Terasa sejuk, adem ataukah hangat, panas?
Ketika seseorang berbuat baik akan merasa nyaman karena nuansa kesejukan merambati jiwa, itu diyakini bahwasanya orang tersebut sedang bersama Tuhan. Karena Tuhan maha baik, Dia senang dengan kebaikan. Bila seseorang berbuat baik maka auto berlangsung imanensi, menyatu padunya seseorang dengan Tuhan sebagaimana mata ajaran wahdatul wujud atau manunggale kawula Gusti.
Juga demikian halnya bila seseorang bertindak tidak baik, Tuhan akan melepaskan diri. Pada saat terjadi peralihan tersebut, setan yang selalu berjaga penuh kewaspadaan akan segera merasuki diri seseorang. Apa yang berubah? Nuansanya berubah hangat oleh pengaruh rasa senang. Jika Tuhan memberi kesejukan atas suatu kenikmatan maka setan mengalirkan nuansa hangat atas perasaan senang. Antara kenikmatan dan kesenangan perbedaannya jauh lebih tipis dari segala yang tipis. Perlu belajar dan belajar untuk memahami agar bisa selamat dari godaan setan.
Doa penolakan terhadap pengaruh setan setiap waktu diucapkan namun jarang dijelaskan juklaknya, bagaimana petunjuk pelaksanaannya? Itu kelemahan ajaran tekstual belum menyentuh esensi. Masih kulitan belum daging.
Sampai kapan?
Ditulis oleh : Rokimdakas
Jurnalis Senior / Penulis Lepas tinggal di Surabaya
Kanal Podium adalah halaman khusus layanan masyarakat untuk menulis berita lepas
Redaksi Jatimkini tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut
Editor : Redaksi