Entah siapa yang mengawali anjuran kalo malem Jemuah disuruh “anu”, katanya sunah rosul. Kalo malem senin, selasa atau malem minggu gimana? Tapi yang ingin saia sampaikan ini bukan masalah anu tapi pesan whattsApp dari seorang teman saat malem Jumat. Mungkin si teman sedang disape bojoe, nggak dapat jatah anu lalu ngganggu awak Saja
- : Wak, sampeyan sudah nonton video kirimanku garapan majalah T yang menguliti pencalonan Gibran jadi Wapres?
+ : Iya, nonton sebagian lalu gak tak terusno.
- : Lho, kenapa?
+ : Aku mencium bau amis, daripada muntah mending videonya tak matiin.
- : Itu media terpercaya lho Wak?
+ : Sekarang sulit menemukan media yang bisa dipercaya karena agenda hiddennya transaksional. Untuk sekarang mengelola media sangat tidak gampang, apalagi masih menggunakan kertas. Harga sekilo kertas kosongan ukuran koran dibandrol tigapuluh enam ribu tapi setelah dicetak berisi pikiran macem-macem saat dijual kiloan cuma enam ribu rupiah. Jadi lebih mahal mana, kertas berisi pikiran sama yang kosongan?
- : Maksudmu?
+ : Karena beaya produk mencetak media begitu mahal sedangkan untuk mencari pembaca begitu sulit apalagi menemukan pasar maka satu-satunya cara untuk bisa tetap eksis adalah melakukan transaksi berita. Itu sudah umum, byur semua media. Apalagi sedang ada momen besar Pemilihan Presiden, jika tidak bisa memanfaatkan maka tidak akan ada kesempatan lagi ngeruk uang. Kesempatan itu cuma sekali, tidak akan dilewatkan.
- : Kamu nggak percaya pada laporan T?
+ : Blas, gak percaya. Mangkanya saya mencium bau amis. Kalau yang disajikan tidak tendensius bisa jadi aromanya terasa sedap.
Karena si teman nyerengkal terpaksa Saia omong panjang __
+ : Sebagai rongsokan wong koran, kita perlu menggunakan logika terbalik. Apalagi di zaman transaksional. Kita tau media yang membuat video itu mempunyai catatan buram melakukan by design atas peristiwa besar. Tidak saja T tapi juga bbrp media mainstream kecuali “K” integritasnya masih terjaga, masih kekeh menjaga marwah jurnalistik.
Selainnya saya tidak percaya, itu pertama.
- : Lalu?
+ : Kedua, apa yang terjadi di ranah politik praktis itu hanya ditampilkan separo layar bahkan cuma seperempat doang. Yang ramai dipublish hanya buih ombak lautan, dimana arus atas dengan arus bawah bahkan dengan arus terdalam tidak selalu seirama.
Dalam kontestasi politik banyak realita terselubung. Antar partai, antar politisi, antar kader, gesek-gesekan untuk mengamankan kepentingan masing-masing. Tidak mungkin mereka membuka kotak pendora. Jadi apa yang disajikan T kita lihat saja pembuktiannya pada Februari 2024. Jika saja apa yang diberitakan ternyata salah, bagaimana?
- : Apa yang patut diwaspadai?
+ : Sebagai penonton kita patut mengamati alur cerita juga mewaspadai celometan penonton karena tontonannya banyak kejutan. Kekuatan sebuah tontonan Pilpres kalau nggak ada kejutan kesannya ampang, sepoh, kurang menggigit.
- : Kita ini sama-sama penonton pegang karcis
+ : Makanya yang nggak pinter jangan keminter
- : Kalo sampai keblinger disuntik sama suster lho
+ : Kalo nyuntiknya malem Jemuah dapat bonus anu bos
- : Gak bahaya ta?
Wuakakakakakak …
Ditulis oleh : Rokimdakas
Jurnalis Senior / Penulis Lepas tinggal di Surabaya
Kanal Podium adalah halaman khusus layanan masyarakat untuk menulis berita lepas
Redaksi Jatimkini tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut
Editor : Redaksi