Reporter : Alvian Yoananta
JATIMKINI.COM, Data Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) mencatat, pada 2020 terdapat sebanyak 244.021 anggota yang sebesar 61 persen atau 148.693 anggota bekerja sebagai buruh Industri Hasil Tembakau (IHT).
Mayoritas buruh ini bekerja di segmen Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang merupakan industri padat karya. Perlahan-lahan, jumlah buruh IHT ini terus merosot. Setidaknya dalam 10 tahun terakhir (sebelum 2020), ada 60.889 orang yang sudah menjadi tumbal dari berbagai regulasi yang menjerat nadi industri ini.
Paling memprihatinkan, sekitar 80 persen pekerja SKT merupakan ibu-ibu yang menjadi tulang punggung keluarga dengan usia kebanyakan lebih dari 40 tahun. Melinting rokok pun sudah menjadi satu keahlian tersendiri yang mungkin sulit digantikan dengan skill lainnya.
Sudah bukan rahasia, industri IHT ini telah banyak menyumbang pemasukan negara untuk menumbuhkan ekonomi melalui penerimaan cukai dan pajak. Untuk itu selayaknya industri ini mendapat perlindungan dari pemerintah mengingat pekerja SKT merupakan salah satu penyelamat ekonomi di satu daerah yang mengandalkan komoditas tembakau seperti Jawa Timur.
Pada Agustus lalu, bahkan Pemprov Jatim menyalurkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) 2023 sebesar Rp13,88 miliar untuk 9.259 buruh pabrik rokok yang tersebar di di 38 kabupaten/kota se-Jatim.
Pada tahap awal, Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari DBHCHT disalurkan untuk 5.030 buruh pabrik rokok dari 5 perusahaan di Surabaya. Masing-masing mendapatkan Rp300.000 sebanyak 5 kali, yang dicairkan sekaligus dalam satu tahap sehingga setiap orang menerima Rp1,5 juta.
Tahap selanjutnya, disalurakan untuk 4.229 pekerja pabrik rokok yang dilakukan perusahaan masing-masing. Penyerahan BLT ini mengacu pada Permenkeu RI No. 215/PMK.07/2021 tentang penggunaan, pemantauan dan evaluasi DBHCHT serta Pergub Jatim No.71/2022 tentang alokasi DBHCHT kepada Provinsi Jatim dan kabupaten/kota di Jatim 2023.
Secara total Jatim mendapat alokasi DBHCHT dari Penerimaan negara sebesar Rp3,07 triliun sesuai APBN 2023 sebagai upaya peningkatan dan pemerataan kesejahteraan bagi penerima bantuan dan keluarganya.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan Provinsi Jatim, sepanjang Januari - September 2023, realisasi penerimaan kepabean dan cukai di Jatim tercatat sebesar Rp94,23 triliun atau setara 62,86 persen dari target Rp149,90 triliun.
Secara nominal, realisasi ini terkontraksi -5,45 persen (yoy) karena disebabkan oleh kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang membuat produksi rokok menurun.
Menurut Kepala Kanwil DJPb Kemenkeu Jatim Taukhid, penurunan realisasi CHT ini merupakan sinyal positif mengingat tujuan cukai hasil tembakau adalah untuk mengendalikan konsumsi rokok.
“Tentunya hal ini akan berdampak pada peningkatan di bidang kesehatan masyarakat,” imbuhnya.
Taukhid memaparkan, dari total capaian Rp94,23 triliun, kontribusi pendapatan terbesar berasal dari cukai yang mencapai Rp89,67 triliun atau tercapai 62,38 persen dari pagu Rp143,7 triliun.
Meski menjadi salah satu sektor penguat ekonomi Jatim, tetapi IHT ini kerap dihajar oleh berbagai persoalan seperti kenaikan cukai setiap tahunnya, dan baru-baru ini IHT dibuat gelisah dengan adanya pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai turunan dari UU Kesehatan yang sangat banyak mengatur, membatasi hingga cenderung pada pelarangan terhadap tembakau.
Ketua Gabungan Pengusaha Rokok Indonesia (Gapero) Jatim, Sulami Bahar menyebutkan, jumlah IHT dan produksi rokok dalam beberapa tahun terakhir cenderung turun.
“Penurunan produksi rokok juga diiringi dengan penurunan jumlah pekerja IHT. Secara nasional tercatat sebanyak 360.000 orang, dan di Jatim sebanyak 186.000 orang. Jumlah ini pun cenderung turun,” katanya.
Sulami memerinci, pada 2017, jumlah IHT secara nasional dari skala kecil hingga besar mencapai 4.000 IHT, saat ini hanya sekitar 1.100 IHT, dan di Jatim berkontribusi sekitar 538 IHT.
Sedangkan jumlah produksinya pada 2022 mencapai 324 miliar batang dan di Jatim berkontribusi 60 persen. Jumlah itu turun sekitar 20 persen - 50 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Dari sisi hulu, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Pamekasan, Samukrah mengatakan komoditas tembakau dan industrinya punya nilai ekonomi tinggi bagi Indonesia, terutama Jatim. Sekitar 60 persen komoditas tembakau nasional disumbang oleh Jatim, dan sekitar 60 persen tembakau Jatim disumbang dari wilayah Madura, utamanya Pamekasan.
“Petani di Madura sangat bergantung pada tembakau, karena punya nilai ekonomi yang tinggi dibandingkan tanaman lain, dan tembakau itu sangat cocok ditanam di Madura,” katanya.
Adapun saat ini luasan tanam tembakau di wilayah di Pamekasan - Madura mencapai 26.000 ha. Luas ini sedikit meningkat dibandingkan tahun lalu yang hanya 24.800 ha karena petani enggan menanam karena dihantui harga pasar yang jatuh tahun lalu.
Editor : Ali Topan