JATIMKINI.COM, PT Terminal Petikemas Surabaya (TPS) tidak terus sibuk mengurus lalu lintas peti kemas di Pelabuhan Tanjung Perak. Anak perusahaan dari subholding Pelindo Terminal Petikemas (SPTP) ini merambah wilayah permukiman dengan membawa misi lingkungan: membangun bank sampah.
Wilayah RW 3 Kelurahan Perak Barat menjadi lokasi inisiasi program ini. TPS menggandeng induknya, SPTP, dalam proyek kolaboratif yang dibingkai dalam prinsip environmental, social, and governance (ESG). Melalui program ini, perusahaan pelabuhan itu mendorong partisipasi warga dalam pengelolaan sampah dan pelestarian lingkungan.
Langkah TPS bukan tanpa inspirasi. Mereka mencontoh keberhasilan Bank Sampah Induk Berkah di Sukomanunggal. Tim Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) TPS pun melakukan penjajakan dan dialog dengan warga di RW 3, membuka jalan untuk membangun fondasi program serupa.
Dialog berlangsung terbuka. Warga terlibat dalam berbagai diskusi: dari menentukan lokasi dan sistem pengelolaan hingga menyusun strategi pemasaran hasil daur ulang. Hasilnya, mereka sepakat menggunakan aplikasi Sistem Kelola Sampah (Sikelapa) sebagai platform digital pendukung.
Aplikasi ini tak sekadar alat pelaporan. Lewat aplikasi Sikelapa, warga bisa menukar sampah dengan berbagai layanan, mulai dari pembayaran pajak kendaraan, tabungan emas di Pegadaian, hingga penukaran dengan sembako.
TPS dan SPTP tak berhenti di sana. Keduanya turut membangun gudang penyimpanan, menyuplai alat pres sampah, dan mengadakan pelatihan warga. Dengan dukungan ini, pengelolaan bank sampah dilakukan secara modern, transparan, dan profesional.
Bank Sampah “Gotong Royong” resmi beroperasi sejak Januari 2025. Dalam dua bulan pertama, wadah ini telah mengumpulkan 826 kilogram sampah dari lingkungan RW 3. Jumlah itu menghasilkan nilai ekonomis lebih dari Rp1,3 juta. Fasilitasnya berdiri di lapangan sepak bola Colombo, Jalan Ikan Dorang No. 46, Surabaya. Pengelolaannya dipimpin oleh Haryanto, Ketua RW 3 setempat.
Jenis sampah yang dipilah meliputi kertas, kardus, dan plastik—terutama galon air mineral. Galon bekas ini punya nilai guna tinggi. Selain dijual sebagai bahan daur ulang, galon juga diolah menjadi pot bunga atau wadah tanaman.
Produk-produk daur ulang itu rupanya diminati pasar. Pot bunga berbahan galon dijual seharga Rp15.000 per buah. “Pot hasil daur ulang ini cukup diminati karena unik dan ramah lingkungan,” ujar Rusli, salah satu pengurus bank sampah Gotong Royong.
Sekretaris Perusahaan TPS, Erika Asih Palupi, menyebut program ini merupakan komitmen perusahaan terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG's). “Pendirian bank sampah sejalan dengan tujuan SDG’s untuk mewujudkan energi bersih dan komunitas berkelanjutan,” katanya.
Harapannya, bank sampah bukan hanya menyelesaikan persoalan sampah di tingkat lokal. Lebih dari itu, TPS dan warga berharap bisa menumbuhkan budaya baru: mengelola sampah secara sadar, kolektif, dan berkelanjutan. Dari satu RW di Perak Barat, ke komunitas-komunitas lain yang lebih luas.
Sejauh ini TPS masih menjalankan fungsinya sebagai pengelola jasa logistik, khususnya peti kemas ekspor dan impor. Hingga kuartal pertama 2025, arus peti kemas di bawah pengelolaannya mencapai 498.727 TEU’s. Namun lewat bank sampah ini, TPS membuktikan bahwa bisnis dan kepedulian lingkungan bisa berjalan beriringan.
Editor : Rochman Arief