x
x

#Kabur Aja Dulu

Kamis, 20 Feb 2025 11:06 WIB

Reporter : Redaksi

Indonesia ibarat sebuah kapal besar dengan jutaan anak muda di geladaknya. Kapal ini sarat dengan energi, penuh dengan mimpi, tetapi berlayar di lautan penuh tantangan. Di seberang sana, banyak negeri maju ibarat pulau-pulau makmur yang kekurangan tenaga kerja

Mereka membutuhkan anak muda untuk menggerakkan mesin ekonomi yang mulai melambat. Di era globalisasi, migrasi tenaga kerja bukan sekadar pilihan, melainkan strategi untuk bertahan dan berkembang.

Tagar #KaburAjaDulu bukan sekadar ajakan, tetapi sebuah peluang emas bagi kaum muda Indonesia untuk mengisi kekosongan tenaga kerja di negara-negara maju. Indonesia saat ini tengah menikmati bonus demografi—suatu periode di mana jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) jauh lebih besar dibandingkan usia nonproduktif.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2024 jumlah angkatan kerja Indonesia mencapai lebih dari 147 juta jiwa. Namun, bonus ini bisa menjadi bencana jika tidak diimbangi dengan ketersediaan lapangan kerja. Tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Agustus 2023 tercatat 5,32% atau sekitar 7,86 juta jiwa. Meski angka ini menurun dibanding tahun sebelumnya, tantangan masih besar.

Tidak semua yang bekerja mendapatkan upah layak. Berdasarkan laporan BPS, 41,14% pekerja di Indonesia merupakan pekerja informal yang umumnya memiliki pendapatan tidak menentu, tanpa perlindungan sosial atau tunjangan pensiun.

Sementara itu, banyak negara maju justru mengalami kekurangan tenaga kerja muda. Jepang, Jerman, Korea Selatan, hingga Kanada menghadapi krisis demografi—di mana populasi usia tua semakin dominan, sedangkan jumlah pekerja muda semakin menyusut.

Inilah celah yang bisa dimanfaatkan oleh kaum muda Indonesia. Alih-alih menunggu kesempatan datang, mengapa tidak lebih proaktif mencari peluang di negeri yang benar-benar membutuhkannya? Di Jepang, lebih dari 29% penduduk berusia di atas 65 tahun. Negeri Matahari Terbit ini bahkan berencana membuka lebih banyak visa kerja bagi tenaga asing untuk mengisi sektor yang kekurangan tenaga kerja, seperti manufaktur, konstruksi, dan perawatan lansia.

Jerman juga menghadapi masalah serupa. Pada 2023, pemerintah Jerman mengumumkan bahwa mereka membutuhkan sekitar 400.000 pekerja asing per tahun untuk menjaga stabilitas ekonominya. Sektor kesehatan, teknologi, hingga teknik mesin menjadi ladang pekerjaan yang terbuka luas bagi para pekerja asing.

Korea Selatan, yang dikenal dengan industri teknologi canggihnya, mengalami penurunan angka kelahiran yang drastis. Pemerintah setempat bahkan mulai menawarkan kebijakan imigrasi yang lebih longgar untuk menarik pekerja asing, terutama di bidang manufaktur dan layanan kesehatan.

Peluang ini tentu sayang untuk dilewatkan. Dengan bekerja di luar negeri, kaum muda Indonesia tidak hanya mendapatkan pengalaman internasional tetapi juga pendapatan yang jauh lebih besar dibandingkan di dalam negeri.

Daya Tarik Gaji

Perbandingan gaji menjadi faktor utama yang membuat bekerja di luar negeri lebih menggiurkan. Seorang perawat di Indonesia rata-rata bergaji Rp4-6 juta per bulan, sementara di Jepang atau Jerman bisa mencapai Rp30-50 juta per bulan.

Pekerja di sektor konstruksi, manufaktur, atau bahkan pekerja rumah tangga di negara maju pun mendapatkan upah berkali lipat dibanding di Indonesia. Di Hong Kong, gaji pekerja rumah tangga bisa mencapai Rp10-15 juta per bulan, sementara di Timur Tengah bisa lebih dari Rp20 juta per bulan.

Jika seorang pekerja Indonesia di luar negeri mampu menyisihkan setengah dari gajinya dan menabung selama 5-10 tahun, mereka bisa pulang dengan tabungan ratusan juta hingga miliaran rupiah. Uang ini bisa menjadi modal untuk membuka usaha sendiri, membeli rumah, atau membangun kehidupan yang lebih stabil di kampung halaman.

Selain keuntungan finansial, pengalaman bekerja di luar negeri juga meningkatkan keterampilan dan daya saing tenaga kerja Indonesia. Mereka belajar disiplin, teknologi baru, serta cara kerja profesional yang bisa dibawa kembali ke tanah air untuk membangun ekonomi lokal.

Investasi Masa Depan

Bekerja di luar negeri bukan tanpa tantangan. Perbedaan budaya, bahasa, hingga regulasi kerja bisa menjadi rintangan bagi mereka yang tidak siap. Oleh karena itu, persiapan matang menjadi kunci sukses dalam migrasi tenaga kerja. Pemerintah Indonesia perlu lebih aktif memberikan pelatihan keterampilan dan bahasa kepada calon pekerja migran agar mereka lebih kompetitif di pasar global.

Di sisi lain, anak muda Indonesia harus mulai berpikir strategis: Apakah lebih baik bertahan dalam ketidakpastian di negeri sendiri, atau mengambil risiko untuk mendapatkan masa depan yang lebih cerah? Dalam sejarahnya, banyak negara yang sukses karena mengirimkan tenaga kerjanya ke luar negeri. Filipina, misalnya, telah lama mengandalkan tenaga kerja migrannya untuk mendukung ekonomi nasional.

Remitansi atau kiriman uang dari pekerja Filipina di luar negeri mencapai $36,1 miliar pada 2022, berkontribusi sekitar 8,9% terhadap PDB negara tersebut. Indonesia bisa meniru strategi ini dengan lebih terstruktur dan berkelanjutan.

Tagar #KaburAjaDulu bukan ajakan untuk lari dari masalah, melainkan strategi untuk bertahan dan berkembang.

Dunia berubah, dan anak muda Indonesia harus siap beradaptasi dengan perubahan tersebut. Jika peluang di negeri sendiri terbatas, mengapa tidak mengejar mimpi di tempat yang benar-benar membutuhkan tenaga dan keterampilan kita?

Pada akhirnya, bekerja di luar negeri bukan sekadar mencari uang, tetapi membangun masa depan yang lebih baik—baik bagi diri sendiri, keluarga, maupun bangsa.

Penulis : Bambang Eko Mei
Pemerhati Sosial

Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas.

Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut

 

Editor : Redaksi

Kopilot
LAINNYA