x
x

Musda REI Jatim XVI : Pengembang Jatim Siapkan Konsolidasi Hadapi Tantangan Industri Properti

Rabu, 16 Okt 2024 19:23 WIB

Reporter : Peni Widarti

JATIMKINI.COM, Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Jawa Timur telah menggelar Musyawarah Daerah (Musda) ke XVI di Surabaya, Rabu (16/10/2024). Dalam Musda tersebut, Mochamad Ilyas terpilih secara aklamasi menjadi Ketua REI Jatim untuk periode 2024 - 2027.

Usai terpilih, Ilyas mengatakan bahwa prioritas REI Jatim ke depan adalah mempererat internal seluruh pengembang di Jatim sebab REI ini menjadi barometer nasional untuk industri properti dengan lebih dari 576 anggota.

“Kita akan berdayakan para pengembang Jatim untuk melakukan konsolidasi merajut kekompakan agar terjadi kelonggaran-kelonggaran kebijakan yang menghambat perkembangan industri properti,” katanya kepada media.

Ia menyebutkan, sejumlah tantangan industri properti yang masih dihadapi pengembang saat ini adalah soal kebijakan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) terutama bagi pengembangan kawasan properti dengan lebih dari 10.000 m2 bangunan, serta Lahan Sawah Dilindungi (LSD).

“Amdal ini masih jadi PR kita karena prosesnya lama bisa 6 bulan sampai 1 tahun, dengan jumlah konsultan yang terbatas, sehingga mebuat biaya mahal. Ini juga berkaitan dengan perubahan kebijakan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang berubah menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang di beberapa daerah harus menunggu Amdal-nya jadi. Namun di beberapa daerah sudah ada yang beri kelonggaran, jadi bergantung bupatinya,” jelasnya.

Selain itu, lanjut Ilyas, tantangan lain yang baru-baru ini muncul adalah kebijakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang harus dibayarkan konsumen pada saat Akta Jual Beli (AJB).

“Kebijakan ini adalah kewenangan masing-masing daerah. Nah nanti tiap DPD REI akan datangi pemkab-pemkab untuk melakukan satu konsolidasi agar terjadi kelonggaran kebijakan masalah BPHTB ini,” imbuhnya.

Sebagai Ketua yang baru, Ilyas juga akan merekrut unsur-unsur pengurus yang memang berkecimpung sebagai pengembang aktif. Sebab mereka lebih mengetahui persoalan sesungguhnya di lapangan. 

“Kalau komposisi pengurus di luar pengembang, mereka tidak paham betul yang dihadapi pengembang,” tambahnya.

Meski begitu, tambah Ilyas, saat ini pengembang masih bersyukur dan optimistis sektor industri bisa tumbuh lebih Baik, apalagi telah diberi suntikan insentif oleh pemerintah berupa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPNDTP) 100% yang akan berakhir Desember nanti. 

“Bagi rumah komersil, PPNDTP ini dampaknya luar biasa bisa mendongrak enjualan 20% - 30%. Ini bukan insentif yang pertama kali, dulu saat Covid juga sudah pernah diberikan sehingga mampu menyehatkan cashflow pengembang,” ungkapnya.

Ia berharap, tahun depan dengan pemerintahan yang baru era Presiden Prabowo Subianto juga akan diberikan insentif serupa sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebab sektor properti ini memiliki multiplier effect yang besar, sedikitnya ada 170 industri terkait yang akan terkerek ketika properti tumbuh.

Termasuk industri yang berkaitan dengan green building, misalnya penggunaan teknologi solar panel untuk perumahan maupun penerangan jalan. Sebab ke depan tuntutan bangunan yang ramah lingkungan akan semakin meningkat.

Di samping itu, potensi bisnis properti ke depan masih cukup bagus mengingat tingkat backlog yang tinggi. Pemerintah sendiri telah menargetkan pengembang untuk membangun sebanyak 3 juta unit per tahun. 

“Untuk mencapia target itu, tentunya harus ada insentif dari pemerintah, misalnya free BPHTB untuk rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), nah kebijakan ini juga akan sangat mendorong pengembang untuk membangun,” imbuh bos Chalidana Group itu.

Dalam kesempatan itu, Presiden EAROPH (Eastern Regional Organization for Planning and Human Settlements) International, Emil Elestianto Dardak menyebutkan tantangan lain di industri ini adalah soal urbanisasi yang terus berlangsung. Masyarakat yang tinggal di kota akan semakin besar sehingga akan terjadi kelangkaan lahan di perkotaan.

“Kita harus bisa menjawab tantangan ini. Bukan hanya housing supply, tapi pengembangan wilayah mau dibawa ke mana, jadi seyogyanya penyediaan tanah terintegrasi dengan pengembangan akses. Apalagi di Indonesia, selera masyarakat masih tetap rumah tapak,” ujarnya.

Emil berharap, EAROPH dan REI dapat berkolaborasi untuk membangun Jatim dengan poros-poros pengembangan metrpolis seperti yang sudah didukung oleh Perpres No.80 untuk pengembangan Gerbangkertasusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan).

 

 

Editor : Peni Widarti

LAINNYA