JATIMKINI.COM, Kesehatan adalah harta paling berharga. Terlebih lagi bagi generasi muda, mereka yang akan meneruskan estafet kepemimpinan dan memajukan bangsa di masa depan. Namun sering kali kita melihat kenyataan yang membuat hati miris. Makanan yang tidak sehat, terutama di lingkungan sekolah, bertebaran tanpa pengawasan yang memadai. Kondisi ini ibarat bom waktu, siap meledak dan membawa dampak negatif bagi kesehatan generasi muda.
Setiap hari kita melihat pedagang di sekitar sekolah menjajakan makanan dengan harga yang sangat murah. Mulai dari es krim, telur gulung, cireng, hingga batagor. Semua tampak menggugah selera, terutama bagi anak-anak. Namun, apakah harga murah itu sebanding dengan kualitas gizi yang diberikan? Tentu tidak. Dengan modal minim, para pedagang sering kali menggunakan bahan-bahan yang jauh dari standar gizi yang baik.
Anak-anak yang belum paham pentingnya makanan sehat mudah tergiur oleh rasa dan tampilan menarik jajanan tersebut. Mereka tak menyadari bahwa apa yang mereka konsumsi bisa membawa risiko kesehatan serius. Padahal gizi yang buruk dan zat berbahaya dari makanan bisa menyebabkan masalah kesehatan yang fatal, mulai dari diabetes hingga gagal ginjal.
Viral di berbagai media sosial, banyak anak yang harus menjalani cuci darah rutin di rumah sakit. Data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) bahkan menunjukkan bahwa kasus diabetes anak meningkat hingga 70 persen sejak 2010 hingga 2023. Sementara itu, satu dari lima anak usia 12-18 tahun diketahui memiliki gejala awal gagal ginjal berdasarkan survei IDAI. Fakta-fakta ini mengonfirmasi bahwa kita sedang menghadapi krisis kesehatan anak yang sangat serius.
Kasus gagal ginjal yang banyak terjadi akhir-akhir ini sering kali dikaitkan dengan konsumsi makanan yang mengandung zat perasa, pewarna, dan pemanis buatan yang berbahaya. Kondisi ini harus menjadi peringatan bagi kita semua bahwa kesehatan generasi penerus bangsa sedang terancam.
Anak-anak adalah aset berharga bangsa. Mereka adalah calon pemimpin masa depan, dan kesehatan mereka menentukan masa depan kita semua. Jika mereka tumbuh dengan gizi buruk dan kondisi kesehatan yang rentan, maka masa depan bangsa juga berada dalam risiko.
Untuk mengatasi masalah ini, kita semua harus bergerak bersama. Pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta harus berkolaborasi demi masa depan yang lebih baik. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah memperketat pengawasan terhadap makanan yang beredar di sekitar sekolah dan pasar. Produsen yang tidak mematuhi standar gizi dan keamanan pangan harus diberikan sanksi tegas. Hanya dengan begitu, kita bisa melindungi generasi muda dari bahaya makanan yang tidak bermutu.
Selain itu, kampanye kesehatan harus terus digalakkan, baik di sekolah, komunitas, maupun media sosial. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya makanan sehat, diharapkan anak-anak dan orang tua menjadi lebih selektif dalam memilih makanan.
Pedagang kaki lima dan produsen lokal juga harus dilibatkan dalam upaya ini. Mereka perlu dibekali dengan pengetahuan tentang bahan makanan yang sehat dan cara pengolahan yang aman. Dengan memberikan pelatihan, mereka dapat berperan dalam menyediakan jajanan sehat bagi anak-anak.
Tak hanya itu, pemerintah dan sektor swasta juga bisa bekerja sama untuk menciptakan alternatif makanan sehat yang tetap menarik bagi anak-anak. Jika kita bisa menghadirkan jajanan yang sehat, lezat, dan terjangkau, anak-anak tidak akan lagi tergoda oleh makanan yang tidak bergizi.
Pemantauan secara berkala terhadap kondisi kesehatan masyarakat, khususnya di daerah yang memiliki keterbatasan akses terhadap makanan bergizi, juga perlu dilakukan. Data ini akan sangat penting dalam merumuskan kebijakan yang lebih tepat sasaran untuk mengatasi masalah gizi di berbagai lapisan masyarakat.
Perlu bergerak bersama untuk menciptakan generasi yang sehat, kuat, dan cerdas. Dengan langkah nyata dan kolaboratif akan mengurangi risiko kesehatan akibat makanan tak bermutuĀ dan membangun masa depan bangsa yang lebih baik.
Ingat, di tangan anak-anak masa depan bangsa dipertaruhkan
Editor : Ali Topan