Dalam era kebebasan berdemokrasi, ada banyak yang salah menafsirkan makna kebebasan tersebut dengan melontarkan fitnah dan kebencian terhadap pemimpin tertinggi negara, dalam hal ini Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kebebasan berpendapat adalah salah satu pilar demokrasi, tetapi kebebasan itu harus diiringi dengan tanggung jawab. Mengkritik seorang pemimpin sah-sah saja, namun kritik harus berdasarkan fakta dan pertimbangan yang matang, bukan didasari oleh kebencian atau fitnah.
Kita perlu menghargai semangat dan dedikasi seseorang yang memimpin negara dengan populasi terbesar keempat di dunia dalam kondisi sebagai negara berkembang. Dari 280 juta penduduk, mengapa hanya Jokowi yang dipercaya oleh rakyat untuk memimpin? Jawabannya tentu terletak pada kepercayaan yang diberikan masyarakat melalui proses demokrasi yang sah.
Selama sepuluh tahun, Jokowi telah membawa Indonesia melalui berbagai capaian, salah satunya adalah pembangunan infrastruktur yang masif. Jalan tol, bandara, pelabuhan, dan infrastruktur lain dibangun di seluruh pelosok negeri telah membuka akses dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Salah satu prestasi besar lainnya adalah keberhasilannya dalam mengambil alih pengelolaan tambang yang selama setengah abad dikuasai oleh pihak asing. Selain itu, kebijakan hilirisasi yang diambil Jokowi dengan menghentikan ekspor bahan mentah untuk diolah sendiri di dalam negeri adalah langkah berani yang presiden-presiden sebelumnya tidak berani lakukan. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan nilai tambah bagi perekonomian Indonesia dan menciptakan lapangan kerja di dalam negeri.
Namun, fenomena trial by netizen atau penghakiman sosial yang dilakukan oleh netizen maupun trial by press atau penghakiman oleh media massa yang sering kali menyerang Presiden Jokowi tanpa dasar yang jelas menunjukkan rendahnya kualitas berpikir sebagian orang.
Mereka tidak memahami permasalahan secara mendalam namun dengan mudahnya menyebarkan opini yang menyesatkan. Tidak hanya itu, mereka juga melontarkan fitnah dan kebencianĀ yang pada akhirnya hanya merusak ruang publik serta menurunkan kualitas diskusi demokrasi di masyarakat.
Melalui pemikiran yang dewasa dan bijaksana seharusnya kita menyadari bahwa kebencian yang dirawat oleh mereka yang gagal merawat pikirannya pada akhirnya akan merusak diri mereka sendiri.
Jika dugaan buruk yang mereka lontarkan ternyata salah maka perasaan bersalah dan dosa akan menyiksa hati mereka, meskipun tanpa mereka tunjukkan secara verbal. Hal ini bisa merusak kesehatan jiwa dan, dalam beberapa kasus bisa berakhir tragis, kehidupannya game over.
Pada akhirnya kebenaran selalu hadirĀ meski terkadang datang terlambat. Ketika kebenaran terungkap, sebesar apa pun penyesalan yang muncul tidak akan mengubah apa yang telah terjadi. Karena itu, marilah berhati-hati dalam berpendapat dan memastikan bahwa kita tidak terbawa arus kebencian yang justru merugikan diri sendiri dan merusak tatanan masyarakat.
Penulis : Rokimdakas
Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas.
Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut
Editor : Redaksi