Setelah hampir dua dekade, Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana (RUU PATP) yang pertama kali disusun pada tahun 2008 akhirnya masuk ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2023. Meskipun demikian, jalan menuju pengesahannya masih tampak berliku.
Di Indonesia, sebenarnya sudah ada beberapa mekanisme untuk melakukan perampasan aset pelaku tindak pidana korupsi. Ini diatur dalam beberapa undang-undang, seperti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, serta Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Meski demikian, mekanisme ini belum dianggap cukup komprehensif untuk menangani tindak pidana korupsi secara efektif.
Pertanyaan besar yang muncul adalah mengapa akademisi dan aktivis yang melakukan aksi massa tidak cukup mendesak DPR untuk segera mengesahkan RUU Perampasan Aset menjadi undang-undang? Apakah ada kekuatan politik di balik layar yang berusaha menghambat pengesahannya?
Ada dugaan bahwa tekanan politik dari berbagai kalangan, terutama partai politik, memainkan peran besar dalam menunda pembahasan RUU ini. Beberapa pihak bahkan mencurigai bahwa RUU ini tidak diprioritaskan karena potensinya untuk mengancam para petinggi partai yang mungkin terlibat dalam kasus korupsi.
Pengesahan undang-undang ini dipandang sebagai langkah penting untuk menekan tindak korupsi yang merusak perekonomian negara. Dengan adanya regulasi yang jelas dan tegas terkait perampasan aset, diharapkan praktik korupsi bisa diminimalisir, sehingga kekayaan negara yang hilang akibat tindak pidana korupsi dapat dipulihkan.
Rakyat kini menaruh harapan pada pemerintahan Prabowo-Gibran untuk bersikap tegas dan mendorong DPR agar segera mengesahkan undang-undang perampasan aset. Langkah ini bukan hanya untuk menjaga integritas dan transparansi pemerintahan, tetapi juga untuk menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat yang menginginkan keadilan dan pemberantasan korupsi yang lebih serius.
Namun, pertanyaan tetap ada: akankah kekuatan politik di DPR mampu melawan tekanan dari berbagai kepentingan untuk mewujudkan undang-undang ini. Ataukah upaya untuk mengesahkannya akan terus terhambat oleh berbagai alasan politik?
Seiring dengan semakin meningkatnya tekanan publik, bola kini berada di tangan para legislator untuk menunjukkan keberanian dan komitmen mereka terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia. Rakyat menagih janji wakilnya yang bersumpah atas nama Tuhan untuk melaksanakan amanah yang diberikan.
Penulis : Rokimdakas
Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas.
Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut
Editor : Redaksi