Reporter : Rochman Arif
JATIMKINI.COM, Penyakit kardiovaskular dan cerebrovascular menjadi perhatian serius lantaran berada di urutan atas dalam daftar penyebab kematian utama di Indonesia. Mengacu data Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Jawa Timur bahwa penyakit ini masuk kategori silent killer.
Ketua PDUI Jawa Timur, Ade Armada Sutedja menyebut data hingga tahun 2023 terdapat 11,6 juta penderita hipertensi di Indonesia, dengan proporsi laki-laki 48,8 persen sedangkan sisanya wanita. Tak jarang penyakit ini tidak memiliki tanda-tanda awal, namun bisa memberi efek mematikan.
“Penyebab hipertensi cukup banyak. Bisa disebabkan pola hidup dan makanan. Keduanya paling berpengaruh dan mudah dipahami,” katanya di sela simposium bertajuk Heart Health: Keeping Your Cardiovascular Well-being in Check di Surabaya, Sabtu (18/5/2024).
Solusi yang paling memungkinkan apabila sudah terkena penyakit ini adalah berobat teratur ke dokter. Hal ini untuk mengetahui gejala utama munculnya hipertensi. Apabila dokter memberi obat, diupayakan untuk tidak berhenti mengonsumsinya.
Dosen di Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum itu menilai apabila berhenti mengonsumsi obat memiliki risiko meningkatnya tekanan darah. Ia mengingatkan apabila abai dengan obat, dampak terhadap pasien cukup besar. Sebab,obat bisa mengontrol tekanan darah.
“Bentuk pencegahannya adalah mengontrol tekanan darah secara berkala. Pemeriksaan paling bagus pagi setelah bangun tidur dan sebelum tidur malam,” ujarnya di sela donasi 500 unit blood pressure monitor dari Omron untuk tenaga medis di Jatim.
Alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya itu membeber terdapat 90 persen hipertensi esensial, karena tidak diketahui penyebab utamanya. Masalah ini kadang membuat tenaga medis kesulitan melakukan analisa. Sebab hipertensi esensial tidak disebabkan gaya hidup maupun obesitas.
Sementara itu, Direktur OMRON Healthcare Indonesia, Tomoaki Watanabe menegaskan tantangan utama menekan prevalensi penyakit kardiovaskular disebabkan rendahnya kesadaran masyarakat melakukan pemantauan mandiri.
“Padahal, memantau secara rutin dan berbagi data dengan penyedia layanan kesehatan bisa memastikan perawatan hipertensi yang lebih baik,” ujarnya saat hadir dalam simposium menyambut Hari Hipertensi Dunia, yang jatuh tiap 17 Mei.
Berdasar data dari WHO, diagnosis hipertensi di Indonesia masih 36 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan Vietnam yang sudah mencapai 47 persen dan India 37 persen. Hal ini disebabkan rendahnya kesempatan pemeriksaan kesehatan terutama jika tidak ditanggung asuransi atau perusahaan. Ditambah rendahnya kepemilikan alat ukur tensi di rumah.
Ia berharap pembagian Omron blood pressure monitor ini mendorong masyarakat lebih peduli dengan hipertensi. Menurutnya perangkat ini telah dilengkapi fitur dan akurasi teknologi yang cukup baik. Selain itu, alat ini sudah terhubung dengan berbagai perangkat baik bluetooth maupun aplikasi, dengan memori yang berbeda-beda.
Editor : Rochman Arif