JATIMKINI.COM, Kementerian Kesehatan tengah membahas peraturan turunan untuk mengimplementasikan UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 (UU Kesehatan).
Menanggapi proses yang saat ini tengah berlangsung, petani tembakau Bojonegoro menolak keras dan keberatan dengan seluruh pasal pengamanan zat adiktif mengenai tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pelaksana UU Kesehatan.
Baca juga: Industri Hulu - Hilir Tembakau Jadi Denyut Nadi Perekonomian Jatim
Wakil Ketua II Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Bojonegoro, Imam Wahyudi mengatakan petani menolak keras RPP tersebut karena sangat tidak adil dan mendiskriminasi semua rakyat termasuk petani yang bekerja di sektor pertembakauan.
“Mereka sangat membutuhkan perlindungan karena pengaturan tembakau menyangkut hajat hidup orang banyak. Kami memohon agar pemerintah memberikan perlindungan supaya kami bisa menanam tembakau yang merupakan komoditas andalan perekonomian dengan tenang dan aman,” katanya, Senin (25/9/2023).
Ia juga menyatakan kekecewaannya bahwa petani tidak dilibatkan sama sekali dalam pembahasan RPP ini. Bagi Imam, situasi ini semakin menunjukkan bahwa petani tidak dianggap dan selalu dalam posisi yang dimarjinalkan. Padahal, petani sangat terdampak namun tidak didengarkan suaranya.
“Kami sangat terkejut, tiba-tiba sudah ada pembahasan. Petani tembakau tidak pernah menyangka pemerintah di pusat menyusun peraturan yang mengancam kehidupan ekonomi. Pemerintah tidak melihat dampak langsungnya bagaimana,” ujarnya.
Sebelumnya, Minggu (24/9/2023) dalam peringatan Hari Tani Nasional, APTI Bojonegoro telah nenyampaikan suara kekecewaan dan penolakan mereka kepada jajaran DPRD Kabupaten Bojonegoro atas disisipkannya pasal pengamanan zat adiktif pada RPP Pelaksana UU Kesehatan, salah satunya tentang dorongan untuk beralih tanam dari tembakau yang akan mematikan sumber penghidupan petani tembakau.
"Tahun ini petani tembakau tersenyum dan optimistis. Tidak mungkin Bojonegoro disuruh untuk konversi atau beralih ke tanaman lain, seperti yang disebutkan di pasal 457 RPP UU Kesehatan. Karena tembakau sudah sejak lama menjadi tumpuan ekonomi masyarakat sekaligus merupakan harta warisan nenek moyang kami,” katanya.
Baca juga: Petani Tembakau Madura Tolak RPP Kesehatan
Imam berharap dari komitmen perwakilan legislatif untuk tetap melindungi dan berjalan bersama petani tembakau dan menyampaikan aspirasi petani kepada pemerintah agar menghentikan pembahasan pasal pengamanan zat adiktif pada RPP tersebut.
Seperti diketahui, Bojonegoro selama ini dikenal sebagai penghasil tembakau Virginia terbaik. Saat ini, luas areal tanaman tembakau di Bojonegoro sekitar 11.898 hektare yang mencakup 22 kecamatan.
Terluas area tanaman tembakau berada di Kecamatan Kepohbaru yakni 4.027 hektare. Pertanian tembakau selama ini telah memberikan manfaat ekonomi yang jauh tinggi bila dibandingkan dengan komoditas lainnya dan telah terbukti memberikan manfaat perekonomian yang baik pula bagi daerah dan masyarakat.
“Terlebih di saat kemarau panjang melanda seperti tahun ini, panen tembakau justru menjadi penyelamat situasi karena hasilnya baik di saat tanaman lain tidak bisa tumbuh,” imbuh Imam.
Baca juga: Revisi PP No.109 Tahun 2012 di Anggap Membawa Kehancuran Industri. Masalahnya Begini…
Sudjito, petani tembakau Kecamatan Sugiwaras menuturkan bahwa yang dibutuhkan petani tembakau saat ini adalah pendampingan, pemberdayaan dan perlindungan. Bukan semakin dipersulit dengan aturan-aturan yang menindas dan menghilangkan tembakau.
"Harapan kami tidak muluk-muluk. Petani tembakau Bojonegoro harus lebih sejahtera. Tolong sedikit beri perhatian pada petani yang selalu terpinggirkan agar petani bisa berdaya saing," sebut Sudjito.
Dia berharap pemerintah dapat melindungi hajat hidup orang banyak, termasuk 13.000 pekerja di Bojonegoro yang menggantungkan ekonominya pada tembakau.
“Pemerintah tidak boleh tutup mata bahwa pasal-pasal di dalam RPP yang disusun itu akan mengguncang kehidupan masyarakat Bojonegoro dan juga daerah sentra tembakau lainnya, dan akan berdampak pada perekonomian Bojonegoro,” katanya.
Editor : Ali Topan