Arsitektur bangunan itu menonjolkan ciri khas berbentuk kubus. Sang arsitek, Ir Mulder, sengaja merancang untuk Maconieke Lodge pada 1935. Dwi Cahyono menulis riwayat tersebut dalam buku Malang Telusuri dengan Hati.
Kini, bangunan bernilai sejarah itu bernama The Shalimar Boutique Hotel. Wali Kota Malang Sutiaji pun sudah menetapkan bangunan sebagai cagar budaya setelah tim ahli cagar budaya melakukan kajian.
Lokasi heritage cukup strategis di pusat kota. Penandanya ialah ruang terbuka hijau Taman Tjerme yang eksotis di pertemuan Jalan Cerme dan Jalan Buring yang terhubung langsung dengan Jalan Ijen atau Idjen Boulevard.
Taman kota merupakan aset milik Pemkot Malang lengkap dengan gramofon berukuran besar. Adapun The Shalimar Boutique Hotel yang dulunya gedung Maconieke Lodge berada di depan taman itu.
Sampai kini, bentuk bangunan tak berubah meski beberapa kali renovasi. Pemilik bangunan merawat dengan sangat teliti dan cermat. Ia mempertahanan arsitektur seperti aslinya. Tujuannya, hotel berkontribusi sebagai pelestari heritage.
Karena itu, gedung-gedung heritage masa kolonial Belanda, bahkan benda masa lebih tua, tetap terjaga. Pelaku jasa perhotelan dan restoran kota setempat turut mendukung program menjadikan Kota Malang jadi pusat heritage di Tanah Air.
Adapun sejarah aset gedung Maconieke Lodge beralih kepemilikan ke RRI Malang pada tahun 1964. RRI sendiri berdiri sejak 1940 memiliki stasiun pemancar milik Belanda yang di pasang di sejumlah sekolahan kawasan Oro Oro Dowo dan Jalan Bandung.
Masa pendudukan Jepang merebut stasiun pemancar radio pada 1942. Belanda mengambil paksa pemancar pada 1945. Lalu, perang agresi militer 1947 meluluhlantakkan infrastruktur termasuk pemancar radio. Akhir perang berimbas tidak ada radio yang menyiarkan berita seantero negeri hingga 1955.
Kini, bekas gedung Maconieke Lodge dan RRI itu beralih kepemilikan dan sempat berganti nama menjadi Malang Inn dan Hotel Graha Cakra. Selanjutnya, pemilik aset mengganti nama The Shalimar Boutique Hotel sampai sekarang.
"Hotel berganti nama tiga kali. Pada 14 Desember 1994 bernama hotel Malang Inn, lalu Juli 1995 menjadi Graha Cakra, selanjutnya 10 Desember 2015 menjadi The Shalimar Boutique Hotel," tegas salah satu manejer The Shalimar Boutique Hotel, Agoes Basoeki, Sabtu (18/3).
Agoes menjelaskan fungsi gedung semula sebagai tempat pertemuan orang Belanda dan gedung RRI sampai akhirnya berpindah kepemilikan oleh PT Cakra Nilam Sari pada 1993.
Kini, hotel memiliki 44 kamar. Bangunan gedung terawat masih seperti aslinya meski beberapa kali renovasi. Wali Kota Malang Sutiaji menandatangani prasasti pada gedung The Shalimar Boutique Hotel sebagai heritage atau cagar budaya setelah tim ahli cagar budaya melakukan kajian.
Penetapan heritage karena gedung bernilai sejarah dengan foto-foto lawas didukung taman kota yang nyaman dikunjungi. Pengelola hotel pun merawat Taman Tjerme melalui perjanjian kerja sama dengan Pemkot Malang.
Satu kawasan dengan hotel itu, yaitu Idjen Boulevard dan hutan kota Malabar. Sejauh ini, wisatawan mancanegara dan nusantara mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Kota Malang selain menikmati nuansa heritage juga bernostalgia.
Kemajuan pariwisata akhirnya meningkatkan jumlah wisatawan dan perekonomian. Itu sebabnya para pengelola hotel di Kota Malang mengembangkan hotel sebagai tempat menginap yang nyaman dan aman juga berfungsi untuk pelestarian cagar budaya dan pariwisata.
Editor : Redaksi