x
x

Remang-Remang Dunia Pendidikan Kita

Jumat, 30 Mei 2025 15:01 WIB

Reporter : Redaksi

Pendidikan adalah fondasi utama kemajuan sebuah bangsa. Sejak lama, pemerintah Indonesia menyadari pentingnya pendidikan dan telah menetapkan alokasi anggaran sebesar 20 persen dari total APBN untuk sektor ini.

Harapannya jelas, meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mencetak generasi emas yang cerdas, berdaya saing, serta bermoral.  Namun, kenyataan di lapangan justru menyedihkan. Alih-alih menjadi alat untuk menjawab tantangan zaman, anggaran pendidikan kini justru menjadi ajang bancakan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab.

Baru-baru ini, publik dikejutkan dengan terbongkarnya kasus dugaan korupsi besar-besaran di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Berdasarkan hasil temuan kejaksaan agung nilai korupsi yang ditaksir mencapai hampir Rp10 triliun.

Angka ini bukan hanya mencoreng wajah dunia pendidikan, tetapi juga menodai harapan jutaan rakyat Indonesia terhadap masa depan yang lebih baik melalui jalur pendidikan. Kasus tersebut, menurut hasil investigasi sementara, melibatkan pengadaan barang dan jasa, termasuk proyek digitalisasi sekolah, penyediaan laptop, serta infrastruktur pendukung pendidikan.

Dalam praktiknya, banyak terjadi mark-up harga, pengadaan fiktif, hingga kolusi antar pejabat dan rekanan swasta. Ironisnya, program-program tersebut digadang-gadang sebagai bagian dari transformasi pendidikan nasional berbasis teknologi.

Korupsi di sektor pendidikan adalah kejahatan berlapis. Ia bukan hanya merugikan negara dari sisi finansial, tetapi juga menghancurkan masa depan generasi muda. Dr. Fred van Leeuwen, mantan Sekretaris Jenderal Education International, sebuah federasi global serikat pekerja pendidikan, . menegaskan bahwa korupsi di lembaga pendidikan melemahkan kualitas institusi, merusak kepercayaan publik, dan memperparah ketimpangan sosial.

Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana bisa lembaga yang seharusnya menjadi benteng moral dan pencetak masa depan bangsa, justru menjadi sarang praktik korupsi?  Inilah bukti nyata karena lemahnya pengawasan, rendahnya integritas, dan absennya transparansi dalam pengelolaan anggaran.

Fenomena korupsi di Kemendikbudristek bukan yang pertama kali terjadi. Tahun-tahun sebelumnya, kita juga mendengar kasus serupa, meski skalanya mungkin tidak sebesar sekarang. Pada 2021, misalnya, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) pernah terseret isu ketidaktertiban administrasi dan dugaan penyalahgunaan dana. Begitu juga dengan proyek-proyek infrastruktur sekolah yang banyak mangkrak di berbagai daerah.

Kasus lainnya terjadi pada 2018, ketika Kejaksaan Agung menetapkan sejumlah pejabat di Kementerian Agama sebagai tersangka dalam kasus korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk madrasah.

Dana yang seharusnya digunakan untuk operasional sekolah, justru dikorupsi melalui praktik pemotongan dan penggelembungan anggaran. Dampak dari semua ini tentu sangat dirasakan oleh siswa dan guru di lapangan. Banyak sekolah masih kekurangan fasilitas dasar, seperti meja, kursi, laboratorium, bahkan toilet layak.

Guru-guru di daerah terpencil harus berjibaku dengan minimnya alat bantu mengajar, gaji yang tidak layak, dan sistem birokrasi yang menyulitkan.  Padahal, di atas kertas, anggaran telah digelontorkan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, sekitar 25 persen sekolah di Indonesia masih belum memiliki akses internet stabil.

Sementara program digitalisasi sekolah terus digembar-gemborkan oleh pemerintah pusat. Ini menandakan adanya ketimpangan yang tajam antara wacana dan realisasi di lapangan. Jika kita ingin benar-benar mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, maka reformasi total di sektor pendidikan mutlak diperlukan.

Pemerintah harus berani mengevaluasi secara menyeluruh sistem pengelolaan anggaran pendidikan. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi pilar utama dalam setiap program dan kebijakan.Selain itu, lembaga pengawas seperti BPK dan KPK dan lainya perlu diberikan akses lebih luas untuk melakukan audit secara berkala dan menyeluruh terhadap seluruh aktivitas keuangan di dunia pendidikan.

Peran serta masyarakat juga sangat penting, mulai dari pelaporan penyimpangan hingga pengawasan berbasis komunitas. Pendidikan adalah hak dasar setiap anak bangsa. Jika dana yang seharusnya digunakan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa justru dikorupsi, maka itu artinya kita sedang menggali lubang bagi kehancuran masa depan kita sendiri.

Sudah saatnya kita mengatakan cukup terhadap praktik korupsi di dunia pendidikan. Karena masa depan Indonesia terlalu berharga untuk dikhianati oleh segelintir oknum yang rakus dan tak bermoral. Semoga kasus yang baru-baru ini terbongkar bukan hanya menjadi tontonan sesaat, tetapi menjadi titik balik menuju sistem pendidikan yang bersih, adil, dan berorientasi pada kualitas. Karena pendidikan yang baik adalah pondasi dari peradaban yang besar.

Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, publik berharap ada reformasi nyata dan berani dalam sistem pendidikan nasional. Pemerintahan yang baru diharapkan tidak hanya fokus pada infrastruktur fisik, tetapi juga membangun fondasi moral dan integritas dalam pengelolaan pendidikan.

Perlu ada penunjukan figur-figur bersih dan berkomitmen dalam jabatan strategis di Kementerian Pendidikan. Lebih dari itu, sinergi antarlembaga dan keterlibatan masyarakat sipil harus ditingkatkan dalam mengawasi penggunaan anggaran.

Pendidikan yang bersih dari korupsi bukan sekadar mimpi, melainkan sebuah keharusan demi memastikan Indonesia melahirkan generasi masa depan yang bukan hanya cerdas secara akademik, tetapi juga bermoral, tangguh, dan berintegritas. Masa depan dunia pendidikan kita bergantung pada keberanian hari ini untuk bertindak tegas terhadap korupsi, dari pusat hingga pelosok negeri.

Ditulis oleh : Bambang Eko Mei

Pemerhati Sosial

Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas

Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut

 

 

 

Editor : Redaksi

LAINNYA