x
x

Agama Cuan

Senin, 21 Apr 2025 11:15 WIB

Reporter : Redaksi

Sains datang sebagai tamu yang diundang oleh kitab-kitab suci yang memerintahkan manusia “bacalah”, “perhatikan langit”, “lihat tanda-tanda dalam ciptaan”. Namun ketika sains menyimpulkan bahwa manusia berasal dari evolusi, bahwa semesta ini tanpa desain dasar,  tiba-tiba pintu rumah  ditutup. Why?

Pada akhir abad ke-20 ketika ilmuwan sibuk membedah DNA dan menghitung usia galaksi sebagian besar umat manusia sibuk berdebat tentang surga. Apakah ada bidadari, apa ada sungai susu, taman rindang dengan segala kenyamanan? Sementara teleskop Hubble memotret alam semesta yang maha luas, para penceramah di bumi justru mempersempit pemahaman manusia menjadi dua pilihan, ikut kami masuk surga atau terbakar di neraka.

Sains dengan sabar menjelaskan bahwa semesta ini terbentuk sekitar 340 miliar tahun lalu dari sebuah ledakan kosmik. Tak ada suara petir Tuhan. Tak ada tangan ilahi yang melempar bumi ke orbit. Hanya hukum fisika yang bekerja seperti mesin jahit semesta. Menjahit waktu, materi dan energi menjadi struktur kehidupan.

Mikroba muncul lebih dahulu dari moralitas. Oksigen muncul jauh sebelum firman. Homo sapiens, manusia modern baru muncul 300.000 tahun lalu setelah berevolusi dari primata besar,  sayangnya tak pernah menyangka cucunya kelak akan menciptakan dosa, agama dan kitab suci.

LAHIRNYA AGAMA

Sejarah membuktikan bahwa manusia lebih cepat membuat Tuhan ketimbang membuat kapak atau pisau. Sekitar 70.000 tahun lalu, saat malam-malam sepi diisi dengan api unggun dan percakapan, manusia mulai gelisah.  Siapa yang menggerakkan angin, hujan, ombak lautan? Siapa yang menyalakan kilat? Karena belum ada Google maka jawabannya dibuat sendiri, "Ada kekuatan di luar kita. Mari kita sebut: Tuhan."

Begitulah, Tuhan lahir dari pertanyaan  bukan jawaban. Ia tumbuh dari kegelisahan bukan kepastian. Dan ketika kegelisahan itu dibukukan dalam bentuk aturan, upacara dan simbol maka lahirlah apa yang kita kenal hari ini sebagai agama. Pada 20.000 tahun silam peradaban kuno mencipta agama sebagai rambu-rambu moralitas kemudian agama-agama baru hadir, seperti Buddha pada 5.000 tahun silam disusul Yahudi pada 3.000 tahun lalu kemudian Nasrani di abad pertengahan dan yang hadir belakangan adalah Islam pada 1.500 tahun silam.

Agama-agama kuno tumbuh di Mesopotamia - kawasan bulan sabit subur - seperti jamur di musim lembab. Zoroaster, dewa-dewa Mesir, kisah-kisah epik dari India kuno, semuanya menjadi sumber narasi yang pada suatu masa diklaim sebagai "wahyu dari langit".

Taurat mencomot ajaran Zoroaster, Bibel mencomot Taurat, Qur'an mencomot semuanya dan membungkusnya dengan bahasa yang konon paling puitis. Seperti novelis yang tidak mengakui plagiarisme karena mengubah diksi dan metafora, para nabi percaya bahwa kutipan dari masa lalu bisa menjadi wahyu jika dibacakan dengan intonasi surgawi. Tentu saja semua ini bukan persoalan klaim spiritual semata. Ini persoalan cuan.

STAR UP TERTUA

Ketika manusia mati, dia tak butuh apa-apa lagi. Tapi orang yang ditinggalkan butuh prosesi, doa, tahlil, kafan, batu nisan, bahkan bila perlu menawarkan jasa pemindahan arwah. Di sinilah agama menunjukkan keahliannya sebagai manajer eksistensial. Mengatur rasa takut menjadi ritus, menyulap kematian menjadi paket layanan lengkap, dari tanah kubur hingga tiket surga.

Agama adalah startup tertua dalam sejarah manusia. Ia menjual sesuatu yang tak bisa diuji, dikembalikan atau diuji ulang. Dan yang lebih hebat,  pelanggan terus membayar dengan uang, waktu, dan bahkan nyawa tanpa pernah menerima bukti konkret atas janji produknya.

Ilmuwan membawa laboratorium sedangkan agamawan membawa mimbar. Ilmuwan bekerja dengan alat ukur dan data, agamawan cukup dengan "kata Tuhan". Karena produk mereka adalah rasa aman spiritual maka segala bentuk kritik dianggap ancaman terhadap ketenangan kolektif. Ibarat restoran cepat saji, agama tidak suka jika pelanggannya tiba-tiba belajar masak sendiri.

Ironisnya, banyak agamawan yang diam-diam mengetaui bahwa sebagian besar narasi yang mereka jaga bagai pusaka itu sudah berlubang di sana-sini oleh hasil riset ilmiah. Tapi jika mengakui penemuan ilmiah berarti mengguncang sumber penghasilan. Maka mereka bertahan di panggung, berdiri di atas kitab, berseru kepada umat sambil menggenggam mikrofon sekaligus dompet umat. Pada titik inilah agama bukan lagi jalan menuju Tuhan tapi jalan tol menuju rekening pribadi, lembaga, bahkan pemerintah.

Umat bagaimana? Mereka tetap antri. Bukan karena bodoh tapi karena takut keluar dari barisan. Dalam dunia yang tak pasti ini, agama menawarkan kepastian instan. Seperti aplikasi pinjaman online spiritual, cukup percaya, ikuti prosedur, bayar cicilan ibadah rutin dan nanti, entah di mana, entah kapan, Anda akan mendapatkan “surga”.

Sayangnya, tak pernah ada testimoni valid dari pelanggan yang sudah tiba di sana.

Penulis : Rokimdakas
Wartawan & Penulis

Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas.

Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut

 

 

Editor : Redaksi

IDUL ADHA 2025
Kopilot
LAINNYA