x
x

Titik Puspa, Berkarya Hingga Detik Terakhir

Jumat, 11 Apr 2025 12:22 WIB

Reporter : Redaksi

Jika seni adalah  lentera yang tak pernah padam maka Titiek Puspa adalah penjaganya. Selama 75 tahun, perempuan bernama asli Sudarwati ini berdiri di antara sorot lampu dan gelap panggung, menyalakan api cinta bagi dunia hiburan Indonesia. Ia bukan sekadar bintang, ia adalah galaksi yang mengorbitkan semesta talenta, ketekunan dan cinta yang total sebagai seniman.

Kamis sore, 10 April 2025, pukul 16.25 WIB, kabar duka itu datang bagai daun terakhir yang gugur setelah musim panjang. Titiek Puspa wafat di usia 87  tahun. Manajernya, Mia, mengonfirmasi berita itu hanya berselang 15 menit setelah kepergian sang legenda. Dunia musik, layar kaca, dan panggung operet kehilangan seorang maestro yang telah menanamkan jejak keemasan sejak dekade 1950-an. Tiga zaman telah ia lintasi dan semuanya ia isi dengan cinta yang utuh pada seni.

Lahir di Tanjung, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan  pada 7 November 1937, Sudarwati tumbuh berkembang dalam kultur Jawa, sebagai anak dengan cita-cita sederhana, menjadi guru taman kanak-kanak. Namun dunia sudah sejak dini memintanya untuk menghiasi panggung meski  ditentang oleh orang tuanya, Tugeno Puspowidjojo dan Siti Mariam.

Dalam diam dan perlawanan terhadap keinginan orang tua, ia mengikuti lomba menyanyi dengan nama samaran, Titiek Puspo. Titiek adalah panggilannya sehari-hari dan Puspo dikutip dari nama sang ayah. Dari samaran itulah lahir nama yang kelak menjadi lambang abadi dedikasi dalam dunia seni, Titiek Puspa.

Nama panggung itu kemudian dimantapkan oleh Presiden Soekarno sendiri  sebuah pengakuan dari seorang pemimpin kepada seorang yang akan memimpin dalam cara berbeda yakni memimpin perasaan, memimpin nada dan memimpin cerita.

75 TAHUN MENYALA

Menyebut 75 tahun perjalanan Titiek Puspa bukan sekadar menghitung usia profesi. Itu seperti membaca sebuah kitab dengan lembar-lembar hidup yang penuh warna. Dari piringan hitam pertama berlabel "Gembira" hingga tampil di operet Papiko yang legendaris di TVRI. Dari lagu "Di Sudut Bibirmu", hingga "Minah Gadis Dusun" dan "Pantang Mundur. Tentu saja ada karyanya bagi kalangan anak seperti "Menabung" sebagai bukti cintanya tak hanya pada seni tetapi kepeduliannya pada penerus bangsa.

Titiek bukan sekadar penyanyi. Ia pencipta lagu. Ia aktris. Ia pendidik emosi. Ia pelukis kehidupan dengan melodi dan lirik sebagai kuasnya. Ketika tubuhnya diserang kanker serviks pada 2009, ia justru melahirkan 61 lagu selama menjalani kemoterapi. Sebutan apa yang pantas disematkan bagi semangat seperti itu jika bukan teladan?

Titiek Puspa tak pernah berpikir untuk pensiun. Ia bukan seniman yang berteduh di nostalgia. Bahkan saat dunia berubah seleranya tetap sezaman. Ia menciptakan grup vokal anak-anak bernama Duta Cinta menyuarakan keberagaman dan pendidikan karakter. Ia tampil di drama musikal "Pesta Sahabat" mengingatkan kita bahwa hiburan sejati adalah yang mengandung nilai dan kasih.

Konser “Karya Abadi Sang Legenda” untuk ulang tahunnya yang ke-70 adalah selebrasi sekaligus pernyataan, seni bukan sekadar panggilan tetapi pengabdian. Disaksikan oleh Presiden SBY dan para tokoh bangsa, konser itu menjadi tapal batas antara masa lalu dan masa depan. Dan, Titiek Puspa berdiri di tengahnya seperti matahari yang tak pernah redup.

JANGAN TANGGUNG

Dari kisah hidup Titiek Puspa, satu pesan paling keras bergaung adalah, jika ingin menjadi seniman, jangan tanggung. Ia tak pernah berhenti belajar, tak pernah setengah hati. Ia menyanyi bukan hanya dengan suara namun dengan jiwa. Ia mencipta lagu bukan untuk popularitas tapi untuk meninggalkan makna. Dalam tiap langkahnya ada cinta yang total pada seni sebagai jalan hidup bukan sekadar profesi.

Titiek tidak hanya membuat kita tertawa atau menangis, ia mengajak kita merenung. Bahwa seni adalah jembatan antara manusia dan kemanusiaan, dan seniman adalah penjaganya. Dalam tubuh rapuhnya yang tak lagi muda, Titiek Puspa tetap berdiri di tengah studio pada 26 Maret 2025 tetap menyelesaikan tiga segmen syuting sebelum akhirnya pingsan dan dirawat. Bahkan hingga akhir hayatnya, ia tetap bekerja tetap berkarya.

Kini, panggung besar telah ia tinggalkan namun jejaknya tak akan pernah hilang. Ia adalah titik yang tidak akan pernah selesai ditulis. Ia adalah puspa yang terus mekar dalam ingatan jutaan orang. Ia telah menutup panggung kebesaran dengan cara paling indah.  Berkarya hingga detik terakhir.

Selamat jalan Titiek Puspa. Lentera yang kau nyalakan akan terus menyinari jalan bagi siapapun yang ingin menjadi seniman. Bahwa seni bukan sekadar bakat tapi dedikasi seumur hidup.

Selamat Sang Mahadewi

Tugas kemanusiaanmu

Kau tuntaskan dengan cinta.

 

Penulis : Rokimdakas
Wartawan & Penulis

Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas.

Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut

Editor : Redaksi

LAINNYA