x
x

Gawat! Indeks Keselamatan Jurnalis 2024 Lemah

Rabu, 19 Mar 2025 15:29 WIB

Reporter : Rochman Arief

JATIMKINI.COM, Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (DK3) Jawa Timur mengungkap tantangan besar pekerja pers terkit risiko pekerjaan. Konteks yang disampaikan Dewan K3 Jatim meliputi kekerasan fisik, intimidasi hukum, serangan digital, hingga tekanan ekonomi.

Berdasarkan data kekerasan jurnalis sepanjang tahun 2024 ditemukan 321 kasus kekerasan terhadap 167 jurnalis. Masih adanya kekerasan ini menegaskan lemahnya perlindungan terhadap jurnalis.

Wakil Ketua Dewan K3 Jatim, Edi Priyanto, menegaskan bahwa perspektif K3 membutuhkan mapping dan mitigasi yang tepat.

“Sebut saja pelatihan risk assessment, prosedur tanggap darurat, serta penerapan standar keselamatan yang lebih ketat saat meliput di daerah rawan konflik,” katanya dalam keterangan tertulis.

Ia menambahkan jurnalis memiliki hak atas lingkungan kerja yang aman yang meliputi perlindungan dari kekerasan. Aspek perlindungan fisik, seperti penggunaan alat pelindung diri, juga menjadi bagian penting dari standar keselamatan kerja.

“Jurnalis juga membutuhkan perlindungan hukum yang kuat, guna menghindari kriminalisasi saat menjalankan tugas sesuai dengan prinsip kebebasan pers,” imbuhnya.

Sejauh ini Indeks Keselamatan Jurnalis 2024 mencatat tingkat perlindungan yang diberikan perusahaan terhadap jurnalis berada di angka 73,32. Meski tergolong cukup baik, masih terdapat ruang untuk perbaikan. Terutama dalam meningkatkan standar operasional prosedur (SOP) keselamatan kerja, bagi jurnalis di area berisiko tinggi.

Perusahaan juga perlu memastikan adanya perlindungan hukum dan pendampingan bagi jurnalis yang menghadapi ancaman. Perlu pula menyediakan pelatihan rutin, termasuk pelatihan keamanan digital, untuk mengantisipasi peretasan dan penyadapan.

Begitu juga dengan peran pemerintah dalam memberikan perlindungan jurnalis masih dihadapkan tantangan besar. Dengan skor 64,39 dalam indeks keselamatan, regulasi yang saat ini belum cukup untuk menjamin keamanan jurnalis.

“Persoalan lain adalah kondisi ekonomi yang tidak stabil berdampak pada keselamatan mental dan fisik jurnalis. Pemangkasan anggaran, pemutusan hubungan kerja (PHK), serta efisiensi besar-besaran memperburuk situasi,” jelsnya.

Dalam menghadapi kondisi ini, perusahaan media dituntut tetap memprioritaskan keselamatan kerja jurnalis. Di satu sisi serikat pekerja juga harus lebih aktif membela hak-hak jurnalis yang terdampak PHK.

Sebagai praktisi K3, Edi Priyanto menekankan bahwa keselamatan jurnalis adalah hak fundamental yang tidak bisa diabaikan. Menurutnya, dengan memberi perlindungan terhdap jurnalis upaya menjaga demokrasi dan kebebasan pers yang sehat di Indonesia.

“Jurnalis yang bekerja dengan aman dan terlindungi akan mampu menghadirkan informasi yang akurat dan berimbang, yang pada akhirnya akan membawa manfaat bagi masyarakat luas,” pungkasnya.

Editor : Rochman Arief

LAINNYA