Reporter : Redaksi
Manusia, dengan segala keterbatasannya, cenderung tersesat dalam labirin duniawi, terlena oleh gemerlap kesenangan sesaat, dan mendewakan materi yang cepat sirna. Seolah-olah dunia adalah panggung utama, sementara Tuhan hanyalah bayang-bayang di belakang layar
Di tengah hiruk-pikuk dunia yang terus berputar, manusia sibuk berlari mengejar asa, mengumpulkan harta, dan membangun istana impian yang fana.
Tuhan Ada Dimana ?
Hanya segelintir manusia yang benar-benar mendambakan pertemuan dengan-Nya, mereka adalah manusia yang hatinya telah dibersihkan oleh cahaya makrifat, yang jiwanya telah menari dalam irama ketundukan hakiki.
Dalam ilmu hakekat, dunia adalah tirai yang menutupi mata batin. Dunia bukanlah sekadar tempat singgah, melainkan juga cermin bagi hati. nOrang yang memandang dunia dengan cinta berlebihan akan terperangkap dalam bayang-bayangnya, terjebak dalam pusaran nafsu dan ambisi yang tiada akhir.
Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menyebut dunia sebagai "pasar ilusi," tempat manusia sibuk menawar sesuatu yang sejatinya tak memiliki nilai abadi.
Seperti seorang musafir yang mampir ke sebuah pasar dalam perjalanan panjang, sebagian memilih membeli hanya kebutuhan secukupnya, sementara sebagian lain justru menghabiskan seluruh waktunya dalam perdagangan duniawi, lupa bahwa perjalanan sejati masih panjang.
Syeikh Ibnu Atha’illah dalam Al-Hikam mengatakan, “Bagaimana mungkin seorang hamba ingin masuk ke hadirat Allah, sementara ia masih terbelenggu oleh ketertarikannya pada dunia?” Inilah dilema besar manusia: mencintai dunia tetapi ingin meraih Tuhan, ingin mendekat kepada-Nya tetapi enggan melepaskan diri dari jerat duniawi.
Mereka yang benar-benar mendambakan pertemuan dengan Allah bukanlah orang yang sekadar menghafal nama-Nya, melainkan mereka yang telah menghayati makna-Nya dalam setiap desah napas.
Mereka adalah para sufi yang telah melewati maqam-maqam spiritual, yang telah menanggalkan beban dunia dan menyatu dalam keheningan ilahi.
Keberadaan Tuhan
Para ahli tasawuf meyakini bahwa semakin dalam seseorang menyelami hakekat dirinya, semakin ia menyadari bahwa Tuhan lebih dekat daripada urat nadinya sendiri. Namun, kesadaran ini bukanlah sesuatu yang datang begitu saja. Ia lahir dari perjalanan panjang, dari derita kehilangan, dari rintihan malam, dari pengorbanan ego yang tak terhitung.
Jalaluddin Rumi menggambarkan pencarian ini dalam bait puisinya:
"Kekasih telah dekat, tetapi engkau sibuk mencari di kejauhan. Seperti ikan yang kehausan, mencari air di daratan.”
Manusia sering merasa jauh dari Tuhan karena ia mencari-Nya di tempat yang salah. Ia mengira Tuhan berada di luar sana, padahal Dia bersemayam di dalam hatinya sendiri.
Tapi hati yang kotor tak bisa memantulkan cahaya-Nya. Seperti cermin yang tertutup debu, ia tak bisa menangkap wajah yang sejatinya telah ada di hadapannya. Hanya mereka yang telah menyucikan hati dari cinta dunia yang dapat menyaksikan Tuhan dalam segala sesuatu.
Mereka melihat-Nya dalam hembusan angin, dalam gemericik air, dalam tatapan mata seorang fakir. Dan bagi mereka, dunia tak lagi menjadi hijab, melainkan jembatan menuju perjumpaan hakiki.
Takut Bertemu Tuhan?
Jika kita bertanya, “Mengapa hanya sedikit yang ingin bertemu Allah?” Maka jawabannya terletak pada rasa keterikatan yang masih kuat terhadap dunia.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah menyebutkan bahwa manusia yang terlalu mencintai dunia akan takut berpisah dengannya.
Seperti anak kecil yang menggenggam mainannya erat-erat, takut jika diambil, padahal yang menunggunya adalah hadiah yang jauh lebih besar.
Ketakutan ini juga lahir dari kesadaran bahwa dunia telah menyibukkan mereka hingga lupa mempersiapkan bekal untuk akhirat. Mereka khawatir bertemu Tuhan dengan tangan kosong, tanpa amal yang cukup, tanpa hati yang bersih.
Bagi para pecinta Tuhan, kematian bukanlah sesuatu yang menakutkan, melainkan momen yang dinanti-nantikan. Seperti seorang kekasih yang telah lama terpisah, mereka rindu bertemu dengan Sang Pemilik Jiwa. Sebagaimana doa yang diajarkan Nabi Muhammad: "Ya Allah, aku rindu bertemu dengan-Mu, maka pertemukanlah aku dalam keadaan Engkau ridha kepadaku."
Mereka yang telah mencapai hakekat kehidupan sadar bahwa dunia hanyalah bayangan yang akan lenyap. Yang nyata hanyalah Allah. Dalam setiap kesibukan, dalam setiap usaha, dalam setiap impian, sejatinya ada peran Allah yang sering kali terabaikan.
Tak ada yang lebih mulia daripada mengingat-Nya dalam setiap langkah, mengembalikan segala urusan kepada-Nya, dan menjadikan dunia sekadar alat, bukan tujuan.
Mereka yang hatinya telah bersih dari ketergantungan duniawi akan mendambakan perjumpaan dengan-Nya lebih dari apapun.
"Mengapa manusia takut bertemu Tuhan?" tetapi "Sudahkah kita benar-benar mengenal-Nya?" Sebab, ketika hati telah mengenal, tak ada lagi ketakutan, yang ada hanyalah kerinduan.
Penulis : Bambang Eko Mei
Pemerhati Sosial
Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas.
Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut
Editor : Redaksi