Islam mengajarkan kasih sayang dan kedamaian namun dalam kehidupan sehari-hari, sebagian orang memahami agama hanya secara parsial bahkan menyalahgunakannya. Mereka menyanjung teks-teks yang bersifat eksklusif tanpa melihat konteks dan prinsip utama Islam yang mengajarkan rahmatan lil alamin - bersikap kasih sayang kepada semuanya. Memberi keadilan, toleransi, dan penghormatan terhadap keberagaman. Jika tidak melaksanakan ajaran utama tersebut bisa dikatakan sebagai kafir Islam. Abai terhadap nilai keislaman.
Untuk kesekian kalinya arogansi mayoritas sebagai potret buruk kohesi sosial kemasyarakatan dipertunjukkan secara vulgar oleh kelompok kafir Islam di Kota Solo saat digelar Festival Cap Go Meh pada 15 Februari 2025. Aspirasi mereka untuk memisahkan kuliner non-halal dan kuliner halal sudah dipenuhi tapi malah over akting. Menurut mereka festival ini bisa mendatangkan musibah sehingga Allah bisa menolak doa umat Islam karena membiarkan kemungkaran.
Ini kebiadaban di bumi Pancasila!! Ini menginjak- injak falsafah negara, Bhinneka Tunggal Ika. Tindakan kafir Islam tersebut merusak keagungan ajaran rahmatan lil alamin. Ini wujud nyata para penyembah membunuh agama sambil takbir!!
Setahun silam (2024) kelompok yang ditengarai hasil ajaran Abu Bashar Basyir, gembong teroris tahanan rumah di Ngruki, itu membuat onar saat berlangsung Festival Kuliner Non Halal. Namun Gibran Rakabuming Raka sebagai Walikota Solo pasang badan dan even unik tersebut bisa tetap berlangsung.
Pemahaman agama yang kaku dan intoleran sering kali muncul karena kurangnya pendidikan agama yang komprehensif. Dakwah yang dilakukan oleh sebagian kelompok juga lebih menekankan perbedaan dan permusuhan daripada membangun harmoni sosial. Akibatnya sebagian umat Islam cenderung melihat kelompok lain sebagai ancaman daripada saudara sesama manusia.
Pada saat pemerintahan Jokowi, kelompok kafir Islam intoleran, FPI dan HTI dibubarkan dan diundangkan sebagai organisasi terlarang sebagaimana PKI. Tindakan tegas serupa juga diharapkan bisa dilakukan oleh Presiden Prabowo.
Sebagai penegasan, pemerintahan Prabowo - Gibran diharap berani bertindak tegas terhadap pelaku intoleran, baik yang yang menyangkut masalah agama maupun politik dan keamanan. Bila perlu lakukan tindakan represif. Untuk para preman politik dan preman jalanan, tangkap, jangan beri ampun. Rakyat butuh suasana aman, tentram dan damai dalam melanjutkan kehidupannya.
ADAPTASI KEBIJAKAN
Ketika sebuah kebijakan diputuskan oleh pelaksana pemerintahan maka rakyat memerlukan waktu beradaptasi, menyelaraskan diri dengan perubahan yang terjadi minimal tiga bulan hingga setahun, tergantung spektrum kebijakannya.
Demikian juga sekarang, rakyat sedang kesulitan merawat kehidupannya terutama masalah ekonomi. Ini karena harus beradaptasi dengan perubahan kebijakan pemerintah pusat dalam melakukan penghematan. Yang baru diketaui rakyat bahwa selama puluhan tahun rakyat merasa ditipu oleh keserakahan birokrat dalam memanipulasi anggaran untuk foya-foya ke luar negeri, studi banding, rapat dll. Pemborosan yang tidak berdampak pada hajat hidup masyarakat.
Rakyat paham akan perlunya penghematan demi penggunaan yang lebih bermanfaat bagi perbaikan kehidupan bersama. Namun dalam prosesnya rakyat juga menderita sebagaimana orang-orang yang sedang memproses kekaryaan sebelum menikmati hasilnya, begitu sengsara. Jika saja hasilnya tidak sesuai dengan harapan, maka kepercayaan rakyat sebesar 80% persen diberikan kepada Prabowo untuk dijadikan modal pelaksanaan mewujudkan program-program strategis nasional, pada tahun 2029 akan dicabut. Itulah kedaulatan (baca: kekuasaan) rakyat sebagai amanah yang cita²nya harus diwujudkan.
Perlu diingat bahwa, di atas politik dan agama adalah kepentingan rakyat !!
Penulis : Rokimdakas
Wartawan & Penulis
Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas.
Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut
Editor : Redaksi