x
x

Masyarakat Miskin di Perkotaan

Sabtu, 15 Feb 2025 10:00 WIB

Reporter : Redaksi

Di tengah pesatnya perkembangan kota-kota besar di seluruh dunia, termasuk Indonesia, kemiskinan perkotaan tetap menjadi tantangan kompleks dan mendesak. Masyarakat miskin di perkotaan sering hidup di tengah kesenjangan yang semakin lebar antara kemajuan infrastruktur modern dan keterbatasan akses terhadap kebutuhan dasar seperti perumahan layak, pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan yang stabil.

Urbanisasi yang terus meningkat menjadi faktor utama yang memengaruhi kehidupan masyarakat miskin di perkotaan. Kota-kota besar semakin padat, dan persaingan untuk mendapatkan sumber daya seperti lahan, air bersih, dan energi semakin ketat.

Masyarakat miskin berisiko terpinggirkan ke daerah-daerah kumuh atau pinggiran kota yang jauh dari pusat ekonomi, sehingga akses mereka terhadap peluang kerja dan layanan publik semakin terbatas. Menurut data Bank Dunia, sekitar 18 persen penduduk perkotaan di Indonesia hidup dalam kemiskinan atau hampir miskin, yang mewakili sekitar 20 juta orang.

Seiring urbanisasi yang semakin meningkat, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah jika tidak ada intervensi yang efektif. Masyarakat miskin di perkotaan sering tinggal di daerah rawan bencana seperti bantaran sungai, daerah rawan banjir, atau lereng bukit yang tidak stabil.

Perubahan iklim memperparah kerentanan ini, dengan frekuensi dan intensitas bencana alam yang semakin tinggi. Tanpa intervensi serius dari pemerintah dan masyarakat, masa depan mereka akan dihadapkan pada risiko kehilangan tempat tinggal, kesehatan yang buruk, dan ketidakstabilan ekonomi.

Di era digital, teknologi memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Ketimpangan akses terhadap teknologi dapat memperlebar jurang antara masyarakat miskin dan kelompok yang lebih mampu. Masyarakat miskin di perkotaan berisiko tertinggal dalam hal literasi digital, akses internet, dan peluang kerja berbasis teknologi. Jika tidak ada upaya untuk memastikan inklusi digital, mereka akan semakin terpinggirkan dalam ekonomi modern.

Pendidikan

Pendidikan adalah kunci untuk memutus rantai kemiskinan. Namun, anak-anak dari keluarga miskin di perkotaan sering menghadapi tantangan besar dalam mengakses pendidikan berkualitas akibat biaya yang mahal, jarak yang jauh, atau tekanan untuk bekerja membantu keluarga.

Di masa depan, sistem pendidikan yang inklusif dan terjangkau akan menjadi kunci untuk memastikan mobilitas sosial dan mengurangi kemiskinan antar-generasi. Dr. Hari Harsono, seorang sosiolog dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menyatakan bahwa kemiskinan di perkotaan sering kali disebabkan oleh ketidakseimbangan pola kepemilikan sumber daya yang mengakibatkan distribusi pendapatan yang timpang.

Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah, yang berdampak pada rendahnya produktivitas dan pendapatan mereka. Sementara itu, laporan Bank Dunia mengindikasikan bahwa urbanisasi yang cepat tanpa diimbangi dengan perencanaan yang matang dapat memperburuk kondisi kemiskinan di perkotaan.

Sekitar 18 persen penduduk perkotaan di Indonesia hidup dalam kemiskinan atau hampir miskin, dan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah seiring meningkatnya urbanisasi. Masa depan masyarakat miskin di perkotaan sangat bergantung pada kebijakan pemerintah dan kolaborasi antara sektor publik, swasta, dan masyarakat sipil.

Program-program seperti perumahan sosial, bantuan kesehatan universal, dan pelatihan keterampilan kerja perlu diperkuat. Selain itu, pendekatan berbasis komunitas dan partisipasi aktif dari masyarakat miskin dalam proses pembuatan kebijakan akan menjadi kunci untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan.

Pada Oktober 2024, pemerintah Indonesia membentuk Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP2K) yang dipimpin oleh Budiman Sudjatmiko. Badan ini bertujuan untuk merumuskan, mengoordinasikan, dan mengawasi pelaksanaan kebijakan pengentasan kemiskinan secara lebih efektif dan terintegrasi.

Meskipun tantangannya besar, masa depan masyarakat miskin di perkotaan tidak harus suram. Dengan komitmen yang kuat dari semua pihak, ada potensi untuk menciptakan kota-kota yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Teknologi hijau, ekonomi sirkular, dan model pembangunan yang berpusat pada manusia dapat menjadi solusi untuk mengurangi kemiskinan sekaligus menjaga lingkungan.

Masyarakat miskin harus dilihat bukan sebagai beban, tetapi sebagai bagian integral dari pembangunan kota yang perlu diberdayakan. Masa depan masyarakat miskin di perkotaan adalah cerminan dari bagaimana kita sebagai masyarakat global menghadapi tantangan ketimpangan, perubahan iklim, dan kemajuan teknologi.

Dengan kebijakan yang tepat, kolaborasi yang kuat, dan komitmen untuk keadilan sosial, kita dapat menciptakan masa depan di mana semua orang, termasuk masyarakat miskin, memiliki kesempatan untuk hidup layak dan bermartabat.

Penulis : Bambang Eko Mei
Pemerhati Sosial

Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas.

Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut

 

Editor : Redaksi

Kopilot
LAINNYA