Selama berabad-abad, umat Islam pernah mengalami masa kejayaan di Eropa, khususnya di Spanyol. Peradaban Islam berkembang pesat di wilayah Andalusia, dengan pusat-pusat ilmu pengetahuan, budaya, dan arsitektur yang masih dikenang hingga kini.
Salah satu jejak kejayaan Islam yang masih tersisa adalah Masjid Cordoba, yang kini telah beralih fungsi menjadi Katedral Katolik (Catedral de Córdoba). Namun, kejayaan Islam di Spanyol akhirnya runtuh, ditandai dengan jatuhnya kota Granada pada tahun 1492.
Peristiwa ini tidak hanya mengakhiri kekuasaan Islam di Spanyol tetapi juga menjadi awal dari penderitaan panjang bagi umat Islam di sana. Islam mulai masuk ke Eropa pada tahun 711 M (93 H) melalui ekspedisi militer yang dipimpin oleh Tariq bin Ziyad. Ia memimpin pasukan Muslim dari Afrika Utara untuk menaklukkan wilayah Andalusia yang saat itu dikuasai oleh Kerajaan Visigoth.
Keberhasilan Tariq bin Ziyad membuka jalan bagi pemerintahan Islam di Spanyol yang bertahan selama lebih dari tujuh abad. Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, terutama di bawah kepemimpinan Abd al-Rahman III (912–961 M), Cordoba berkembang menjadi pusat peradaban Islam di dunia. Kota ini menjadi pusat ilmu pengetahuan, filsafat, seni, dan arsitektur.
Para ilmuwan Muslim seperti Al-Zahrawi dalam bidang kedokteran dan Ibnu Rusyd dalam filsafat memberikan kontribusi besar bagi kemajuan ilmu pengetahuan dunia. Namun, kejayaan Islam di Andalusia mulai mengalami kemunduran akibat perpecahan internal di tubuh pemerintahan Islam.
Naiknya Hisyam al-Mu'ayyad Billah sebagai khalifah Cordoba pada usia 11 tahun pada tahun 976 M menyebabkan kekuasaan lebih banyak dikendalikan oleh para pejabat, yang akhirnya memicu konflik internal.
Pengkhianatan Raja Ferdinand
Di sisi lain, kerajaan-kerajaan Kristen seperti Castile dan Aragon semakin kuat. Pada akhir abad ke-15, Raja Ferdinand dan Ratu Isabella dari Spanyol menyatukan kekuatan mereka dalam gerakan yang disebut Reconquista atau penaklukan kembali Spanyol dari tangan Muslim.
Granada, yang menjadi benteng terakhir Islam di Spanyol, akhirnya jatuh pada 2 Januari 1492 setelah Sultan Muhammad XII (Boabdil) menyerahkan kunci istana Alhambra kepada Ferdinand dan Isabella.
Awalnya, Ferdinand menjanjikan kebebasan beragama bagi Muslim Granada, tetapi janji tersebut hanyalah tipu daya agar kota itu menyerah tanpa perlawanan besar. Setelah menguasai Granada, Raja Ferdinand dan Ratu Isabella segera mengingkari janji mereka.
Pada tahun yang sama, mereka mengeluarkan Dekret Alhambra yang mengusir kaum Yahudi dari Spanyol. Umat Islam mengalami nasib yang sama. Pada tahun 1502, mereka diberi dua pilihan: masuk Kristen atau meninggalkan Spanyol.
Banyak Muslim yang terpaksa meninggalkan tanah kelahiran mereka, sementara yang lain berpura-pura memeluk agama Kristen namun tetap menjalankan Islam secara sembunyi-sembunyi. Mereka yang bertahan ini dikenal sebagai kaum Moriscos.
Namun, penderitaan kaum Moriscos tidak berhenti di situ. Pemerintah Spanyol mengeluarkan kebijakan yang semakin menekan mereka. Pada tahun 1508–1567, berbagai aturan diberlakukan, seperti larangan berbahasa Arab, pelarangan adat istiadat Islam, serta pemaksaan pendidikan Kristen bagi anak-anak Muslim.
Puncak penderitaan umat Islam terjadi pada tahun 1609–1614 ketika Raja Philip III memerintahkan pengusiran lebih dari 300.000 Muslim dari Spanyol. Anak-anak Muslim yang berusia di bawah tujuh tahun dilarang ikut pergi karena pemerintah Spanyol ingin mereka dibesarkan sebagai penganut Kristen.
Tragedi Sejarah Islam
Dr. Tariq Ramadan sejarahwan Islam menyebut jatuhnya Granada sebagai salah satu tragedi besar dalam sejarah Islam. Pengusiran dan pembantaian umat Islam di Spanyol adalah bukti bagaimana agama sering digunakan sebagai alat politik untuk menyingkirkan kelompok tertentu.
Tariq Ramadan juga menyatakan bahwa warisan peradaban Islam di Andalusia masih bisa ditemukan hingga kini dalam bidang ilmu pengetahuan, arsitektur, dan budaya.
Sementara itu, sejarawan Spanyol, Dr. Luis Bernabé Pons, dalam penelitiannya tentang Moriscos menyebutkan bahwa pengusiran umat Islam dari Spanyol bukan hanya tindakan intoleransi agama, tetapi juga memiliki dimensi ekonomi dan politik.
Ia berpendapat bahwa kaum Moriscos memiliki keterampilan dalam pertanian dan perdagangan yang sangat penting bagi ekonomi Spanyol saat itu, tetapi karena kebencian dan ketakutan akan pengaruh Islam, mereka tetap diusir dengan cara yang kejam.
Sejarah Islam di Granada merupakan kisah tentang kejayaan sekaligus tragedi. Dari sebuah pusat peradaban dunia, Andalusia berubah menjadi tempat di mana umat Islam mengalami pembantaian dan pengusiran massal.
Hingga kini, jejak peninggalan Islam di Spanyol masih dapat ditemukan, meskipun banyak yang telah diubah atau dihancurkan. Kisah ini menjadi pelajaran penting bahwa kejayaan sebuah peradaban tidak hanya ditentukan oleh kekuatan militer, tetapi juga persatuan dan stabilitas internal.
Sejarah menunjukkan bahwa perpecahan di kalangan Muslim sendiri menjadi salah satu faktor utama runtuhnya kekuasaan Islam di Spanyol.
Sementara itu, kebijakan intoleransi yang dilakukan oleh kerajaan Kristen saat itu menjadi bukti bagaimana agama sering dijadikan alat untuk kepentingan politik. Jatuhnya Granada tidak hanya menandai akhir dari pemerintahan Islam di Spanyol, tetapi juga menjadi awal dari penderitaan panjang umat Islam di Eropa.
Penulis : Bambang Eko Mei
Pemerhati Sosial
Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas.
Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut
Editor : Redaksi