x
x

Dewan Pers. Bebek Lumpuh Suaranya Keras Tak Mampu Bertindak

Setiap bulan Februari ruang media di Indonesia riuh dengan ucapan "Selamat Hari Pers." Namun di balik seremonial ini ada pertanyaan yang lebih patut  diajukan: Apanya yang selamat? Ketika ribuan media online tumbuh liar tanpa kendali, ketika kode etik diinjak-injak demi klik dan sensasi, ketika wartawan sebagai profesi yang seharusnya mulia dipenuhi oleh mereka yang bahkan tak paham makna jurnalistik. Apakah pers masih layak disebut pilar demokrasi?

Di tengah kekacauan ini, keberadaan Dewan Pers serupa bebek lumpuh, suaranya keras, garang dalam narasi tapi loyo dalam aksi, tak mampu bertindak. Lembaga yang seharusnya menjadi penjaga marwah jurnalisme justru lebih mirip wasit pertandingan yang hanya bisa meniup peluit tanpa bisa memberi kartu merah. Mereka sibuk mengadakan uji kompetensi wartawan tetapi fenomena yang terjadi akhir-akhir ini  justru melahirkan lulusan "wartawan ber-UKW abal-abal" yang semakin memperburuk citra pers. Program kejar omzet tersebut dimanfaatkan oleh media abal-abal untuk menaikkan status wartawannya yang tidak memenuhi standar agar memiliki sertifikat UKW.

MEDIA SAKIT

Media yang sehat adalah cerminan masyarakat yang sehat. Sebaliknya, media yang sakit menunjukkan bahwa ada yang busuk dalam tatanan sosial kita. Saat ini kita menghadapi fenomena di mana siapa pun bisa mendirikan media dengan modal murah. Dengan satu klik, seseorang bisa menjadi "pemimpin redaksi", dengan satu unggahan ia bisa membangun narasi tanpa verifikasi. Hasilnya adalah jurnalisme sensasional, penuh propaganda, sangat jauh dari nilai-nilai kebenaran.

Dari sekitar 60.000 media massa di Indonesia hanya 1.500 yang terverifikasi Dewan Pers. Fakta ini bukan sekadar angka, melainkan indikasi betapa lemahnya pengawasan pers di negeri ini. Ironisnya, bukan hanya media yang sakit tetapi wartawan pun terjangkit penyakit yang sama. Profesi yang dulu dipandang sebagai benteng kebenaran kini dihuni oleh wartawan bodrek, preman berjubah pers yang lebih suka meneror daripada melaporkan.

Sebagian besar media saat ini bahkan tidak menggaji wartawannya. Mereka dibiarkan "berburu sendiri," mencari penghasilan dari iklan, kerja sama "liputan berbayar," atau lebih buruk lagi, memanfaatkan profesinya untuk menekan dan mengintimidasi. Pers yang seharusnya mengawal moral justru kehilangan moralnya sendiri.

BEBEK LUMPUH

Sejak reformasi, Dewan Pers mengalami transformasi menjadi lembaga independen. Tujuannya mulia, menjaga kebebasan pers dan meningkatkan profesionalisme media. Tetapi, apa yang terjadi sekarang? Alih-alih menjadi penjaga gawang demokrasi, Dewan Pers justru lebih mirip birokrasi yang sibuk dengan prosedur tanpa solusi konkret.

Regulasi memang ada tetapi pengawasan lumpuh. Mereka bisa mengecam, tetapi tak bisa membredel. Mereka bisa mengkritik tetapi tak bisa menghukum. Mereka bisa mengeluarkan sertifikasi tetapi tak bisa memastikan kualitasnya. Jika terus begini, Dewan Pers bukan hanya bebek lumpuh tetapi juga macan kertas, terlihat garang bertaring tetapi tak berdaya menghadapi ganasnya realitas media digital.

Salah satu dosa besar reformasi adalah kemudahan mendirikan media tanpa mekanisme kontrol yang ketat. Seperti yang dikatakan Dr. Dhimam Abror Djuraid, Dewan Pakar PWI Pusat, "Lebih sulit mendirikan usaha tempe dibanding mendirikan media." Betapa mirisnya, ketika industri yang seharusnya menjadi benteng informasi justru menjadi ladang bisnis tanpa aturan yang jelas.

MENATA EKOSISTEM

Hari Pers Nasional 2025 seharusnya menjadi momentum evaluasi besar-besaran. Pers yang sehat hanya bisa lahir dari sistem yang sehat. Maka, ada beberapa langkah yang harus segera diambil.

Melakukan regulasi yang ketat dan tegas. Pemerintah dan Dewan Pers harus menata ulang mekanisme pendirian media. Tidak semua orang bisa mendirikan media tanpa standar yang jelas. Media abal-abal harus segera ditertibkan.

Penegakan hukum terhadap wartawan gadungan. Wartawan bukan profesi yang bisa digunakan sebagai alat pemerasan. Harus ada sanksi tegas bagi mereka yang menyalahgunakan identitas wartawan untuk kepentingan pribadi.

Uji Kompetensi Wartawan (UKW) harus diperketat dan dibuat lebih kredibel. Jangan sampai sertifikasi ini justru menjadi "sertifikat bodong" yang meloloskan wartawan tanpa kompetensi.

Pendidikan jurnalistik yang berorientasi pada etika. Kampus-kampus dan lembaga pelatihan jurnalistik harus memastikan bahwa lulusan mereka benar-benar memahami nilai-nilai jurnalistik yang sesungguhnya.

Jika langkah-langkah ini tidak segera dilakukan, pers Indonesia akan semakin terpuruk. Kita akan melihat semakin banyak "setengah iblis" dalam dunia jurnalistik dibanding "setengah malaikat." Dan jika itu terjadi demokrasi yang kita bangun selama ini akan berada dalam lampu merah.

Selamat Hari Pers? Mungkin lebih tepat: "Ikut Berduka Atas Pers."

Penulis : Rokimdakas
Wartawan & Penulis

Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas.
Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut

Berita Terbaru
Selasa, 08 Jul 2025 19:58 WIB

Kadin Jatim Sebut Tarif Impor AS 32% Justru Bikin Peluang Besar Ekspor Tekstil

JATIMKINI.COM, Kebijakan tarif impor sebesar 32% yang diterapkan pemerintahan Presiden Donald Trump terhadap produk dari berbagai negara Asia menciptakan
Selasa, 08 Jul 2025 18:06 WIB

Problem Pendidikan, SDN Sepi Peminat

Di tengah mimpi besar menuju Indonesia Emas 2045, negeri ini justru dihantui fenomena penuh tanda tanya, mengapa Sekolah Dasar Negeri makin ditinggalkan
Selasa, 08 Jul 2025 16:21 WIB

PLN Elektrifikasi 21 Ribu Petani Buah Naga di Banyuwangi, Dorong Ekonomi Kerakyatan

PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi (UID) Jawa Timur terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung sektor pertanian berkelanjutan melalui program electrifyin
Selasa, 08 Jul 2025 15:37 WIB

Frank & co., Hadirkan Kemewahan Intim di Tengah Kota Surabaya

Frank & co., membuka gerai kelima di Surabaya, yang mengusung berlian dengan konsep perpaduan keintiman dan kemewahan menyatu.
Selasa, 08 Jul 2025 14:35 WIB

Pelatihan SDM Jadi Kunci TPS Tingkatkan Kinerja Terminal

TPS menjawab tantangan tata kelola pelabuhan melalui pelatihan SDM guna mendorong transformasi terminal bertaraf internasional.
Selasa, 08 Jul 2025 13:17 WIB

Kelompok Mahasiswa 96 UPN Veteran Dampingi RW 5 Pilang Makmur. Tujuaannya Ini

Guna menyiapkan kegiatan Lomba Kelurahan Berseri tingkat Kota Surabaya kelompok mahasiwa KKN 96 Universitas Pembanguna Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur