Reporter : Redaksi
Prediksi para ilmuwan, masyarakat modern akan semakin bergantung pada agama negara dibandingkan agama tradisi. Pergeseran ketergantungan pada agama negara sebagian besar disebabkan oleh kekecewaan terhadap agama tradisi yang dianggap semakin tidak relevan dalam menghadapi kompleksitas masalah modern. Agama tradisi terkungkung oleh dogma serta pemikiran kuno pada belasan belasan abad silam sementara sekarang masyarakat menapaki abad 21, era Revolusi Industri 0.4.
Robert N. Bellah dalam karya bukunya Civil Religion yang ditulis pada 1967 memperkenalkan konsep "agama sipil" atau "agama negara." Bellah menyatakan bahwa agama negara bukanlah agama formal seperti Yahudi, Kristen, Islam, Hindu atau Budha tetapi merupakan serangkaian keyakinan, simbol dan ritual yang menghubungkan warga negara dengan negara mereka melalui nilai-nilai sakral.
Agama negara mencakup beragam unsur seperti sumpah jabatan, peringatan hari kemerdekaan, penghormatan pada bendera serta pidato-pidato presiden yang berisi panduan moral dan spiritual.
Agama negara berfungsi untuk menyatukan masyarakat melalui pernyataan bersama tentang identitas nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Bellah menegaskan bahwa meskipun agama negara memiliki banyak kesamaan dengan agama tradisional namun tetap berakar pada pengalaman berbangsa dan cita-cita nasional bukan dari wahyu langit atau ilaihi.
Pada masa kini para ilmuwan agama memperkirakan bahwa masyarakat modern akan semakin bergantung pada agama negara dibandingkan agama tradisi. Hal ini disebabkan oleh semakin dirasakan fungsi dan manfaat agama negara dalam mengurusi kepentingan hidup secara nyata.
Misalnya konstitusi atau undang-undang sebagai "kitab suci" memberikan pedoman hukum yang jelas. Hari-hari nasional sebagai ritual kolektif memperkuat identitas kebangsaan. Lagu-lagu nasional menjadi semacam "doa" bersama yang menyatukan hati warga negara. Dan para pahlawan nasional dipandang sebagai "nabi" yang memperjuangkan nilai-nilai luhur negara.
DOMINAN DONGENG
Pergeseran ketergantungan pada agama negara sebagian besar disebabkan oleh kekecewaan terhadap agama tradisi yang dianggap semakin tidak relevan dalam menghadapi kompleksitas masalah modern. Agama tradisi seringkali dikritik karena lebih banyak menyajikan dongeng dogmatis yang berasal dari pemikiran abad ke-14 atau ke-17 tanpa memberikan solusi konkret atas problem kehidupan abad ke-21.
Sementara itu, agama negara dianggap lebih pragmatis dan berorientasi pada kepentingan publik. Program-program pembangun infrastruktur, pelayanan kesehatan, pendidikan, kebijakan ekonomi, dan berbagai aspek kehidupan secara konkret ditangani oleh agama negara.
Pada era Revolusi Industri 4.0, di mana teknologi dan informasi berkembang pesat, banyak orang merasa agama tradisi gagal mengikuti perubahan zaman. Ajaran-ajaran yang tetap bersandar pada naskah-naskah kuno kurang relevan dalam konteks sosial, ekonomi, dan politik yang serba cepat. Sementara agama negara menawarkan ritual dan simbol yang lebih fleksibel dan adaptif terhadap dinamika kehidupan.
PERLU SEIMBANG
Namun pergeseran ini memunculkan tantangan baru. Jika masyarakat semakin mempercayai agama negara dan meninggalkan agama tradisi ada risiko bahwa nilai-nilai moral dan spiritual yang lebih dalam akan terkikis. Agama negara yang bersifat pragmatis mungkin tidak mampu menggantikan kedalaman spiritualitas dan etika personal yang diajarkan oleh agama tradisi.
Masyarakat modern perlu mempertimbangkan bagaimana kedua jenis agama ini dapat saling melengkapi. Agama negara dapat menyediakan struktur dan identitas kolektif yang dibutuhkan masyarakat plural sementara agama tradisi dapat menawarkan kedalaman spiritual dan panduan moral yang bersifat personal.
Di masa depan tantangan terbesar adalah menemukan keseimbangan antara agama negara dan agama tradisi, sehingga keduanya dapat berfungsi untuk memperkuat hubungan sosial tanpa mengorbankan kebebasan individu dan kedalaman spiritual.
Beragama tidak harus terkungkung dalam doktrin usang tapi harus berkembang seiring peradaban, menciptakan ruang dialog antaragama serta antara agama dan negara. Melalui keseimbangan ini masyarakat dapat membangun identitas yang kuat sekaligus adaptif, responsif terhadap kebutuhan zaman dengan tetap menjaga spiritualitas.
Penulis : Rokimdakas
Wartawan & Penulis
Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas.
Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut
Editor : Redaksi