Reporter : Redaksi
Saya percaya bahwa sejarah akan mencatat bahwa Jokowi bukanlah tokoh korup melainkan pemimpin yang membawa Indonesia ke era kedaulatan ekonomi. Kepada wartawan muda, ingatlah: Tugas kalian adalah menjaga api kebenaran tetap menyala bahkan di tengah badai kebohongan.
Menjelang tahun baru 2025 berita bohong tentang Jokowi disebarkan secara masif dan sistematis melalui beragam platform. Oposan sesat nalar menggoreng berita Jokowi masuk ke dalam daftar tokoh Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi 2024 versi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP). Ketika ditelusuri materi situs occrp.org tidak diketemukan berita tersebut.
Sebagai seorang jurnalis yang telah menyaksikan delapan presiden memimpin Indonesia, saya membawa perspektif panjang dari era Sukarno hingga Prabowo. Karir jurnalistik saya dimulai di bawah bayang-bayang kekuasaan Soeharto, ketika kebebasan pers terkungkung dan kritik pada pemerintah sering kali berujung intimidasi. Namun saya tetap percaya bahwa jurnalisme adalah profesi mulia yang harus berpegang teguh pada prinsip keberimbangan, kebenaran dan keberanian.
JEJAK JOKOWI
Ketika Jokowi menjabat sebagai Presiden ketujuh, Indonesia memasuki era transformasi besar. Pembangunan infrastruktur begitu masif meliputi jalan tol, pelabuhan, bandara, hingga kawasan industri. Semuanya menciptakan fondasi baru bagi percepatan ekonomi.
Lebih dari itu politik hilirisasi, sumber daya alam yang diterapkan Jokowi adalah langkah strategis yang menunjukkan keberanian Indonesia untuk berdikari. Hilirisasi bukan hanya tentang ekonomi tetapi tentang kedaulatan. Sebuah visi bahwa hasil bumi Indonesia harus membawa nilai tambah bagi rakyatnya bukan sekadar diekspor mentah.
Namun langkah berani ini tidak datang tanpa konsekuensi. Friksi antara Jokowi dan elit politik termasuk Megawati Soekarnoputri dan jajaran PDIP menimbulkan dinamika baru dalam politik Indonesia. Jokowi yang pernah menjadi bagian dari PDIP akhirnya mendukung tokoh-tokoh di luar partai tersebut termasuk Prabowo Subianto yang berhasil memenangkan Pemilu dan menjadi Presiden kedelapan. Pada Pilkada pun banyak kandidat yang direstui Jokowi meraih kemenangan.
FITNAH POLITIK
Ketegangan politik ini memuncak ketika kader-kader PDIP yang terlibat korupsi mulai diungkap dan diproses hukum di era Prabowo. Bahkan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, didakwa oleh KPK atas keterlibatan dalam kasus Harun Masiku. Di sisi lain, Jokowi tetap dikenang oleh rakyatnya sebagai pemimpin yang tulus bekerja untuk bangsa. Tingkat kepercayaan publik terhadapnya mencapai 82%. Angka yang luar biasa tinggi dalam sejarah politik modern, baik di Indonesia maupun di dunia.
Namun popularitas Jokowi justru memantik narasi fitnah. Beberapa kelompok oposisi diduga menyusun agenda untuk menjatuhkan reputasi Jokowi, termasuk dengan memanfaatkan organisasi internasional seperti OCCRP untuk menempatkannya sebagai "tokoh paling korup di dunia." Sebuah tuduhan yang tidak berdasar, tetapi berbahaya karena berpotensi merusak persepsi publik secara global.
KEGAGALAN MEDIA
Yang lebih mengherankan adalah sikap diam media-media besar Indonesia. Kompas, Tempo, Tribun, Detik, dan berbagai media lainnya yang selama ini dianggap sebagai barometer jurnalisme tidak melakukan verifikasi mendalam terhadap kabar fitnah tersebut. Ketika media abai pada tugas utamanya, yaitu menyaring dan mengungkap kebenaran, siapa yang bisa diandalkan untuk melindungi rakyat dari banjirnya informasi palsu?
Sebagai jurnalis yang telah melalui berbagai era, saya merasa terpanggil untuk mengingatkan publik. Jangan mudah terhasut oleh hoax. Demokrasi membutuhkan warga negara yang cerdas dan kritis.
Sebelum mempercayai sebuah berita perlu mempertanyakan tiga hal, yaitu pertama, apa sumbernya? Apakah media atau organisasi tersebut memiliki rekam jejak kredibel? Kedua, pa ada bukti? Klaim tanpa data harus diabaikan. Ketiga, siapa yang diuntungkan? Setiap narasi memiliki motif, pahami siapa yang paling diuntungkan dari penyebaran informasi tersebut.
Mencermati fitnah terhadap Jokowi adalah cerminan dari bagaimana politik kerap mengorbankan kebenaran demi kepentingan kelompok tertentu. Namun, rakyat Indonesia tidak boleh kehilangan kepercayaan pada nalar. Bangsa ini telah melalui berbagai krisis. Dan kekuatan kita terletak pada solidaritas serta keberanian untuk menuntut kebenaran.
Penulis : Rokimdakas
Wartawan & Penulis
Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas.
Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut
Editor : Redaksi