Momen yang dinanti-nanti akhirnya tiba. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) resmi memecat Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga putranya Gibran Rakabuming Raka serta menantunya Bobby Nasution. Namun alih-alih dianggap sebagai kabar duka, langkah ini justru dirayakan oleh 82% penduduk Indonesia yang mengagumi sosok Presiden Ketujuh tersebut. Why?
Pada Senin, 16 Desember, Ketua Bidang Kehormatan DPP PDIP, Komarudin Watubun, membacakan surat pemecatan 'keluarga' Jokowi beserta 27 anggota PDIP lainnya melalui siaran resmi di Jakarta. Keputusan ini menandai titik balik penting dalam dinamika politik nasional. Pendukung Jokowi, yang menganggapnya sebagai "King Maker" politik Indonesia masa kini menyambut pengumuman tersebut dengan sukacita.
PARTAI PERORANGAN
Pengaruh Jokowi dalam perpolitikan Indonesia begitu besar hingga mampu menggeser dominasi PDIP partai yang selama sepuluh tahun terakhir menjadi kekuatan utama di kancah nasional. Ironisnya, Jokowi sendiri adalah tokoh besar yang lahir dari "kandang banteng". Namun, ketegangan yang terus memuncak antara dirinya dan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri akhirnya memicu perpecahan. Sikap arogansi dan serangan politik yang terus dilancarkan terhadap Jokowi menjadi pemantik amarah pendukungnya yang jumlahnya mencapai 220 juta.
Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 menjadi bukti nyata betapa besar pengaruh Jokowi. Dengan dukungannya kepada Prabowo Subianto dan Gibran sebagai pasangan calon, PDIP yang mencalonkan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD mengalami kekalahan telak. Bahkan, "kandang banteng" di Jawa yang selama ini menjadi lumbung suara PDIP berhasil dikuasai oleh tokoh-tokoh yang didukung Jokowi.
Tidak hanya di tingkat nasional, di level daerah, para calon gubernur dan bupati yang mendapat dukungan dari Jokowi juga meraih kemenangan signifikan. Fenomena ini mengukuhkan bahwa "Partai Perorangan" Jokowi sebuah istilah yang menggambarkan kekuatan personalitas politiknya mampu mengalahkan partai sebesar PDIP.
HUJAN TANGIS
Bagi PDIP, keputusan untuk memecat Jokowi mungkin tampak sebagai langkah tegas untuk menjaga soliditas partai. Namun hasilnya justru menjadi bumerang. Kekalahan Ganjar-Mahfud dalam Pilpres dan runtuhnya dominasi PDIP di berbagai daerah membawa partai ini ke titik terendah. Banyak yang memprediksi, PDIP akan kembali menjadi partai kecil seperti di awal perjuangan Megawati membangunnya.
Kebenaran selalu hadir di belakang. Kesombongan politik harus dibayar mahal. Megawati yang selama ini menjadi simbol kebesaran PDIP sekarang harus menghadapi kenyataan pahit bahwa partainya kehilangan momentum dan dukungan rakyat. Hujan tangis mengguyur kandang banteng atas kekalahan yang diderita PDIP.
Sementara itu, Jokowi justru semakin bersinar. Rumahnya di Solo menjadi tempat ziarah politik, dikunjungi oleh para petinggi partai besar yang berharap mendapatkan dukungan darinya. Di mata rakyat, Jokowi adalah Bapak Bangsa tokoh yang berjasa besar dalam pembangunan infrastruktur dan memajukan toleransi di Indonesia.
Bagi para politisi, Jokowi bukan hanya sekadar presiden yang sukses. Ia adalah tokoh sentral yang berpengaruh besar terhadap lanskap politik Indonesia di masa depan. Keputusan PDIP untuk memecatnya alih-alih melemahkan namun justru semakin memperkuat posisinya sebagai figur independen yang mampu menggerakkan perubahan di tanah air.
Dalam sejarah politik Indonesia, momen ini akan dikenang sebagai titik awal dari transformasi besar. Sebuah pengingat bahwa kekuatan sejati tidak selalu berasal dari partai tetapi dari individu yang mampu meraih kepercayaan rakyat. Jokowi telah membuktikan bahwa dirinya adalah salah satu di antara Bapak Bangsa.
Penulis : Rokimdakas
Wartawan & Penulis
Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas.
Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut
Editor : Redaksi