Reporter : Rokimdakas
JATIMKINI.COM, Pernah dikatakan bahwa pertanian merupakan tulang punggung negara karena menjadi sumber utama makanan, mendorong pertumbuhan ekonomi serta jadi sumber lapangan kerja. Apa benar demikian? Tidak. Apa ada yang salah? Banyak.
Laporan pemerintah terkesan glorifikasi, terkesan mengagung-agungkan. Jika melihat kenyataan di lapangan laporan yang disiarkan kutip patut dipertanyakan akurasinya. Buktinya, petani masih miskin.
Untuk menyimak jagat pertanian, Rokimdakas dari Jatimkini.com mengajak Novianto, profesional agribisnis untuk berbagi pengalaman selama mendampingi petani di kawasan Asia. Perbincangan berlangsung di tengah pameran anggrek di Kota Batu, Minggu, 6 Oktober 2024.
Kim : Bagaimana dengan pertanian Indonesia
Novi : Sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang, populasi petani menurun sehingga tingkat produksi menyusut sementara permintaan pasar meningkat. Berdasar hukum ekonomi, jika pengadaan barang berkurang tapi permintaan pasar meningkat maka harga barang melambung dan tentu petani diuntungkan. Namun realitanya tidak demikian.
Kim : Artinya apa?
Novi : Berarti ada stake holder yang mendapatkan banyak keuntungan dari situasi ini. Jelasnya bukan petani. Uniknya disitu, hukum ekonomi menjadi tidak relevan jika dilihat secara sepintas ketika permintaan lebih tinggi dari keberadaan barang seharusnya harganya naik. Sekarang ini permintaanya macam-macam.
Kim : Maksud permintaan yang macam-macam?
Novi : Sebelumnya masyarakat cukup makan lauk pindang dengan sayur asem. Tapi seiring perkembangan teknologi informasi, kesadaran akan menu tidak lagi empat sehat lima sempurna. Makanan harus berserat, ada serat hijau, serat putih, serat buah, serat sayur, macem-macem. Nah, permintaan konsumen makin meningkat dengan detail yang kompleks tapi petaninya kok nggak makmur-makmur?. Berarti ada yang salah.
Kim : Petani ibarat ayam mati di atas tumpeng
Novi : Hahahaha
Kim : Kita beralih tema. Apa hanya Indonesia saja yang menghadapi masalah regenerasi pertanian?
Novi : Itu sudah menjadi masalah internasional. Kalau di Asia, negara yang paling miris pertaniannya adalah Jepang. Di Indonesia sekarang sudah banyak anak muda yang bertani menggunakan 'green house', sudah menggunakan teknologi. Tetapi jika dicermati, kecil sekali dari mereka yang back ground-nya pertanian. Ada orang hukum, engineering, malah mereka ini yang sukses. Sementara yang memiliki latar belakang pertanian justru jadi pekerjanya. Yang merancang ide, mengembangkan bisnis pertanian justru bukan orang pertanian.
Kim : Prinsipnya jika punya uang bisa membeli siapa saja, tidak terkecuali orang pintar. Dan bisa diartikan kondisinya runyam
Novi : Problematis. Saya pernah mengatakan, bidang kerja yang tidak pernah lekang oleh waktu adalah bertani. Selama bumi berputar dan ada makhluk di atasnya, yang dimakan selalu produk pertanian. Itu tidak akan tergantikan. Begitu pula astronot yang berangkat ke angkasa, yang dikonsumsi adalah pil konsentrat makanan. Artinya tetap bergantung pada produk pertanian.
Bersambung
Editor : Ali Topan