Reporter : Ilham Dary Athallah
JATIMKINI.COM, Rezky Rendi Funan, mahasiswa baru di Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Timor (Unimor), kampus negeri di Provinsi Nusa Tenggara Timur, menjalani kehidupan yang tidak biasa. Di sela-sela kuliahnya, ia bekerja sebagai buruh tukang kuburan, sebuah pekerjaan yang telah ia jalani sejak duduk di bangku SMA.
Rezky, anak bungsu dari tujuh bersaudara, tumbuh di keluarga petani sederhana di Maumolo, pinggiran Kota Kefamenanu. Kedua orang tuanya, Mikhael Nenis dan Paulina Suni, sangat bersyukur atas usaha Rezky dalam membantu perekonomian keluarga. Pekerjaannya sebagai buruh tukang kuburan tidak banyak diketahui teman-temannya, baik di SMA maupun saat ini sebagai mahasiswa.
“Saya tertarik bekerja menjadi buruh karena bisa membantu orang tua mendapatkan uang agar bisa bersekolah dan bisa kuliah di Unimor. Dari kami tujuh bersaudara, hanya saya yang bisa sampai di bangku kuliah. Saya tidak mengikuti perilaku anak-anak seumuran saya yang masih menghabiskan waktu untuk bersenang-senang,” tutur Rezky saat ditemui di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Bijaesunan, Rabu (9/10/2024).
Masuk ke Unimor melalui jalur Seleksi Mandiri, Rezky saat ini mengambil lima mata kuliah dengan total 18 SKS, dan dibimbing oleh Dosen Hendrikus Hironimus Botha, S.IP., M.AP. Ia mampu membagi waktu dengan baik antara kuliah dan bekerja. “Kalau kuliah siang sampai sore, saya bekerja pagi. Kalau kuliah pagi, saya bekerja sore. Konsentrasi saya tetap di kuliah meskipun harus bekerja,” jelasnya.
Untuk berangkat ke kampus, Rezky harus menumpang ojek dari Maumolo ke terminal Kota Kefamenanu, lalu melanjutkan dengan angkutan kota menuju kampus Unimor. Biaya transportasinya mencapai Rp20.000 per hari. Meski demikian, ia tetap berusaha hadir di setiap kelas meskipun terkadang hujan deras menghambat perjalanannya.
Upah yang ia peroleh sebagai buruh tukang kuburan berkisar antara Rp500.000 hingga Rp750.000 per kuburan, tergantung tingkat kesulitan dan model kuburan yang dikerjakan. Dalam satu hingga dua minggu, Rezky bisa menyelesaikan satu kuburan. Uang yang ia dapatkan sebagian besar diserahkan kepada ibunya untuk ditabung guna mencukupi kebutuhan keluarga dan kuliahnya.
Rezky merasa beruntung karena pekerjaan kuburan saat ini banyak berlokasi di TPU Bijaesunan yang dekat dengan kampus, sehingga ia dapat mengatur waktu dengan lebih efisien. “Saya bercita-cita menjadi pengusaha atau bekerja di sektor swasta. Pekerjaan ini bukan hal yang memalukan bagi saya, justru ada kebahagiaan tersendiri karena bisa membantu orang lain. Dari hasil pekerjaan ini, saya berharap bisa membeli laptop untuk mendukung perkuliahan saya karena selama ini saya hanya menggunakan handphone,” ujarnya sambil bersiap mengikuti kuliah.
Kisah Rezky Funan adalah contoh nyata bahwa kesuksesan memerlukan dedikasi, manajemen waktu, dan semangat pantang menyerah. Semoga kisah inspiratif ini dapat memotivasi banyak orang untuk berani mengambil langkah ekstra dalam meraih impian mereka.
Editor : Ali Topan