Tau codot kan? Codot itu memang binatang dengan kecerdasan luar biasa, bukan kaleng-kaleng, apalagi kecerdasan buatan. Dia nggak asal comot buah, hanya yang sudah matang sempurna jadi incarannya. Kalau buah masih setengah matang? Ah, itu urusan tupai!
Nah, ada yang unik nih. Para 'bumil', ibu-ibu hamil ada mitos yang bikin senyum-senyum. Katanya, kalau makan buah bekas codot, anak yang dilahirkan bakal cantik atau ganteng, dan yang lebih penting lagi, pikirannya matang, sematang buah yang udah dicodoti. Siapa tau, nanti anaknya juga jadi setajam si codot dalam urusan memilih jalan hidup, hahahaha !
Yang kita bahas kali ini terlepas dari codot, masiyo beraroma codot. Di zaman gak jelas seperti sekarang, apa pun yang nggak mungkin bisa jadi mungkin, codot nyokot codot. Begini kisahnya
Di zaman sekarang, banyak yang seakan-akan pintar karena gelarnya panjang, padahal ya cuma di depan nama saja. Lihat saja, orang-orang dengan gelar berderet-deret seperti: Dr H MSi JMNnS, Ir GTRGH, HWRMmmS, MHum. drKakikuk dan entah apa lagi, makin panjang gelar, makin gampang nyari uang. Kayak codot nyakot codot, gelar tak lain cuma tempelan buat naik kasta.
Asal ada uang, otak encer enggak lagi syarat buat mengejar gelar. Mau gelar berapa banyak, tinggal bayar, macam beli gorengan di pinggir jalan. Masalah otak? Ah, tak penting-penting amat, toh semuanya bisa diatur.
Bukan cuma soal makanan kita dibikin pusing. Mulai dari sawah, pestisida menempel di beras, lanjut ke bumbu instan, jajanan kemasan penuh zat aditif. Pokoknya semua yang kita makan, yang kita minum nggak jauh dari racun.
Lebih parahnya, racun ini juga masuk ke kampus!
Di tempat yang seharusnya jadi pusat kecerdasan malah jadi pasar gelap. Para profesor, doktor, dekan, rektor ikut jualan karya ilmiah. Mau disertasi kilat, jurnal ilmiah, materi pidato, mau menerbitkan buku, makalah seminar bisa didapat dengan harga "teman". Ngeri-ngeri sedap itu barang ...
Antrian pembeli pun tak kalah panjang. Mulai dari pejabat negara, anggota parlemen, hingga eksekutif perusahaan, dosen, guru pemburu sertifikasi, pegawai negeri, semua berlomba beli pamor demi jabatan dan kekuasaan. Semua demi nama besar, meski cara nyarinya niru kancil nyolong timun, asal cepat jadi.
Di luar kampus? Harga gelar jauh lebih murah lagi! Gelar Gus, Kyai, H, Hj, ustadz, ustadzah bisa didapat asal tahu triknya. Cukup traktir kopi dan makan siang buat segelintir orang, sebar ceramah di sana-sini, ngamplopi wartawan, maka gelar itu akan datang dengan sendirinya.
Jadi, jangan heran kalau banyak orang pinter di Indonesia yang malah menjerumuskan negara ini ke jurang kemunafikan. Codot nyakot codot, wong pinter minteri wong pinter.
Tapi kalau ada yang masih Slamet, semoga itu kita, keluarga kita, anak cucu kita nggak ikut-ikutan dulinan codot.
Penulis : Rokimdakas
Kanal Kolom adalah halaman khusus layanan bagi masyarakat untuk menulis berita lepas.
Redaksi Jatimkini.com tidak bertanggungjawab atas tulisan tersebut
Editor : Redaksi